Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

JAKARTA | (27/5) - Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) meluncurkan hasil penelitian bertajuk “Simetri Publik dan Privasi :  Menyeimbangkan Perlindungan Data Pribadi dan Keterbukaan Informasi Publik dalam Publikasi Putusan”, Selasa (27/5), di Grand Mercure Hotel, Jakarta. Seremoni Launching diawali dengan  pemaparan singkat oleh Peneliti yang diwakili oleh  Sheviraa Danmadiyah . Hasil penelitian tersebut selanjutnya ditanggapi oleh empat  penanggap, yaitu:  Asep Nursobah (Mahkamah Agung),  Indriaswati Dyah Saptaningrum, S.H., LL.M., Ph.D (Staf Ahli Wakil Menteri Komunikasi dan Digital), Dr. Iur. Sih Yuliana Wahyuningtyas, S.H., M.Hum (Akademisi UNIKA Atmajaya, Jakarta) dan Parasurama Pamungkas (Peneliti ELSAM).

Peluncuran tersebut dihadiri oleh perwakilan Kepaniteraan Mahkamah Agung, Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung,  para Ketua dan Panitera Pengadilan Tingkat pertama se-Jakarta Raya. Hadir pula beberapa perwakilan dari organisasi masyarakat sipil.

Dalam paparannya,   Peneliti  LeIP  Sheviraa Danmadiyah,  mengungkapkan  penelitian SImetri Publik dan Privasi ini berfokus pada tiga pertanyaan penelitian,  yaitu : 1. Bagaimana konsep, pengaturan, dan praktik pelindungan data pribadi di lingkungan  pengadilan?  2. Bagaimana titik singgung pelindungan data pribadi dan keterbukaan informasi publik di lingkungan pengadilan? dan 3. Bagaimana menyeimbangkan pelindungan data pribadi dan keterbukaan informasi publik di  lingkungan pengadilan?

Hasil penelitian  menunjukkan  bahwa secara umum, pengadilan telah cukup baik dalam melakukan pengaburan data pribadi dalam dokumen putusan. Dari 66 (enam puluh enam) putusan yang dikumpulkan dan dianalisis, lebih dari setengah jumlah putusan pada tiap kategori perkara dan tingkatan telah melakukan pengaburan data pribadi. Meskipun, pengaburan tersebut masih banyak yang dilakukan secara sebagian, mayoritas informasi yang masih belum dikaburkan adalah nomor dokumen pada bukti surat, seperti nomor akta perkawinan, nomor dokumen visum et repertum, nomor akta kelahiran, dan nomor akta kematian;

Dalam penelitian ditemukan meskipun pengadilan telah melakukan pengaburan yang cukup baik dalam dokumen putusan, data-data pribadi pada katalog Direktori Putusan masih terbuka.

“Padahal, mengacu pada SK KMA 2-144/2022, pengaburan informasi data pribadi tertentu seharusnya tidak hanya dilakukan pada dokumen putusan, tetapi juga pada sistem informasi perkara dan sistem informasi lainnya yang digunakan secara publik oleh pengadilan”, tulisnya dalam bagian Kesimpulan.

Hasil penelitian juga  menyebutkan bahwa pengadilan belum memiliki parameter dalam merespons mekanisme komplain–apakah dikaburkan atau dihapus (takedown). Secara praktik, apabila terdapat komplain yang masuk, pengadilan akan merespons dengan pengaburan apabila komplain tersebut terkait dengan perkara-perkara yang menurut SK KMA No. 2-144/2022 harus dikaburkan. Lalu, opsi tidak mempublikasikan  nformasi/ dokumen ke laman pengadilan biasanya digunakan  sebagai pilihan terakhir apabila putusan yang sudah dikaburkan sekalipun, masih memungkinkan data pribadi para pihak terbuka. Dalam waktu ke depan, pengadilan perlu membangun parameter untuk hal tersebut;

Hal  lain yang menjadi  simpulan penelitian bahwa terdapat dua prinsip utama untuk menyeimbangkan kepentingan publik dengan pelindungan data pribadi dalam publikasi salinan putusan, yaitu:

a. Pertimbangan pada kepentingan publik, seperti akses salinan putusan yang wajib tersedia setiap saat bagi masyarakat untuk keperluan pengetahuan publik atas penanganan perkara;

b. Sifat dan relevansi informasi data pribadi dalam salinan putusan, seperti seberapa perlu  masyarakat mengetahui data pribadi pihak berperkara dalam suatu penanganan perkara.

Pertimbangan terhadap dua prinsip ini, kata Peneliti,  berpengaruh pada transparansi proses peradilan, konsistensi putusan pengadilan, hingga minimalisasi dampak dan risiko publikasi terhadap kehidupan pribadi orang yang bersangkutan. Dengan mengikuti dua prinsip tersebut, pengadilan tetap dapat memenuhi kewajibannya dalam mempublikasi putusan dan melindungi data pribadi secara seimbang.

Tanggapan  Kepaniteraan

Kepaniteraan Mahkamah Agung sebagai pengelola Direktori Putusan, melalui Koordinator Data dan Informasi Kepaniteraan, menyampaikan  apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap penelitian yang dilakukan oleh LeIP,  Menurutnya,  hasil penelitian  ini dapat menjadi masukan bagi Mahkamah Agung dalam menyusun kebijakan di bidang pelayanan informasi di pengadilan.

“MA telah menerbitkan tiga aturan yang berkaitan dengan keterbukaan informasi. Pertama,  SK KMA 144/2007 yang lahir satu tahun lebih cepat dari UU KIP. Kedua,  SK KMA 1-144/2011, diterbitkan untuk menyesuaikan norma sebelumnya dengan UU KIP, dan Ketiga, SK KMA 2-144/2022 yang lahir untuk menyesuaikan dengan beberapa regulasi  terbaru yang berkaitan  dengan keterbukaan informasi. Dengan  diundangkannya UU Perlindungan Data Pribadi, perlu diterbitkan aturan yang mengatur keterbukaan informasi dan perlindungan data pribadi, seperti yang diangkat dalam penelitian LeIP ini”,  ujar Koordinator Data dan Informasi Kepaniteraan. 

Berkaitan dengan  isu Data Pribadi,  Koordinator Data dan Informasi menyebutkan bahwa Badan Peradilan dalam melaksanakan tugasnya diperintahkan untuk merekam dan mencatat data pribadi.  Hal ini berbeda dengan pemrrosesan data pribadi yang dilakukan oleh e-Commerce.

“Dalam KUHAP ditentukan bahwa  Hakim memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya. Register tersebut memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa. Data-data tersebut dalam perspektif UU PDP adalah  termasuk dalam kualifikasi data pribadi yang bersifat umum”,  terang Kordatin

Lebih lanjut dijelaskan bahwa,  data pribadi tersebut  wajib dimuat dalam putusan. Sedangkan putusan wajib diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

Dalam konteks keterbukaan informasi,  putusan  bukan merupakan informasi yang dikecualikan. Oleh karena itu, dalam regulasi  Mahkamah Agung ditentukan bahwa  pengadilan wajib mempublikasikan putusan baik yang  belum berkekuatan hukum   tetap maupun yang telah  memperoleh kekuatan hukum tetap.

“Dengan  demikian membuka informasi  pribadi yang melekat dalam putusan pengadilan adalah perintah undang-undang”, ujar Kordatin.

Berkaitan dengan  perlindungan data pribadi dalam putusan yang wajib dipublikasikan, Mahkamah Agung telah menerapkan kebijakan pengaburan informasi (anonimisasi). Dalam SK KMA tentang keterbukaan informasi diatur bahwa sebelum putusan dipublikasikan, untuk perkara-perkara yang mengandung privasi dan/atau persidangannya dilakukan secara tertutup, wajib dilakukan anonimisasi sebelum putusan tersebut dipublikasikan. Kebijakan ini merupakan langkah menyeimbangkan keterbukaan informasi dan perlindungan data pribadi.

Menanggapi temuan penelitian bahwa  katalog atau  Cover Sheet Direktori Putusan  masih memuat informasi nama pihak meskipun dokumen  salinan putusannya  sudah dikaburkan, menurut Kordatin, hal tersebut dikarenakan sumber datanya dari SIPP yang belum dianonim.

“Catatan amar dalam Direktori Putusan diambil melalui mekanisme  Application Programming Interface dari Aplikasi SIPP. Yang tampil dalam catatan amar, itulah data yang ada di SIPP. Oleh kerena itu perlu dilakukan perubahan sistem atau  perubahan prosedur input data dalam SIPP”, ujarnya.

Rekomendasi

Penelitian yang berjudul “Simetri Publik dan Privasi :  Menyeimbangkan Perlindungan Data Pribadi dan Keterbukaan Informasi Publik dalam Publikasi Putusan” memberikan  beberapa rekomendasi, diantaranya:

1. Sistem publikasi putusan yang ideal dapat diwujudkan dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Pengadilan dapat mempublikasikan putusan-putusannya secara luas, termasuk melalui situs web Direktori Putusan, sebagai bentuk pelaksanaan keterbukaan informasi publik dan pemenuhan hak para pihak dan publik untuk dapat mengakses putusan pengadilan. Namun, pengadilan harus menganonimisasi seluruh data pribadi pihak-pihak yang terlibat dalam perkara sebagai bentuk perlindungan atas data pribadi dan hak privasi  pihak-pihak tersebut;

b. Dalam kondisi-kondisi tertentu, hakim berwenang memerintahkan untuk mengungkap  atau tidak menganonimisasi data pribadi terdakwa dalam putusan yang dipublikasikan. Data pribadi terdakwa yang dapat diungkap hanyalah data-data pribadi yang diperbolehkan tercantum dalam putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan. Tujuannya adalah memberikan informasi kepada masyarakat terkait identitas terdakwa agar orang-orang yang berpotensi untuk berinteraksi dengan terdakwa dapat berhati-hati guna mencegah terjadinya tindak pidana serupa dan timbulnya korban lain di kemudian hari. Beberapa kondisi tertentu tersebut yang dapat dipertimbangkan untuk diatur, antara lain:

  • Terdakwa melakukan tindak pidana dalam melaksanakan pekerjaannya yang berhubungan dengan orang banyak;
  • Terdakwa melakukan tindak pidana yang menimbulkan jumlah korban yang banyak;
  • Terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan secara berulang kali;
  • Terdakwa sudah pernah dihukum sebelumnya atas kejahatan serupa (residivisme);
  • dan/atau Kondisi-kondisi lain yang beralasan bagi Hakim untuk lebih mementingkan tujuan perlindungan publik dari terdakwa daripada perlindungan data pribadi terdakwa;

Pengadilan dapat mempertimbangkan untuk tidak memerintahkan pengungkapan data  pribadi apabila terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya atas kejahatan serupa, perkara terdakwa menarik perhatian media dan publik, dan/atau tidak terdapat cukup bukti bahwa terdakwa akan mengulangi tindak pidana serupa;

2. Apabila pengadilan belum melaksanakan publikasi putusan pengadilan dengan mekanisme ideal tersebut, perlindungan data pribadi yang dapat dilakukan oleh pengadilan saat ini, termasuk sebagai kondisi antara sebelum mencapai kondisi ideal di atas, adalah dengan mengefektifkan pelaksanaan SK KMA No. 2-144/2022 yang dapat dilakukan dengan caracara antara lain:

a. Melakukan pengaburan informasi data pribadi tertentu dalam perkara-perkara dan/atau  kondisi tertentu yang telah disebutkan dalam bagian romawi VIII huruf A sampai D SK KMA 2-144/2022. Secara detail, Tabel 5 telah menyediakan informasi mengenai perkaraperkara tertentu yang dimaksud;

b. Melakukan pengaburan informasi data pribadi tertentu tidak hanya pada dokumen putusan, tetapi juga pada sistem informasi perkara dan sistem informasi lainnya yang  digunakan secara publik oleh pengadilan sebagaimana disebutkan dalam bagian romawi  VIII huruf F SK KMA 2-144/2022;

c. Mengingat saat ini masih terdapat berbagai macam bentuk pengaburan, perlu dilakukan penyeragaman bentuk pengaburan sebagaimana disebutkan dalam bagian romawi VIII huruf F SK KMA 2-144/2022, yakni:

  • Menghitamkan informasi dimaksud hingga tidak dapat terbaca, dalam hal pengaburan dilakukan terhadap naskah cetak (hardcopy);
  • Tidak menampilkan informasi yang dimaksud untuk publik pada SIP dan sistem informasi lainnya yang digunakan oleh pengadilan; atau
  • Mengganti Informasi yang dimaksud dengan istilah lain dalam naskah elektronik (softcopy);
  • (an)