Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

JAKARTA | (23/5/2025) - Mahkamah Agung menggelar kegiatan bertajuk pembinaan administrasi dan teknis yudisial bagi hakim di lingkungan peradilan umum se-Jakarta, Jum’at 23 Mei 2025, bertempat di Gedung MA, Jakarta.  Dalam kegiatan tersebut,   Ketua MA, Sunarto, menyampaikan enam hal, untuk menjadi renungan  bagi seluruh jajaran pengadilan, khususnya para pimpinan dan hakim pengadilan tinggi maupun pengadilan negeri se-Jakarta.

Para Ketua, Wakil dan Hakim Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri se-Jakarta juga mendapatkan pembekalan bidang administrasi dan teknis yudisial dari  Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Ketua Kamar Pengawasan, Ketua Kamar Pembinaan, Ketua Kamar Perdata dan Ketua Kamar Pidana. Para pimpinan MA tersebut memberikan materi pembekalan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

“Dalam kesempatan ini Saya ingin menyampaikan beberapa hal    sebagai    renungan    bersama    agar    kedepan    kita    dapat menjalankan tugas dengan penuh amanah dan tanggung jawab”, ujar Ketua MA mengawali pengarahannya.

Beberapa hal yang oleh Ketua MA disebut sebagai bahan renungan bersama adalah enam pokok pemikiran yaitu pengadilan dibentuk untuk ikut mewujudkan tunjuan bernegara, kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan tereduksi judicial corruption,  pelayanan peradilan harus bernilai transendental,  hakim harus menjunjung tinggi etika profesi,  promosi dan mutasi tidak berdasarkan rasa tapi berdasarkan data,  dan kekuasaan kehakiman bersumber dari kepercayaan publik.

Pertama, Pengadilan Dibentuk untuk Ikut Mewujudkan Tujuan Bernegara

 “Saya ingin kita semua selalu mengingat dengan tujuan dibentuknya lembaga peradilan, yaitu untuk ikut mewujudkan   tujuan   bernegara   sebagaimana   disebut   dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”, kata Ketua MA.

Tujuan bernegara yang pertama, kata Ketua MA, adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan memenuhi hak-hak warga negara. Sebagai negara  demokasi,  rakyat  memiliki  hak  asasi  sebagai  manusia, salahsatunya mendapat perlindungan hukum yang sama.

Dikatakan Ketua MA,  tujuan  bernegara  yang  kedua  yaitu Memajukan   Kesejahteraan   Umum, Menurut Ketua MA,    hal   ini   dapat   diartikan dengan memberikan pelayanan terbaik dengan cara membangun kesadaran   kolektif   bahwa   untuk   mewujudkan   kesejahteraan umum perlu disiapkan mental melayani (to serve), bukan dilayani (to be served). 

Kemudian tujuan bernegara ketiga, imbuh Ketua MA, adalah Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.   Dalam konteks penyelenggaraan peradilan implementasi tujuan bernegara yang ketiga ini  menurut Ketua MA adalah dengan membangun kualitas dan integritas aparatur peradilan dengan menyelenggarakan berbagai pelatihan guna melahirkan Sumber Daya Manusia yang dapat menggerakkan roda birokrasi peradilan. Selain itu, kata Ketua MA,  proses perekrutan sejak calon pegawai hingga pimpinan peradilan dilakukan secara terbuka.

“Untuk calon pimpinan pengadilan telah dilengkapi dengan mekanisme fit and proper test yang terukur dan transparan     dengan     melibatkan     lembaga     eksternal     yang independen” jelas Ketua MA.

Semantara itu, untuk tujuan bernegara yang keempat yaitu Menjaga Ketertiban Dunia, jika dikaitkan dengan konteks lembaga peradilan,  maka  sistem  distribusi  keadilan  dalam  rangka penegakan   hukum   harus   menjamin   terwujudnya   ketertiban nasional dan internasional. 

“Oleh karena itu, setiap penyelenggara Negara, termasuk di dalamnya Hakim sebagai manifestasi Negara di hadapan rakyat, wajib  mengusahakan  terwujudnya  ketiga  tujuan  pembentukan negara tersebut”, harap Ketua MA.

Kedua, Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Peradilan Tereduksi Judicial Corruption

Menurut Ketua Mahkamah Agung, saat  ini  lembaga  peradilan  yang  kita  cintai   sedang berhadapan dengan tantangan kepercayaan publik (public   trust)  yang  terreduksi  akibat  perbuatan  judicial  corruption  oleh  segelintir orang.

Ketua MA mengingatkan  fakta  bahwa secara  sosioligis, perbuatan korupsi dapat terjadi karena bertemunya tiga hal yaitu kebutuhan  (needs),  keserakahan  (greed),  dan  juga  kesempatan (chance).

Sehubungan dengan hal tersebut, Ketua MA mengajak warga peradilan untuk memegang teguh visi dan misi  Mahkamah Agung.

