BANDUNG (04/11/2019) - Esensi penerapan sistem Kamar adalah bagaimana Mahkamah Agung dapat melaksanakan fungsi menjaga Kesatuan penerapan hukum. Fungsi tersebut hanya dapat dijalankan apabila Mahkamah Agung memiliki pendapat hukum yang kokoh atau solid. Mekanisme rapat Pleno Kamar dimaksudkan sebagai salah satu sarana untuk membentuk pendapat hukum Mahkamah Agung yang kokoh tersebut. Hal ini karena Pleno Kamar mencerminkan pendapat hukum sebagian besar atau seluruh Hakim Agung di dalam Kamar Perkara yang berasal dari perkara-perkara yang ditanganinya.

Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung, Yang Mulia Prof. Dr. M. Hatta Ali, S.H., MH, pada saat menyampaikan pengarahan pada pembukaan  Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2019, Minggu malam, 3 November 2019, di Hotel Intercontinental, Dago Pakar, Bandung.  Dalam tradisi Pleno Kamar Mahkamah Agung, sesi  pengarahan Ketua MA adalah agenda yang  sangat penting  karena memberikan arahan strategis yang menjadi haluan bagi implementasi sistem kamar.

 

Ketua MA dalam pengarahannya meluruskan konstruksi berfikir terhadap sebagian  pandangan yang mempertentangkan kesatuan penerapan hukum yang diusung oleh sistem  kamar dengan kebebasan hakim dalam mengadili perkara.  Menurut Ketua MA, kepatuhan terhadap hasil rumusan Kamar tidaklah dimaksudkan untuk mengekang kebebasan (independensi) Hakim,  namun semata-mata untuk melindungi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan publik terhadap kepastian hukum.

Menurut Ketua MA, salah satu indikator kredibilitas lembaga peradilan di mata publik adalah konsistensi putusan-putusan yang dihasilkan oleh lembaga peradilan.

Kemandirian hakim, lanjut Ketua MA,  harus diimbangi dengan tanggung jawab kepada masyarakat.

“Tanggung jawab ini salah satunya terimplementasikan dari kepastian hukum yang diberikan melalui putusan-putusan Hakim”, tegas Ketua MA.

Terkait dengan kemandirian yang menjadi mahkota dari hakim, Ketua MA memberikan penegasan bahwa  kemandirian yang harus kita tampilkan ke masyarakat adalah kemandirian institusional.

“Kemandirian konstitusional merefleksikan akuntabilitas konstitusional melalui peran lembaga peradilan sebagai sebuah sistem dalam ketatanegaraan Indonesia”, ungkap Ketua MA.     

Kasasi dan Fungsi Menjaga Kesatuan Hukum

Fungsi utama Mahkamah Agung, kata Ketua MA,  adalah sebagai peradilan Kasasi. Esensi dari lembaga Kasasi adalah untuk menjaga kesatuan hukum, baik melalui pengawasan penerapan hukum pada pengadilan yang lebih rendah, maupun melalui penafsiran hukum yang diberlakukan sama di seluruh Indonesia.

Dengan lembaga kasasi ini, lanjut Ketua MA, Mahkamah Agung melakukan peran melakukan pemeriksaan terhadap kualitas putusan yang terhadapnya diajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung baik pada aspek penerapan hukum maupun alasan-alasan hukum yang diberikan oleh pengadilan sebelumnya.

Oleh karena fungsi utama Mahkamah Agung adalah menjaga kesatuan hukum maka Ketua MA  sangat  mengecam inkonsistensi putusan. Menurut Ketua MA, inkonsistensi putusan akan mengacaukan sasaran yang hendak dicapai oleh lembaga Kasasi untuk menjaga kesatuan hukum.

“Inkonsistensi Putusan Mahkamah Agung akan mengakibatkan timbulnya ketidakpastian hukum karena hakim-hakim pada pengadilan-pengadilan di bawah Mahkamah Agung tidak memiliki panduan dalam menafsirkan dan menyelesaikan permasalahan hukum tertentu” papar Ketua MA.

Inkonsistensi putusan  juga akan berdampak pada  derasnya arus perkara yang masuk ke Mahkamah Agung.  Hal ini karena akibat inkonsistensi putusan, pencari keadilan akan merasa memiliki kesempatan untuk mendapatkan putusan yang sesuai dengan preferensi dan ekspektasinya sehingga terus berupaya dan mencoba semua upaya hukum yang tersedia.

“Saya berharap bahwa para Hakim Agung harus memastikan pendapat yang diberikan pada setiap perkara yang ditanganinya diarahkan untuk menjaga kesatuan penerapan hukum secara nasional demi meningkatkan kepastian dan keadilan bagi orang banyak”, pungkas Ketua MA. [an]