JAKARTA | (12/03) Melakukan transparansi putusan adalah point no return bagi Mahkamah Agung sejak komitmen ini digulirkan tahun 2007 yang lalu yang lalu. Konsistensi MA terhadap komitmen ini dapat dilihat dari jumlah putusan yang terpublikasikan di website. Hingga   Sabtu  pagi (12/03), Mahkamah Agung telah mempublikasikan putusannya sebanyak  3.198 putusan. Sedangkan jumlah seluruh putusan yang telah tersaji untuk publik di Direktori Putusan sebanyak 74.086. Menurut Panitera Mahkamah Agung, peningkatan jumlah putusan yang terpublikasikan di Direktori Putusan akan mendorong terciptanya konsistensi putusan.

“Putusan yang dipublikasikanterutama Putusan Mahkamah Agung RI dapat menjadi referensi bagi hakim lain dalam memeriksa perkara serupa”, kata Panitera MA.

Bagi praktisi hukum, seperti advokat, lanjut Panitera, putusan yang terpublikasikan dapat menjadi bahan untuk penyusunan pembelaan klien dan menjadi bahan  pertimbangan dalam menempuh upaya hukum.  Publikasi putusan juga dapat dimanfaatkan oleh Legislator sebagai bahan kajian untuk melakukan revisi undang-undang atau penyusunan undang-undang baru.

“Hal ini karena putusan hakim merupakan implementasi dari peraturan perundang-undangan”, ungkap Panitera Mahkamah Agung.

 

Panitera Mahkamah Agung juga menghimbau masyarakat khususnya yang sedang berperkara di  MA untuk mengakses sistem informasi perkara di MA untuk memantau proses penanganan perkara di MA.  Ia meminta para pencari keadilan tidak menerima informasi yang disampaikan oleh oknum tertentu tanpa konfirmasi kepada sistem informasi yang tersedia. Berdasarkan laporan yang diterima, kata  Panitera, terdapat upaya tidak bertanggung jawab dari oknum yang mengatasnamakan pejabat Mahkamah Agung yang menginformasikan status penanganan perkara dengan permintaan menghubungi pejabat tertentu di Mahkamah Agung dan berujung permintaan sejumlah uang untuk dikirim ke nomor rekening tertentu.

Panitera menegaskan modus pemberitahuan informasi penanganan perkara seperti tersebut dipastikan sebagai sebuah penipuan. Menurut Panitera surat dari Mahkamah Agung selalu melalui pengadilan tingkat pertama dan tidak ada arahan untuk korespondensi melalui telpon.

Diharapkan dengan tersedianya informasi perkara dan publikasi putusan dapat mencegah tindakan penipuan yang menyasar pihak yang berperkara di Mahkamah Agung. [an]