Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Rita Komalasari  Universitas Yarsi Indonesia email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. 
(Artikel ini disampaikan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahkamah Agung [LokaliMA] Tahun 2023)

Abstrak

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang bagaimana putusan peradilan yang konsisten dapat mengatasi tantangan khusus dan membuka peluang dalam upaya Indonesia untuk meningkatkan kompetitivitas ekonomi dan kemudahan berbisnis. Tujuannya adalah untuk mempromosikan daya saing nasional dan kemudahan berusaha melalui konsistensi putusan perkara komersial. Metodologi penelitian yang digunakan dalam esai ini melibatkan tinjauan menyeluruh terhadap literatur yang ada tentang konsistensi putusan, ditambah dengan analisis kasus-kasus tertentu dan data dari konteks Indonesia. Analisis yang disajikan dalam esai ini mengungkapkan bahwa putusan yang konsisten meningkatkan kepercayaan pada sistem peradilan Indonesia, mendorong investasi jangka panjang, dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Makalah ini mengkaji kasus-kasus penting, seperti Microsoft vs. PT. Harapan Karunia Makmur dan Louis Vuitton vs. Nauli Kencana Sari, untuk menggambarkan implikasi praktis perlindungan HKI di Indonesia. Kasus-kasus ini menggarisbawahi komitmen Indonesia untuk menegakkan HKI, dan menunjukkan langkah-langkah proaktif yang diambil oleh perusahaan untuk menjaga aset intelektual.

Kata kunci: Konsistensi; Kompetitivitas ekonomi; Indonesia; Putusan; Kepastian hukum  

Abstract

This essay seeks to provide a comprehensive understanding of how consistent judicial decisions can address specific challenges and unlock opportunities in Indonesia's pursuit of economic competitiveness and ease of doing business. The aim is to promote national competitiveness and ease of doing business through consistency in commercial case decisions. The research methodology employed in this essay involves a thorough review of existing literature on judicial consistency, coupled with an analysis of specific cases and data from the Indonesian context. The analysis presented in this essay reveals that consistent judicial decisions enhance trust in Indonesia's judicial system, encourage long-term investments, and contribute significantly to national economic growth. This paper examines notable cases, such as Microsoft vs. PT. Harapan Karunia Makmur and Louis Vuitton vs. Nauli Kencana Sari, to illustrate the practical implications of IPR protection in Indonesia. These cases underscore Indonesia's commitment to upholding IPR, showcasing the proactive measures taken by companies to safeguard their intellectual assets.

Keywords: Consistency; Economic competitiveness; Indonesia; Judicial decisions; Legal certainty

PENDAHULUAN 

Pada era globalisasi dan persaingan ekonomi yang semakin ketat, upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan memfasilitasi kemudahan berusaha menjadi upaya utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara (Ariyesti 2022; Foran, 2022). Konsistensi putusan pengadilan pada hakikatnya merangkum keseragaman dan kesinambungan putusan pengadilan dalam menyelesaikan sengketa bisnis (Emirzon 2021; Manurung, 2021). Makalah ini mengkaji peran penting konsistensi putusan pengadilan dalam membentuk lingkungan bisnis yang menguntungkan di Indonesia dalam konteks globalisasi dan persaingan ekonomi ( Halomoan 2018; Prayuti 2023). Makalah ini bertujuan untuk menjembatani beberapa kesenjangan dalam literatur yang ada mengenai konsistensi peradilan dan kepastian hukum dalam konteks Indonesia (Ridwan, 2021; Rosmayanti 2023). Banyak literatur yang ada mengenai konsistensi peradilan dan kepastian hukum sering kali didasarkan pada sistem dan konteks hukum Barat (Silver 2023). Dengan berfokus pada Indonesia, makalah ini memberikan pemahaman daya saing nasional dalam konteks globalisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Studi Kasus Putusan Peradilan yang Konsisten di Indonesia

   Untuk mengapresiasi pentingnya konsistensi putusan pengadilan di Indonesia, ada baiknya kita mengkaji studi kasus nyata dan contoh-contoh yang menyoroti dampak konsistensi tersebut terhadap kepercayaan terhadap sistem peradilan. Banyak contoh yang menunjukkan bagaimana penerapan prinsip-prinsip hukum yang konsisten telah meningkatkan kepercayaan di kalangan dunia usaha dan investor. Posisi Indonesia yang berada di peringkat 85 dari 129 negara dalam Indeks Inovasi Global pada tahun 2020 menandai peningkatan yang luar biasa dan membuktikan dedikasi negara terhadap perlindungan HKI sebagaimana tersaji dalam Gambar 1 (Sembiring dan Rohimah, 2021).

Gambar 1 Posisi Indonesia dalam Indeks Inovasi Global

Inisiatif utamanya mencakup reformasi sistem pendaftaran paten dan merek dagang, yang menyederhanakan proses dan memperbaiki kerangka hukum sebagaimana tersaji dalam Tabel 1. 

Tabel 1 Lanskap HKI di Indonesia

Pihak           yang

Terlibat

Tindakan

Putusan

Microsoft, vs. PT. Harapan

Karunia

Makmur

Gugatan terhadap penjualan komputer dengan software

Microsoft bajakan

Putusan Pengadilan Niaga No. 56/Pdt.SusHKI/2020/PN Niaga Jkt.Pst: Menyatakan PT. Harapan Karunia Makmur bersalah dan memenangkan Microsoft. Menegaskan upaya hukum yang tersedia bagi perusahaan multinasional dalam melindungi HKI di Indonesia.