“Untuk memompa semangat kebersamaan dan jiwa korps kita, Saya perlu menyampaikan bahwa dalam menjalankan tugas, kita harus memegang teguh pedoman yang telah digariskan dalam Visi   Mahkamah   Agung   yaitu   Terwujudnya   Badan   Peradilan Indonesia yang Agung", kata Ketua MA

Untuk  mencapai  visi  tersebut,  lanjut Ketua MA,  kita  telah  diberikan petunjuk berupa empat misi yaitu: 1) menjaga kemandirian badan peradilan, 2) memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan, 3) meningkatkan   kualitas   kepemimpinan,   dan   4)   meningkatkan kredibilitas serta transparansi badan peradilan.

Ketiga,  Pelayanan Peradilan  Harus Bernilai Transendental

Ketua Mahkamah Agung mengajak warga peradilan untuk meningkatkan pelayanan publik yang bernilai transendental. Menurut Ketua MA, ada empat kategori pelayanan pulik , yaitu: kesatu,  pelayanan    transaksional,    dimana    pemberian    layanan dilakukan karena ada transaksi antara pemberi dan penerima layanan;  kedua,  pelayanan  semu,  dilakukan  dengan  prinsip  asal  selesai  tanpa  mempertimbangkan apakah sesuai dengan SOP atau tidak;  ketiga,  pelayanan  pragmatis,  hanya  menyelesaikan  pekerjaan  tanpa dibarengi dengan nilai transendental; dan keempat,  pelayanan berkarakter, diberikan dengan menyertakan nilai transendental  sehingga  pekerjaan  dilakukan  dengan  tulus ikhlas dan bernilai ibadah. .

“Dari keempat kategori pelayanan tersebut, mari kita berupaya  semaksimal  mungkin  untuk  menghadirkan  pelayanan berkarakter di lembaga peradilan yang kita cintai ini” ajak Ketua MA.

Keempat,  Hakim Wajib Menjunjung Tinggi Etika Profesi

Ketua MA berharap agar  para hakim senantiasa menjunjung tinggi  etika  profesi  sebagaimana  termuat  dalam  Kode  Etik  dan Pedoman Perilaku Hakim.

Ketua MA menjelaskan bahwa dalam upaya menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Mahkamah Agung juga melaksanakan fungsi pengawasan dengan tiga pendekatan.

Pertama, pendekatan preemtif yang dijalankan dengan program-program peningkatan kapasitas (pelatihan)  dan  peningkatan  kesejahteraan.   Kedua,  pendekatan  preventif, dilakukan dengan pemantauan persidangan dan pemantauan terhadap hakim tertentu secara rutin atau insidental,   dan   ketiga,   pendekatan   represif   yang   dijalankan   dengan program pemanggilan dan pemeriksaan, serta penjatuhan sanksi.

Kelima,  Mutasi dan Promosi Tidak atas Dasar Rasa tapi Berdasarkan Data

Ketua MA menegaskan bahwa mutasi dan promosi tidak atas dasar rasa tapi berdasarkan data.

“Promosi jabatan seyogyanya dilakukan berbasis kapabilitas dan integritas, tidak semata senioritas”, tegas Ketua MA.

Promosi jabatan berbasis kapabilitas dapat mendatangkan dampak positif antara lain: 1) kinerja yang lebih baik, 2) pengembangan   karir,   dan   3)   meminimalisir   tingkat   bongkar pasang (turnover). 

Menurut Ketua MA, selain kapabilitas, pengisian jabatan juga akan dilakukan berbasis integritas. Salah satu indikator yang paling sering disebutkan  sebagai  representasi  sifat  orang  yang  berintegritas adalah kejujuran. 

Meskipun  senioritas bisa menjadi salah satu faktor yang menunjukkan pengalaman, namun tidak menjamin kualitas kepemimpinan atau kesiapan untuk memimpin.

“ Oleh sebab itu, promosi jabatan berbasis kapabilitas dan integritas memberikan peluang yang lebih besar untuk memiliki pemimpin yang efektif dan adil”, kata Ketua MA.

Keenam,  Kekuasaan Kehakiman Bersumber dari Kepercayaan Publik

Ketua MA menegaskan kembali pentingnya public trust. Saat ini,  kata Ketua MA,  lembaga peradilan masih menghadapi tantangan kepercayaan publik dan kewibawaan institusi. Tantangan    ini    bersumber    pada    aspek    kepemimpinan    dan integritas.  Pimpinan Mahkamah Agung sepakat untuk terus berupaya menuntaskan permasalahan tersebut.

“Mari kita wujudkan pondasi kelembagaan  yang  lebih  kuat  agar  dapat  dipercaya  publik  dan kelak kita bisa meninggalkan legacy peradilan yang lebih efektif, independen, dan berwibawa”, ungkap Ketua MA.

Ketua MA  menegaskan bahwa fondasi kekuasaan kehakiman adalah kepercayaan publik.

“Kekuasaan kehakiman yang kita miliki saat ini bersumber dari kepercayaan publik. Tanpa kepercayaan, putusan  kita  hanya  akan  menjadi  teks  hukum  yang  tidak bermakna bagi masyarakat.” Pungkas Ketua MA. (an)