Mahkamah Agung menerbitkan Perma Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Perma ini menyempurnakan sistem pengadilan elektronik untuk perkara pidana yang telah dilaksanakan pada tahun 2020 dan memperkuat implementasi administrasi perkara pidana terpadu secara elektronik sebagaimana diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 239/KMA/SK/VIII/2022 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara Pidana Terpadu Secara Elektronik. Untuk keseragaman pelaksanaan, Mahkamah Agung telah menerbitkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 365/KMA/SK/XII/2022 tanggal 21 Desember 2022 tentang Petunjuk Teknis Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan secara Elektronik.

Pada tahun 2022, Mahkamah Agung telah memiliki sistem informasi pengadilan  untuk perkara pidana yang mengakomodir proses administrasi perkara secara elektronik antara penegak hukum dengan pengadilan  yaitu “e-Berpadu”. Salah satu perubahan penting dalam Perma Nomor 8 Tahun 2022  adalah materi muatan administrasi perkara yang mengatur prosedur transaksi data dan dokumen  antara pengadilan dan  penegak hukum lain  merujuk pada poses kerja yang berbasis aplikasi.  Hal ini berbeda dengan Perma Nomor 4 Tahun 2020 yang mengatur proses administrasi perkara antara pengadilan dan penegak hukum lain menggunakan sarana pos-el dari penegak hukum karena pada saat itu sistem informasi pengadilan untuk perkara pidana belum terbangun.

Beberapa pembaruan teknis dalam Perma Nomor 8 Tahun 2022 adalah sebagai berikut.

Perluasan Cakupan Administrasi Perkara Secara Elektronik

Cakupan administrasi perkara dalam Perma Nomor 4 Tahun 2020 meliputi proses pelimpahan perkara, penerimaan dan penomoran perkara, penunjukan Majelis Hakim, penunjukan Panitera/Panitera Pengganti dan Jurusita/ Jurusita Pengganti, penetapan Hari sidang, penentuan cara sidang secara elektronik, penyampaian panggilan/pemberitahuan, penyampaian dokumen keberatan, tanggapan atas keberatan, putusan/putusan  sela, tuntutan, pembelaan, replik, duplik, amar putusan, petikan putusan, dan salinan putusan.  Perma Nomor 8 Tahun 2022 memperluas cakupan administrasi perkara tersebut sehingga meliputi juga proses pengajuan izin/persetujuan penggeledahan, izin/persetujuan penyitaan, penahanan, izin besuk tahanan, permohonan pinjam pakai barang bukti, penetapan  diversi, pemindahan tempat sidang di Pengadilan lain.  Perluasan cakupan juga menyangkut perkara dapat ditangani secara elektronik yaitu praperadilan, permohonan restitusi/kompensasi, permohonan keberatan pihak ketiga atas putusan perampasan barang-barang dalam perkara tindak pidana korupsi.

Seluruh Administrasi Perkara Pidana Dilaksanakan Secara Elektronik

Perma Nomor 8 Tahun 2022 menentukan seluruh pelimpahan berkas perkara dan proses administrasi perkara lainnya dilakukan secara elektronik melalui Sistem Informasi Pengadilan. Proses persidangan  dapat dilakukan secara elektronik apabila terjadi keadaan tertentu yaitu keadaan yang tidak memungkinkan persidangan  dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang diatur dalam hukum acara karena jarak, bencana alam, wabah penyakit, keadaan lain yang ditentukan oleh pemerintah sebagai keadaan lain yang menurut hakim/majelis hakim dengan penetapan perlu melakukan persidangan secara elektronik. Hal ini berbeda dengan Perma Nomor 4 Tahun 2020 yang menjadikan keadaan tertentu sebagai prasyarat untuk menyelenggarakan  administrasi dan persidangan perkara pidana secara elektronik.

Penerapan Mekanisme Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lainnya dalam Penanganan Perkara Pidana Secara Elektronik

Layanan administrasi dan persidangan perkara pidana secara elektronik menggunakan  Sistem Informasi Pengadilan sebagai basis operasionalnya.  Sebagaimana e-Court dalam perkara perdata, pengguna layanan  SIP perkara pidana dibedakan antara pengguna terdaftar dengan pengguna lainnya. Pengguna Terdaftar adalah penyidik, penuntut, dan advokat yang memenuhi syarat sebagai pengguna SIP dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh Mahkamah Agung, sedangkan Pengguna Lain adalah subjek hukum selain Pengguna Terdaftar.

Konsep  pengguna layanan tersebut belum diterapkan pada Perma Nomor  4 Tahun 2020 karena kerangka kerja  transaksi data dan dokumen antara pengadilan dan penegak hukum belum berbasis  sistem informasi pengadilan.

Pengadilan dapat meninggalkan pencatatan register dan buku kas keuangan manual

Perma Nomor 8 Tahun 2022 menegaskan informasi perkara yang ada di dalam SIP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan buku register dan buku kas keuangan perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan norma tersebut, pengadilan yang telah sepenuhnya  menerapkan pencatatan  buku register dan buku kas keuangan perkara secara elektronik dalam Sistem Informasi Pengadilan dapat meninggalkan pencatatan manual berdasarkan penetapan dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan masing-masing.  Pengadilan yang telah sepenuhnya melakukan pencatatan elektronik harus menyampaikan  laporan perkara secara elektronik dan melakukan audit perkara secara periodik. [an]