JAKARTA | (24/3/2021) Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H dan Presiden Hoge Raad Belanda Dineke De Groot melakukan Courtesy Call menandai dimulainya serangkaian workshop online pemilahan perkara, Rabu (24/3/2021), pukul 15.00 WIB. Kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas hakim tinggi pemilah perkara pada Mahkamah Agung RI ini diselenggarakan dengan dukungan program Peer to Peer for Justice (P2P Project) Kedutaan Besar Belanda yang difasilitasi Center for International Legal Cooperation (CILC). Delegasi Mahkamah Agung yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah seluruh unsur pimpinan MA, 18 orang hakim pemilah, perwakilan Kepaniteraan MA, Tim Asistensi Pembaruan dan Peneliti LeIP. Sementara itu, dari delegasi Hoge Raad Belanda hadir perwakilan Hakim Agung, Advokat General dan perwakilan CILC.
Workshop Pemilahan Perkara akan dilaksanakan sebanyak 7 (tujuh) sesi pertemuan. Dalam kegiatan ini Tim Pemilah Perkara Mahkamah Agung dan Tim Seleksi Perkara Hoge Raad Belanda saling bertukar pengetahuan dan pengalaman mengenai praktik terbaik pemilahan perkara pada Mahkamah Agung di kedua negara.
Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung dalam sambutannya menyampaikan bahwa prosedur pemilahan perkara yang diterapkan oleh Mahkamah Agung melalui SK KMA 268 Tahun 2020 terinspirasi oleh praktik seleksi perkara di Hoge Raad Belanda. Oleh karena itu, Ia menyambut baik kegiatan workshop yang langsung mempertemukan Tim Pemilah Perkara MA dengan Tim Seleksi Perkara Hoge Raad. Ketua MA berharap kegiatan ini dapat mendukung implementasi pemilahan perkara di Mahkamah Agung.
Jalannya Workshop
Kegiatan workshop diawali dengan paparan mekanisme pemilahan perkara di Mahkamah Agung oleh Dr. Titiek Tejaningsih, S.H., M.H, pemilah perkara pada Kamar Perdata MA. Berdasarkan presentasi tersebut, Tim Seleksi Perkara Hoge Raad melakukan diskusi dan berbagi pengetahuan serta pengelaman mengenai prosedur seleksi perkara dalam sistem penanganan perkara.
Bahasan yang menjadi topik diskusi yang cukup menarik bagi delegasi Indonesia adalah keberadaan advocate general dan sistem publikasi rekomendasi kepada Hakim Agung serta keterlibatan pihak berperkara.
Presiden Hoge Raad menjelaskan bahwa hakim bersifat independen sehingga tidak terikat dengan rekomendasi tim seleksi perkara. Ia menjelaskan bahwa rekomendasi Tim Seleksi Perkara bersifat akademis sehingga bisa diakses publik. Karena bersifat akademis, rekomendasi Tim Seleksi Perkara menjadi sumber pembelajaran bagi para calon hakim. Bahkan, berdasarkan pengalamannya Calon Hakim lebih sering mengakses hasil rekomendasi tim seleksi perkara daripada putusan pengadilan. Hal ini karena hasil rekomendasi Tim Seleksi Perkara lebih banyak mengandung teori akademis. [an]