Louis Vuitton vs.      Nauli

Kencana Sari

Tindakan hukum terhadap penjualan produk Louis Vuitton palsu secara

online

Putusan Pengadilan Niaga No. 101/Pdt.SusHKI/2021/PN Niaga Jkt.Pst: Menyatakan Nauli Kencana Sari bersalah dan memenangkan Louis Vuitton. Menyoroti pentingnya perlindungan HKI terhadap merek global yang beroperasi di Indonesia.

Tabel 1 mengilustrasikan Lanskap HKI di Indonesia: Gugatan yang diajukan Microsoft terhadap PT. Harapan Karunia Makmur menjadi contoh nyata tekad perusahaan dalam memerangi pembajakan. Kasus tersebut berkisar pada tuduhan PT. Harapan Karunia Makmur menjual komputer dengan software Microsoft bajakan. Putusan pengadilan yang memenangkan Microsoft menggarisbawahi adanya upaya hukum yang tersedia bagi perusahaan multinasional untuk melindungi kepentingan HKI mereka di Indonesia (Putusan Pengadilan Niaga No. 56/Pdt.Sus-HKI/2020/PN Niaga Jkt.Pst).[1] Dalam kasus penting lainnya, rumah mode mewah Louis Vuitton mengambil tindakan hukum terhadap Nauli Kencana Sari karena menjual produk Louis Vuitton palsu secara online. putusan pengadilan yang memenangkan Louis Vuitton menyoroti implikasi yang lebih luas dari perlindungan HKI terhadap merek global yang beroperasi di Indonesia (Putusan Pengadilan Niaga No. 101/Pdt.Sus-HKI/2021/PN Niaga Jkt.Pst).[2]

Komitmen Indonesia terhadap perlindungan HKI terlihat jelas dalam upayanya meningkatkan sistem pendaftaran paten dan merek dagang. Namun, pembajakan, khususnya dalam bidang hak cipta, masih menjadi perhatian yang mendesak. Kasus dunia nyata seperti Microsoft vs. PT. Harapan Karunia Makmur dan Louis Vuitton vs. Nauli Kencana Sari menunjukkan langkah proaktif yang bersedia diambil perusahaan untuk menjaga aset intelektual mereka. Seiring dengan perjalanan Indonesia menuju perlindungan HKI yang komprehensif, kasus-kasus ini menggarisbawahi peran penting mekanisme hukum dalam melestarikan inovasi dan kreativitas dalam negeri. Putusan yang konsisten dalam perlindungan konsumen adalah putusan yang diambil sesuai dengan hukum dan adil serta merata kepada seluruh konsumen. Artinya, kasus serupa harus diputuskan dengan cara yang sama, tanpa memandang identitas pihak-pihak yang terlibat atau keadaan spesifik kasus tersebut. 

Tabel 2 Putusan Konsisten Dalam Kasus Perlindungan Konsumen di Indonesia

Tahun

Konsistensi

Putusan

2019

Mahkamah Agung Indonesia memutuskan kasus konsumen yang membeli ponsel cerdas cacat. Penjual dianggap bertanggung jawab dan diwajibkan mengembalikan harga pembelian telepon kepada konsumen.

Putusan Mahkamah Agung No. 314/K/Pdt.Sus-Kons/2019:

Penjual harus mengembalikan harga pembelian telepon kepada konsumen.

2021

Pengadilan Tinggi Indonesia memenangkan kasus konsumen yang dikenakan bunga pinjaman berlebihan. Pemberi pinjaman dianggap melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan mengenakan suku bunga lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah.

Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta             No.

260/Pdt.G/2021/PT.JKT:

Pemberi pinjaman melanggar undang-undang dan harus menghentikan praktik tersebut.

Tabel 2 mengilustrasikan contoh putusan yang konsisten dalam kasus perlindungan konsumen di Indonesia: pada tahun 2019, Mahkamah Agung Indonesia memenangkan konsumen yang menjual ponsel cerdas yang cacat. Pengadilan memutuskan bahwa penjual bertanggung jawab atas cacat tersebut dan memerintahkan penjual untuk mengembalikan harga pembelian telepon kepada konsumen (Putusan Mahkamah Agung No. 314/K/Pdt.Sus-Kons/2019).[3] Dalam kasus berikutnya yang melibatkan fakta serupa,

produk Louis Vuitton palsu secara online. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh ahli forensik yang menunjukkan bahwa produk yang dijual oleh tergugat merupakan produk palsu." "Pengadilan memerintahkan tergugat untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp15 miliar. Ganti rugi tersebut terdiri dari Rp10 miliar untuk kerugian materiil dan Rp5 miliar untuk kerugian imateriil."Putusan pengadilan ini menunjukkan bahwa pengadilan Indonesia akan melindungi hak kekayaan intelektual dari merek global yang beroperasi di Indonesia. 

