PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN GRASI
PENDAHULUAN
Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Grasi, pada dasarnya, pemberian dari Presiden dalam bentuk pengampunan yang berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan putusan kepada terpidana. Dengan demikian, pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim. Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan Presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif Presiden untuk memberikan ampunan. Kendati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.
Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana sebagaimana dimaksud setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa :
- peringanan atau perubahan jenis pidana;
- pengurangan jumlah pidana; atau
- penghapusan pelaksanaan pidana.
DASAR HUKUM
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi
- Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi;
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 tanggal 15 Juni 2016
- Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 213/KMA/SK/XII/2014 tentang Pedoman Sistem Kamar pada Mahkamah Agung
PEMOHON GRASI
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Grasi yang berhak mengajukan grasi adalah
- Terpidana atau kuasa hukumnya;
- Keluarga terpidana, dengan persetujuan terpidana.
- keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana, dalam hal terpidana dijatuhi pidana mati
- Demi kepentingan kemanusiaan dan keadilan, menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat meminta para pihak mengajukan permohonan grasi.
PUTUSAN PEMIDANAAN YANG DAPAT DIAJUKAN PERMOHONAN GRASI
- Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
- Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, penjara seumur hidup, penjara paling rendah 2 (dua) tahun.
JANGKA WAKTU PENGAJUAN
- Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 tanggal 15 Juni 2016, ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 200, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 5150) dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
- Bahwa berdasarkan hal tersebut permohonan grasi yang diajukan sejak lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 tanggal 15 Juni 2016 tidak dibatasi oleh tenggang waktu tertentu.
- Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali (UU 5 Tahun 2010)
PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN GRASI
- Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya, kepada Presiden.
- Salinan permohonan grasi disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.
- Permohonan grasi dan salinannya dapat disampaikan oleh terpidana melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.
- Dalam hal permohonan grasi dan salinannya diajukan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan permohonan grasi tersebut kepada Presiden dan salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan salinannya.
- Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung.
PENANGANAN PERMOHONAN GRASI DI MAHKAMAH AGUNG
- Administrasi permohonan grasi pada Mahkamah Agung dilaksanakan oleh Kepaniteraan Muda Pidana, Kepaniteraan Muda Pidana Khusus dan Kepaniteraan Muda Pidana Militer;
- Kepaniteraan Muda Pidana Militer mengadministrasikan permohonan grasi yang diajukan pemohon yang diadili oleh Pengadilan Militer;
- Kepaniteraan Muda Pidana mengadimistrasikan permohonan grasi yang diajukan oleh pemohon yang diadili oleh Pengadilan Negeri dalam ruang lingkup perkara pidana yang diatur dalam KUHP
- Kepaniteraan Muda Pidana Khusus mengadministrasikan permohonan grasi yang diajukan oleh pemohon yang diadili oleh Pengadilan Negeri dalam ruang lingkup perkara pidana yang diatur di luar KUHP
- Kepaniteraan Muda Perkara akan mendaftarkan permohonan grasi setelah berkas dinyatakan lengkap. Perkara grasi pidana umum didaftarkan dengan struktur nomor perkara XX/MA/Tahun (Contoh 2/MA/2020). Perkara grasi pidana khusus didaftarkan dengan struktur nomor perkara XX SUS/MA/Tahun (contoh 2 SUS/MA/2020). Perkara grasi pidana militer didaftarkan dengan struktur nomor perkara XX M/MA/Tahun ( contoh 2 M/MA/2020)
- Kepaniteraan Muda Perkara meneruskan berkas permohonan grasi kepada Ketua Mahkamah Agung untuk menetapkan hakim agung yang ditunjuk untuk memberikan pertimbangan kepada Ketua Mahkamah Agung dapat mendelegasikan penunjukan hakim agung yang memberikan pertimbangan permohonan grasi kepada Ketua Kamar Pidana atau Ketua Kamar Militer.
- Berdasarkan penetapan/penunjukan Ketua Mahkamah Agung, Kepaniteraan Muda Perkara mendistribusikan berkas perkara kepada Hakim Agung yang bersangkutan.
- Hakim Agung yang ditunjuk memberikan pertimbangan paling lama 3 bulan sejak berkas permohonan grasi didistribusikan kepadanya.
- Lembar pertimbangan hakim agung disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung untuk dipertimbangkan sebagai pertimbangan lembaga;
- Panitera Muda Perkara mengirim pertimbangan yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden RI melalui Sekretariat Negara. Tanggal kirim ke Sekretariat Negara menjadi indikator selesainya tugas/fungsi Mahkamah Agung dalam permohonan grasi.
SISTEM INFORMASI PERKARA
Status penanganan permohonan grasi dapat diakses melalui Sistem Informasi Perkara Mahkamah Agung https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara