PONTIANAK | (25/05/2016) - Percakapan melalui pesan singkat (SMS) antara Tersangka suap (ATS) dengan seorang staf Kepaniteraan Muda Pidana Khusus (KSD) yang dibuka di persidangan membuat publik tercengang. Pasalnya, dalam percakapan tersebut seolah-olah seorang staf dapat mengintervensi penunjukan majelis hakim yang menangani perkara, bahkan  mengatur komposisi majelis hakim di Mahkamah Agung. Padahal, penunjukan majelis hakim merupakan salah satu hak prerogatif dari  seorang ketua lembaga peradilan. Menanggapi hal tersebut,  Ketua MA menegaskan bahwa seorang staf tidak mungkin dapat mencampuri penunjukan majelis hakim. Penunjukan majelis hakim di MA, dilakukan oleh Ketua Kamar secara pribadi, tanpa ada delegasi. Bahkan mekanisme penunjukannya pun dilakukan dengan tulis tangan per perkara   di daftar perkara yang sampaikan  oleh Panitera Muda.

Demikian disampaikan oleh Ketua MA, Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH, MH, pada kegiatan pembinaan teknis dan administrasi yudisial bagi jajaran pengadilan dari empat lingkungan peradilan se provinsi Kalimantan Barat, Selasa (25/05/2016), di Pontianak.  Dipimpin langsung oleh dengan Ketua MA, materi pembinaan  yang berfokus pada pembinaan karakter disampaikan pula oleh  para pimpinan MA yang terdiri dari: Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar Militer, Ketua Kamar TUN dan Ketua Kamar Pembinaan.

Lebih lanjut Ketua MA menyampaikan bahwa penetapan majelis yang ditulis sendiri oleh Ketua Kamar harus segera dipublikasikan di website sehingga publik  dapat mengaksesnya.  Jika ada perubahan susunan majelis karena salah seorang meninggal dunia, pensiun atau mengundurkan diri, maka hal tersebut disampaikan di sistem informasi. Ketua MA melihat percakapan tentang pengaturan majelis adalah modus staf yang bersangkutan untuk meningkatkan “kelas-nya” dalam “mengurus” perkara.

“Seolah-olah dia bisa menentukan hakim yang menyidangkan suatu perkara”, jelas Ketua MA.

Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Dr. H.M Syarifuddin, SH, MH, merujuk pada hasil pemeriksaan Badan Pengawasan, menjelaskan bahwa staf KSD  bertugas mengirimkan petikan putusan melalui pos. Sehingga jelas perbuatan staf tersebut tidak lebih dari sekadar perbuatan spekulatif.

 Ketua MA menjelaskan bahwa tahapan penyelesaian perkara di MA dengan jelas dapat diketahui dari SK Ketua MA  Nomor 214/KMA/SK/XII/2014. Dalam SK tersebut, jelas tergambar siapa yang berperan dalam setiap tahapan penanganan perkara. Ketua MA meminta pihak berperkara tidak mempercayai oknum aparatur peradilan yang  memiliki kemampuan mengatur penanganan perkara di MA. [an]