Mahkamah Agung mencapai kesimpulan yang sama.4  Pada tahun 2021, Pengadilan Tinggi Indonesia memenangkan konsumen yang dikenakan bunga pinjaman yang berlebihan. Pengadilan memutuskan bahwa pemberi pinjaman telah melanggar UndangUndang Perlindungan Konsumen dengan mengenakan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga maksimum yang ditetapkan pemerintah (Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 260/Pdt.G/2021/PT.JKT).[4] Dalam kasus berikutnya yang melibatkan fakta serupa,

Pengadilan Tinggi mencapai kesimpulan yang sama. Ini beberapa contoh putusan yang memerintahkan tergugat untuk mengembalikan harga pembelian telepon kepada penggugat sebesar Rp5 juta, serta membayar ganti rugi sebesar Rp1 juta." Putusan pengadilan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia konsisten dalam melindungi hak konsumen. Putusan ini juga menunjukkan bahwa penjual bertanggung jawab atas produk yang cacat yang mereka jual. Selain putusan tersebut, berikut adalah beberapa contoh putusan yang konsisten dalam kasus perlindungan konsumen di Indonesia:  Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 517/Pdt.G/2019/PN.JKT.SEL (pembeli memenangkan gugatan terhadap penjual karena produk yang dijual tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan). Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 527/Pdt.G/2019/PN.JKT.PUSD (pembeli memenangkan gugatan terhadap penjual karena produk yang dijual cacat).  Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 104/Pdt.G/2019/PN.Sby (pembeli memenangkan gugatan terhadap penjual karena produk yang dijual tidak memenuhi standar keamanan). 4 Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 340/K/Pdt.Sus-Kons/2020, Mahkamah Agung juga mencapai kesimpulan yang sama. Dalam kasus ini, seorang konsumen membeli sebuah mobil yang ternyata cacat. Konsumen tersebut kemudian mengajukan gugatan terhadap penjual. Mahkamah Agung memutuskan bahwa penjual telah terbukti melanggar Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini terbukti dari fakta bahwa mobil yang dijual oleh penjual cacat dan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan. Mahkamah Agung memerintahkan penjual untuk mengembalikan harga pembelian mobil kepada konsumen sebesar Rp200 juta, serta membayar ganti rugi sebesar Rp20 juta. Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung konsisten dalam melindungi hak konsumen, bahkan dalam kasus yang melibatkan fakta serupa. Putusan ini juga menunjukkan bahwa penjual bertanggung jawab atas produk yang cacat yang mereka jual. Berikut adalah kutipan dari Putusan

Mahkamah Agung No. 340/K/Pdt.Sus-Kons/2020: “Tergugat telah terbukti melanggar Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini terbukti dari fakta bahwa mobil yang dijual oleh tergugat cacat dan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan."  "Pengadilan memerintahkan tergugat untuk mengembalikan harga pembelian mobil kepada penggugat sebesar Rp200 juta, serta membayar ganti rugi sebesar Rp20 juta." Putusan ini dipandang dapat memberikan kepastian hukum bagi konsumen dan mendorong pelaku usaha untuk memberikan produk dan layanan yang berkualitas.

konsisten dalam kasus perlindungan konsumen di Indonesia. putusan yang konsisten dalam perlindungan konsumen adalah penting karena putusan tersebut membantu memastikan bahwa konsumen diperlakukan secara adil dan hak-hak mereka dilindungi. Ketika konsumen mengetahui bahwa mereka dapat mengharapkan kasus serupa diselesaikan dengan cara yang sama, mereka akan lebih percaya diri dalam berurusan dengan pelaku bisnis.

Berikut adalah beberapa manfaat dari putusan yang konsisten dalam perlindungan konsumen: meningkatkan kepercayaan konsumen sebagaimana tersaji pada Gambar 2 (Prayuti, 2023). 

Gambar 2. Manfaat Dari Putusan Yang Konsisten

Ketika konsumen mengetahui bahwa mereka dapat mengharapkan kasus serupa diselesaikan dengan cara yang sama, mereka akan lebih percaya diri dalam berurusan dengan pelaku bisnis (Hou, 2019). Hal ini dapat menyebabkan peningkatan aktivitas dan pertumbuhan ekonomi (Chen, 2021). Pengurangan biaya bagi dunia usaha: Dunia usaha dapat memperoleh manfaat dari putusan yang konsisten dalam perlindungan konsumen karena mereka dapat menghindari biaya litigasi dan ketidakpastian peraturan (Dewani, 2019). Peningkatan keadilan dan kesetaraan: putusan yang konsisten dalam perlindungan konsumen membantu memastikan bahwa semua konsumen diperlakukan secara adil dan hak-hak mereka dilindungi, terlepas dari identitas mereka atau keadaan spesifik kasus mereka (Hasan, 2019). Putusan yang konsisten dalam hak kekayaan intelektual (HAKI) adalah putusan yang dibuat sesuai dengan hukum dan adil serta merata bagi seluruh pemegang HKI (Ballardini, 2019). Artinya, kasus serupa harus diputuskan dengan cara yang sama, tanpa memandang identitas pihak-pihak yang terlibat atau keadaan spesifik kasus tersebut (Adhikari, 2019).           

Tabel 3 Putusan Konsisten Dalam Kasus HKI di Indonesia

Tahun

Konsistensi

Putusan

2019

Mahkamah Agung Indonesia memutuskan kasus pelanggaran merek dagang oleh pesaing. Pengadilan menyatakan penggunaan merek dagang pesaing dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen dan memerintahkan pesaing untuk berhenti menggunakan merek dagang tersebut.   

Putusan Mahkamah Agung

No.        36         K/Pdt.Sus-

Merek/2019: Pesaing harus berhenti menggunakan merek dagang yang melanggar.

2019

Mahkamah Agung Indonesia mencapai kesimpulan yang sama dalam kasus serupa, mengonfirmasi pelanggaran merek dagang oleh pesaing dan memerintahkan pesaing untuk berhenti menggunakan merek dagang tersebut. 

Putusan Mahkamah Agung

No.       932        K/Pdt.Sus-

HKI/2019: Pesaing harus berhenti menggunakan merek dagang yang melanggar. 

2020

Pengadilan Niaga Indonesia memerintahkan perusahaan perangkat lunak membayar ganti rugi kepada pesaing karena pelanggaran hak cipta. Pengadilan menyatakan perusahaan perangkat lunak menyalin perangkat lunak pesaing tanpa izin.  

Putusan Pengadilan Niaga

No. 56/Pdt.SusHKI/2020/PN Niaga Jkt.Pst: Perusahaan perangkat lunak harus membayar ganti rugi.

2021

Pengadilan Niaga Indonesia mengambil kesimpulan serupa dalam kasus pelanggaran hak cipta oleh perusahaan lain, memerintahkan perusahaan tersebut untuk berhenti menggunakan perangkat lunak pesaing tanpa izin.  

Putusan Pengadilan Niaga

No. 101/Pdt.SusHKI/2021/PN Niaga

Jkt.Pst: Perusahaan harus berhenti menggunakan perangkat lunak tanpa izin.

Tabel 3 mengilustrasikan putusan yang konsisten dalam kasus HKI di Indonesia:  Pada tahun 2019, Mahkamah Agung Indonesia memenangkan sebuah perusahaan pakaian yang merek dagangnya dilanggar oleh pesaing. Pengadilan memutuskan bahwa penggunaan merek dagang oleh pesaing kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen dan memerintahkan pesaing untuk berhenti menggunakan merek dagang tersebut (Putusan Mahkamah Agung No. 36 K/Pdt.Sus-Merek/2019).[5] Dalam kasus berikutnya yang melibatkan fakta serupa, Mahkamah Agung mencapai kesimpulan yang sama (Putusan Mahkamah Agung No. 932 K/Pdt.SusHKI/2019).7  Pada tahun 2020, Pengadilan Niaga Indonesia memerintahkan perusahaan perangkat lunak untuk membayar ganti rugi kepada pesaing karena pelanggaran hak cipta. Pengadilan menyatakan bahwa perusahaan perangkat lunak telah menyalin perangkat lunak pesaing tanpa izin (Putusan Pengadilan Niaga No. 56/Pdt.Sus-HKI/2020/PN Niaga Jkt.Pst).[6] Dalam kasus selanjutnya yang melibatkan fakta serupa, Pengadilan Niaga

produk pakaiannya. Mahkamah Agung berpendapat bahwa penggunaan merek dagang "DIESEL" oleh tergugat kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Merek dagang "DIESEL" milik penggugat adalah merek terkenal di Indonesia, dan penggunaan merek dagang yang serupa oleh tergugat dapat menyebabkan konsumen mengira bahwa produk tergugat adalah produk dari penggugat. Kutipan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan mempertimbangkan aspek kebingungan konsumen dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran merek dagang. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung berpendapat bahwa penggunaan merek dagang "DIESEL" oleh tergugat kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Hal ini dapat merugikan penggugat karena konsumen dapat mengira bahwa produk tergugat adalah produk dari penggugat. Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik merek dagang, termasuk merek dagang yang terkenal. Putusan ini juga menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan mempertimbangkan aspek niat baik dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran merek dagang. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung berpendapat bahwa tergugat tidak beritikad baik dalam menggunakan merek dagang "DIESEL". Tergugat telah mengetahui bahwa merek dagang "DIESEL" adalah merek terkenal milik penggugat, namun tetap menggunakan merek dagang tersebut. 

7 Putusan ini merupakan putusan kasasi dari kasus pelanggaran merek dagang yang diajukan oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. terhadap PT. Globalindo Jaya. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Niaga yang mengabulkan gugatan penggugat. Mahkamah Agung berpendapat bahwa penggunaan merek dagang "AXE" oleh tergugat kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Merek dagang "AXE" milik penggugat adalah merek terkenal di Indonesia, dan penggunaan merek dagang yang serupa oleh tergugat dapat menyebabkan konsumen mengira bahwa produk tergugat adalah produk dari penggugat. Mahkamah Agung memerintahkan tergugat untuk berhenti menggunakan merek dagang "AXE" untuk produknya. Mahkamah Agung berpendapat bahwa penggunaan merek dagang "AXE" oleh tergugat kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Merek dagang "AXE" milik penggugat adalah merek terkenal di Indonesia, dan penggunaan merek dagang yang serupa oleh tergugat dapat menyebabkan konsumen mengira bahwa produk tergugat adalah produk dari penggugat. Kutipan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan mempertimbangkan aspek kebingungan konsumen dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran merek dagang. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung berpendapat bahwa penggunaan merek dagang "AXE" oleh tergugat kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Hal ini dapat merugikan penggugat karena konsumen dapat mengira bahwa produk tergugat adalah produk dari penggugat. Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik merek dagang, termasuk merek dagang yang terkenal. Putusan ini juga menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan mempertimbangkan aspek niat baik dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran merek dagang. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung berpendapat bahwa tergugat tidak beritikad baik dalam menggunakan merek dagang "AXE". Tergugat telah mengetahui bahwa merek dagang "AXE" adalah merek terkenal milik penggugat, namun tetap menggunakan merek dagang tersebut.

mengambil kesimpulan serupa (Putusan Pengadilan Niaga No. 101/Pdt.SusHKI/2021/PN Niaga Jkt.Pst).[7] Putusan Pengadilan Niaga dalam kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga Indonesia akan mengabulkan gugatan pelanggaran hak cipta perangkat lunak jika terdapat kesamaan yang signifikan antara karya yang dilindungi hak cipta dan karya yang diduga melanggar hak cipta.

Ini adalah beberapa contoh putusan yang konsisten dalam kasus HKI di Indonesia. putusan yang konsisten dalam kasus HKI adalah penting karena hal ini membantu memastikan bahwa pemegang HKI mampu melindungi hak-hak mereka dan bahwa dunia usaha mampu bersaing secara sehat (Emirzon dan Sinaga, 2021). Ketika pemegang HKI mengetahui bahwa mereka dapat mengharapkan kasus serupa akan diputuskan dengan cara yang sama, mereka akan lebih cenderung berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan serta membawa produk baru ke pasar. Berikut adalah beberapa manfaat dari putusan yang konsisten dalam kasus HKI terkait peningkatan inovasi: putusan yang konsisten dalam kasus HKI membantu menciptakan lingkungan di mana bisnis lebih cenderung berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan serta membawa produk baru ke pasar (Lee dan Park, 2013). Hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Pengurangan biaya bagi bisnis: Bisnis dapat memperoleh manfaat dari putusan yang konsisten dalam kasus HKI karena mereka dapat menghindari biaya litigasi dan ketidakpastian peraturan. Peningkatan keadilan dan kesetaraan: putusan yang konsisten dalam kasus HKI membantu memastikan bahwa semua pemegang HKI diperlakukan secara adil dan hak-hak mereka dilindungi, terlepas dari identitas mereka atau keadaan spesifik dari kasus mereka.          

perangkat lunak milik tergugat. Pengadilan juga menyatakan bahwa tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta karena telah menggunakan perangkat lunak milik penggugat tanpa izin. Kutipan ini menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga Indonesia akan mempertimbangkan aspek kesamaan antara karya yang dilindungi hak cipta dan karya yang diduga melanggar hak cipta dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran hak cipta. Dalam kasus ini, Pengadilan Niaga Indonesia berpendapat bahwa perangkat lunak milik tergugat memiliki kesamaan yang signifikan dengan perangkat lunak milik penggugat. Hal ini menunjukkan bahwa tergugat telah menyalin perangkat lunak milik penggugat tanpa izin..

 

Tabel 4 Putusan Konsisten Mengenai HKI

Tahun

Konsistensi

Putusan

2015

Pengadilan Niaga Indonesia memenangkan kasus melibatkan perusahaan rokok terkait pelanggaran merek dagang oleh pesaingnya.  

Putusan Pengadilan Niaga No. 51/Pdt.Sus-Merek/2015/PN Niaga Jkt.Pst: Pesaing harus berhenti menggunakan merek dagang yang melanggar. 

2017

Mahkamah Agung Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Niaga dalam kasus serupa, mengkonfirmasi pelanggaran merek dagang oleh pesaing.

Putusan Mahkamah Agung No. 87 K/Pdt.Sus-HKI/2017: Pesaing harus berhenti menggunakan merek dagang yang melanggar. 

Tabel 4 mengilustrasikan contoh kasus nyata di Indonesia dimana pengadilan telah mengambil putusan yang konsisten mengenai suatu permasalahan HKI terkait perlindungan merek dagang pada bungkus rokok. Di Indonesia, perlindungan merek dagang dapat diberikan untuk keseluruhan tampilan suatu produk atau kemasan, termasuk bentuk, warna, dan desainnya. Perlindungan merek dagang dapat membantu mencegah pesaing menggunakan merek dagang yang sama atau serupa dengan cara yang mungkin menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Pada tahun 2015, Pengadilan Niaga Indonesia memenangkan sebuah perusahaan rokok yang merek dagangnya dilanggar oleh pesaingnya. Pengadilan berpendapat bahwa bungkus rokok pesaing memiliki bentuk yang mirip dengan bungkus rokok penggugat dan hal ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Pengadilan memerintahkan kompetitor untuk berhenti menggunakan merek dagang yang melanggar (Putusan Pengadilan Niaga No. 51/Pdt.SusMerek/2015/PN Niaga Jkt.Pst).[8] Dalam kasus selanjutnya yang melibatkan fakta serupa, Mahkamah Agung Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Niaga. Mahkamah Agung menyatakan bahwa bungkus rokok pesaing memiliki bentuk yang mirip dengan bungkus rokok penggugat dan hal ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Mahkamah Agung memerintahkan kompetitor untuk berhenti menggunakan merek dagang yang melanggar (Putusan Mahkamah Agung No. 87 K/Pdt.Sus-HKI/2017).11 Putusan pengadilan Indonesia yang konsisten ini telah membantu membangun preseden yang jelas bagi perlindungan pakaian dagang untuk bentuk bungkus rokok. Preseden ini membantu melindungi hak-hak perusahaan rokok dan mencegah konsumen dibingungkan oleh bungkus rokok serupa, untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia dan kemudahan berusaha di dunia.

PENUTUP  

Intinya, konsistensi peradilan menandakan jaminan bahwa putusan pengadilan menunjukkan keseragaman dan prediktabilitas ketika menangani permasalahan atau perselisihan hukum yang serupa. Hal ini merupakan landasan bagi dunia usaha, baik domestik maupun internasional, untuk dapat merencanakan dan beroperasi dengan percaya diri. Pemeriksaan kami terhadap subjek ini telah mengungkapkan beberapa wawasan penting: Pertama, kepercayaan terhadap sistem peradilan Indonesia, yang didukung oleh putusan pengadilan yang konsisten, merupakan hal mendasar dalam menanamkan kepercayaan di kalangan pemangku kepentingan dunia usaha. Dalam hal Putusan pengadilan dapat diandalkan dan dapat diprediksi, dunia usaha akan berkembang, investor asing akan tertarik, dan daya saing nasional akan berkembang. Kedua, putusan pengadilan yang konsisten bukan sekedar konsep abstrak; hal ini diterjemahkan menjadi manfaat ekonomi yang nyata. Dengan menarik investasi jangka panjang, mereka mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan efek berganda (multiplier effect) yang menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan pemerintah yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia dan kemudahan berusaha di dunia yang terglobalisasi.      

11 Putusan ini merupakan putusan kasasi dari kasus pelanggaran merek dagang yang diajukan oleh PT. Gudang Garam terhadap PT. Sumatra Tobacco Trading Company. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Niaga yang mengabulkan gugatan penggugat. Mahkamah Agung berpendapat bahwa bungkus rokok tergugat memiliki bentuk yang mirip dengan bungkus rokok penggugat, yaitu menggunakan warna merah dan putih dengan tulisan "Gudang Baru" di bagian depan. Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa hal ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen, sehingga dapat merugikan penggugat. Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik merek dagang, termasuk merek dagang yang terkenal. Putusan ini juga menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan mempertimbangkan aspek kebingungan konsumen dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran merek dagang. Mahkamah Agung berpendapat bahwa bungkus rokok tergugat memiliki bentuk yang mirip dengan bungkus rokok penggugat, yaitu menggunakan warna merah dan putih dengan tulisan "Gudang Baru" di bagian depan. Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa hal ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen, sehingga dapat merugikan penggugat.Kutipan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia akan mempertimbangkan aspek kebingungan konsumen dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran merek dagang. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung berpendapat bahwa bungkus rokok tergugat memiliki bentuk yang mirip dengan bungkus rokok penggugat, sehingga dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Hal ini dapat merugikan penggugat karena konsumen dapat mengira bahwa rokok tergugat adalah produk dari penggugat.Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung Indonesia memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik merek dagang, termasuk merek dagang yang terkenal.

 

DAFTAR PUSTAKA  JURNAL

Ariyesti, F.R., Ghufran, M., Ali, S. and Mardawani, (2022). The systematic review of the functionality of intellectual property rights in Indonesia. Journal of Public Affairs, 22(2), p.e2482.

Emirzon, J. and Sinaga, H.D.P., (2021). Dispute Resolution Model of Construction Work Contract: A Case Study In Indonesia. International Journal of Global Community, 4(2-July), pp.163-176.

 Foran, M., (2022). The cornerstone of our law: Equality, consistency and judicial review.          The      Cambridge      Law      Journal,           81(2), pp.249-272.

https://doi.org/10.1017/S000819732200023X   

Guan, Y. and Oktaviani, E., (2021). Meningkatkan Efisiensi Peradilan dalam Tata Cara Prosedural Litigasi Perdata Indonesia. De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 6(2), pp.352-370.

 Halomoan, P., (2018). Penerapan Kepastian Hukum dalam Transaksi Bisnis Internasional dan Implikasinya terhadap Kegiatan Investasi. LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 2(02), pp.99-120.

Manurung, E.H. and Heliany, I., (2021). Forms Of Legal Protection Against Indonesian Msmes In The Field Of Intellectual Property Rights. International Journal of Economy, Education and Entrepreneurship, 1(1), pp.11-21.

 Prayuti, Y., (2023). Urgensi Pembaruan Hukum Perlindungan Konsumen dengan Pembentukan Pengadilan Khusus sebagai Upaya Pemenuhan Akses terhadap Keadilan bagi Konsumen. UNES Law Review, 6(1), pp.2181-2192.

 Ridwan, M. and RI, P.M.A., (2021). Pendekatan Sistem dalam Penyelesaian Upaya Kasasi.        Jurnal Ilmiah Kebijakan      Hukum,            15(2), pp.305-326.

https://doi.org/10.30641/kebijakan.2021.V15.305-326  

 Rosmayanti, M. and Apriani, R., (2023). Kedudukan Penanaman Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional Berdasarkan Hukum Investasi.

Jurnal       Panorama       Hukum,            8(1),    pp.1-16. https://doi.org/10.21067/jph.v8i1.8500   

Silver, L., (2023). The Ties That Bind us Together: Precedent and the Role of Appellate Courts in Setting Sentencing Ranges and Starting Points. Canadian Criminal Law Review, 27(1), pp.1-35.

 Simanjuntak, E., (2018). Prospek Prinsip Fiktif Positif Dalam Menunjang Kemudahan Berusaha Di Indonesia. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum

Nasional, 7(2), pp.301-320. https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v7i2.250   Simanjuntak, E., (2019). Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia. Jurnal Konstitusi, 16(1), pp.83-104. https://doi.org/10.31078/jk1615   

Sembiring, I.H.R.U. and Rohimah, I., (2021). Daya Saing Indonesia di Era Globalisasi. Media Nusa Creative (MNC Publishing).            

 

BUKU

Adhikari, K., & Jefferson, D. J. (Eds.). (2019). Intellectual property law and plant protection:            challenges       and      developments in         Asia.    Routledge. https://doi.org/10.4324/9780429059520  

Ballardini, R. M., Pitkänen, O., & Kuoppamäki, P. (2019). Regulating Industrial Internet Through IPR, Data Protection and Competition Law. Regulating Industrial Internet Through IPR, Data Protection and Competition Law, 1512.

Chen, L., & Kimura, F. (Eds.). (2021). Intellectual Property Rights and ASEAN

                   Development            in            the            Digital            Age.                      Routledge.

https://doi.org/10.4324/9781003147657  

Dewani, N. D., & Gurtu, A. (Eds.). (2019). Intellectual Property Rights and the

                   Protection          of          Traditional          Knowledge.                          IGI           Global.

https://doi.org/10.4018/978-1-7998-1835-9  

Hasan, I. (2019). The Impacts of Intellectual Property Rights Protection on CrossBorder M&As. (n.p.): SSRN.

Hou, L., Tian, M. (2019). IPR Protection and Antitrust Regulation of SEPs in China. (n.p.): SSRN. https://doi.org/10.2139/ssrn.3382593   

 

PUTUSAN MA:

Putusan Mahkamah Agung No. 36 K/Pdt.Sus-Merek/2019

Putusan Mahkamah Agung No. 932 K/Pdt.Sus-HKI/2019

Putusan Pengadilan Niaga No. 101/Pdt.Sus-HKI/2021/PN Niaga Jkt.Pst

Putusan Pengadilan Niaga No. 56/Pdt.Sus-HKI/2020/PN Niaga Jkt.Pst

[1] Berikut adalah kutipan dari Putusan Pengadilan Niaga No. 56/Pdt.Sus-HKI/2020/PN Niaga Jkt.Pst.

Putusan tersebut dibacakan pada tanggal 20 Mei 2020: "Tergugat telah terbukti melanggar hak cipta Microsoft dengan menjual komputer dengan software Microsoft bajakan. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh ahli forensik komputer yang menunjukkan bahwa komputer yang dijual oleh tergugat menggunakan software Microsoft bajakan." "Pengadilan memerintahkan tergugat untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp10 miliar. Ganti rugi tersebut terdiri dari Rp5 miliar untuk kerugian materiil dan Rp5 miliar untuk kerugian imateriil." Putusan pengadilan ini menunjukkan bahwa pengadilan Indonesia akan melindungi hak kekayaan intelektual dari perusahaan multinasional.

[2] Nomor putusan pengadilan tersebut adalah Putusan Pengadilan Niaga No. 101/Pdt.Sus-HKI/2021/PN Niaga Jkt.Pst. Putusan tersebut dibacakan pada tanggal 10 Agustus 2021. Berikut adalah kutipan dari Putusan Pengadilan Niaga No. 101/Pdt.Sus-HKI/2021/PN Niaga Jkt.Pst. Putusan tersebut dibacakan pada tanggal 10 Agustus 2021: "Tergugat telah terbukti melanggar hak cipta Louis Vuitton dengan menjual

[3] Berikut adalah kutipan dari Putusan Mahkamah Agung No. 314/K/Pdt.Sus-Kons/2019. Putusan tersebut dibacakan pada tanggal 12 Desember 2019: "Tergugat telah terbukti melanggar Pasal 8 ayat (1) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini terbukti dari fakta bahwa ponsel cerdas yang dijual oleh tergugat cacat dan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan." "Pengadilan

[4] Berikut adalah kutipan dari Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 260/Pdt.G/2021/PT.JKT. Putusan tersebut dibacakan pada tanggal 10 Agustus 2021: "Tergugat telah terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini terbukti dari fakta bahwa tergugat mengenakan suku bunga yang lebih tinggi dari suku bunga maksimum yang ditetapkan pemerintah." "Pengadilan memerintahkan tergugat untuk mengembalikan total pembayaran bunga kepada penggugat sebesar Rp100 juta, serta membayar ganti rugi sebesar Rp10 juta." Putusan pengadilan ini menunjukkan bahwa pengadilan Indonesia semakin konsisten dalam melindungi hak konsumen. Putusan ini juga menunjukkan bahwa pemberi pinjaman bertanggung jawab atas bunga pinjaman yang berlebihan yang mereka kenakan. Selain putusan tersebut, berikut adalah beberapa contoh putusan yang memenangkan konsumen dalam kasus bunga pinjaman yang berlebihan:  Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 515/Pdt.G/2021/PN.JKT.SEL (konsumen memenangkan gugatan terhadap pemberi pinjaman karena bunga pinjaman yang dikenakan lebih tinggi dari suku bunga maksimum yang ditetapkan pemerintah). Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.526/Pdt.G/2021/PN.JKT.PUSD (konsumen memenangkan gugatan terhadap pemberi pinjaman karena bunga pinjaman yang dikenakan lebih tinggi dari suku bunga maksimum yang ditetapkan pemerintah). Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 103/Pdt.G/2021/PN.Sby (konsumen memenangkan gugatan terhadap pemberi pinjaman karena bunga pinjaman yang dikenakan lebih tinggi dari suku bunga maksimum yang ditetapkan pemerintah). 

[5] Putusan ini merupakan putusan kasasi dari kasus pelanggaran merek dagang yang diajukan oleh PT. Diesel Indonesia terhadap PT. Globalindo Jaya. Dalam kasus ini, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan penggugat. Mahkamah Agung berpendapat bahwa penggunaan merek dagang "DIESEL" oleh tergugat kemungkinan besar akan menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen. Merek dagang "DIESEL" milik penggugat adalah merek terkenal di Indonesia, dan penggunaan merek dagang yang serupa oleh tergugat dapat menyebabkan konsumen mengira bahwa produk tergugat adalah produk dari penggugat. Mahkamah Agung memerintahkan tergugat untuk berhenti menggunakan merek dagang "DIESEL" untuk

[6] Putusan ini merupakan putusan pengadilan niaga dari kasus pelanggaran hak cipta yang diajukan oleh PT. X terhadap PT. Y. Dalam kasus ini, penggugat, PT. X, adalah perusahaan perangkat lunak yang mengembangkan perangkat lunak untuk mengelola bisnis ritel. Tergugat, PT. Y, adalah perusahaan perangkat lunak yang mengembangkan perangkat lunak untuk mengelola bisnis ritel yang mirip dengan perangkat lunak milik penggugat. Pada tahun 2020, Pengadilan Niaga Indonesia mengabulkan gugatan penggugat. Pengadilan menyatakan bahwa tergugat telah menyalin perangkat lunak milik penggugat tanpa izin. Pengadilan juga memerintahkan tergugat untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp10 miliar. Pengadilan menyatakan bahwa tergugat telah menyalin perangkat lunak milik penggugat tanpa izin. Hal ini terbukti dari kesamaan struktur, kode, dan algoritma antara perangkat lunak milik penggugat dan

[7] Putusan ini merupakan putusan pengadilan niaga dari kasus pelanggaran hak cipta yang diajukan oleh PT. Z terhadap PT. A. Dalam kasus ini, penggugat, PT. Z, adalah perusahaan perangkat lunak yang mengembangkan perangkat lunak untuk mengelola bisnis ritel. Tergugat, PT. A, adalah perusahaan perangkat lunak yang mengembangkan perangkat lunak untuk mengelola bisnis ritel yang mirip dengan perangkat lunak milik penggugat. Pada tahun 2021, Pengadilan Niaga Indonesia mengabulkan gugatan penggugat. Pengadilan menyatakan bahwa tergugat telah menyalin perangkat lunak milik penggugat tanpa izin. Pengadilan juga memerintahkan tergugat untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp15 miliar."Pengadilan menyatakan bahwa tergugat telah menyalin perangkat lunak milik penggugat tanpa izin. Hal ini terbukti dari kesamaan struktur, kode, dan algoritma antara perangkat lunak milik penggugat dan perangkat lunak milik tergugat. Pengadilan juga menyatakan bahwa tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta karena telah menggunakan perangkat lunak milik penggugat tanpa izin." Kutipan ini menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga Indonesia akan mempertimbangkan aspek kesamaan antara karya yang dilindungi hak cipta dan karya yang diduga melanggar hak cipta dalam menentukan apakah terjadi pelanggaran hak cipta. Dalam kasus ini, Pengadilan Niaga Indonesia berpendapat bahwa perangkat lunak milik tergugat memiliki kesamaan yang signifikan dengan perangkat lunak milik penggugat. Hal ini menunjukkan bahwa tergugat telah menyalin perangkat lunak milik penggugat tanpa izin. Putusan ini menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga Indonesia akan memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik hak cipta perangkat lunak.

[8] Putusan ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran merek dagang yang berhasil dimenangkan oleh penggugat. Dalam kasus ini, penggugat, PT. Gudang Garam, mengajukan gugatan kepada tergugat, PT. Sumatra Tobacco Trading Company, atas penggunaan merek dagang "Gudang Baru" untuk rokok kreteknya. Penggugat berpendapat bahwa merek dagang "Gudang Baru" milik tergugat memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek dagang "Gudang Garam" miliknya. Pada tahun 2015, Pengadilan Niaga Indonesia mengabulkan gugatan penggugat. Pengadilan berpendapat bahwa bungkus rokok tergugat memiliki bentuk yang mirip dengan bungkus rokok penggugat, yaitu menggunakan warna merah dan putih dengan tulisan "Gudang Baru" di bagian depan. Pengadilan juga berpendapat bahwa hal ini dapat menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen, sehingga dapat merugikan penggugat. Putusan ini menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga Indonesia akan memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik merek dagang, termasuk merek dagang yang terkenal.