JAKARTA | (11/5) Saat ini, sorotan mata bangsa sedang menatap tajam hakim Indonesia. Hakim menjadi bahan obrolan dalam berbragai percakapan di ruang maya akibat ulah segelintir oknum “sang wakil Tuhan” yang melanggar sumpah dan tidak mengindahkan kode etik dan pedoman perilaku hakim. Ironisnya, peristiwa pengkhianatan sumpah jabatan itu berulang terjadi. Warga bangsa sangat kesal karrena merindu akan hadirrnya keadilan namun aktor utama penegak keadilan itu berkhianat. Dalam keadaan seperti ini, isu integritas semakin menemukan arti pentingnya untuk diwujudkan. Namun, integritas tidak bisa sendirian. Ia harus berkelindan dengan intelektualitas
Ketua MA, Prof. Sunarto, saat memberikan sambutan dalam peringatan HUT IKAHI ke 72 di Jakarta (Rabu, 23/3), menyampaikan bahwa integritas bukanlah sesuatu yang bisa diwujudkan dalam satu malam. Mewujudkan integritas, kata Ketua MA, harus menjadi usaha dan komitmen bersama dalam waktu yang berkesinambungan, yang dibuktikan melalui tindakan, serta melahirkan keberanian untuk menolak segala bentuk penyimpangan, konsisten dalam prinsip dan nilai-nilai yang dianut, dan menyatunya sikap, tutur kata dan perbuatan.
Tanpa mengabaikan pentingnya peningkatan intelektualitas hakim, dalam tiga tahun terakhir, integritas dijadikan tema utama perhelatan akbar tahunan MA. Pertama, kegiatan laporan tahunan. Mahkamah Agung menjadikan “integritas” sebagai tema laporan tahunan dalam 3 tahun berturut-turut. Laporan Tahunan 2022, mengusung tema “Integritas Tangguh, Kepercayaan Publik Tumbuh”, Laporan Tahunan 2023 mengusung tema “Integritas Kuat, Peradilan Bermartabat”, dan Laporan Tahunan 2024 mengusung tema. “Dengan Integritas, Pengadilan Berkualitas” .
Kedua, peringatan HUT Ikahi. Pada peringatan ulang tahun ke 70 tahun 2023, IKAHI mengangkat tema “Wujudkan Hakim Berintegritas, Raih Kepercayaan Publik”. Ulang tahun yang ke-71 tahun 2024, IKAHI mengangkat tema “Hakim Berintegritas, Pengadilan Bermartabat”. Sedangkan pada HUT Ikahi ke 72 tahun 2025, tema yang diangkat “Hakim Berintegritas, Pengadilan Berkualitas”.
“Konsistensi dalam mengangkat tema ini mencerminkan, bahwa integritas masih menjadi masalah utama dan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan kita benahi bersama”, ujar Ketua MA, Sunarto.
Ketua MA tidak menutup mata bahwa masih ada tantangan yang dihadapi para hakim sebagai penegak keadilan. Mulai dari godaan penyimpangan, intervensi kepentingan, kompleksitas hukum yang terus berkembang, serta belum memadainya kesejahteraan.
“Untuk itu Saya mengajak, seluruh hakim untuk selalu meningkatkan intelektualitas dan selalu menjaga integritas”, ajak Ketua MA.
Hakim: Jantung Keadilan
Hakim adalah jantungnya keadilan. Demikian dikatakan Ketua MA dalam sambutannya di acara HUT Ikahi ke 72 di Jakarta, beberapa waktu yang lalu (23/4). Gema ketuk palu seorang hakim, kata Ketua MA, ibarat detak jantung, yang mengalirkan darah keadilan ke urat nadi kehidupan manusia, membawa asa dan harapan bagi masyarakat pencari keadilan.
“Tanpa hakim yang bertindak dengan nurani dan kebijaksanaan, hukum hanyalah deretan pasal tanpa jiwa, dan keadilan kehilangan makna sejatinya”, tegas Ketua MA.
Sebaliknya, Ketua MA melanjutkan, ketika hakim menyimpang dari kebenaran, menyelewengkan nilai-nilai keadilan, palu yang seharusnya menjadi simbol kepastian hukum dan keadilan, berubah menjadi suara yang menggema dalam kehampaan.
“Putusan yang semestinya menegakkan keadilan, justru dapat berubah menjadi alat legitimasi ketidakbenaran, menodai makna hukum, sebagai penjaga keseimbangan di dalam kehidupan”, ujar Ketua MA.
Integritas Tercemar, Kepercayaan Buyar
Menurut Ketua MA, ketika integritas hakim tercemar, hukum akan kehilangan otoritas moralnya di tengah masyarakat. Masyarakat yang amat berharap pada keadilan, akhirnya hanya mendapati kekecewaan yang sangat dalam.
“Untuk itu, saya mengajak kepada kita bersama, para hakim Indonesia, serta para aparatur Mahkamah Agung dan peradilan, mari kita jadikan ulang tahun ke-72 ini, sebagai momentum untuk meneguhkan integritas, demi terwujudnya pengadilan berkualitas sebagaimana yang kita dambakan. Hindari dan jauhi pelayanan yang bersifat transaksional, karena hal tersebut akan menjatuhkan kehormatan, wibawa dan martabat korps hakim. Mari kita jadikan sahabat kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dengan kode etik, kitab isa menjaga kehormatan diri, keluarga dan institusi”, harap Ketua MA.
Hakim Berintegritas Menyelamatkan Hukum Yang Buruk
Sebaliknya, lanjut Ketua MA, hakim yang menjunjung tinggi integritas, itulah benteng terakhir bagi tegaknya nilai-nilai keadilan, meski dalam kondisi masyarakat seperti apa pun. Karena itu, tak salah bila kemudian B. M. Taverne, seorang yuris terkemuka negeri Belanda, pernah mengatakan: “Berikan aku hakim yang baik, niscaya aku akan tegakkan keadilan, walau seburuk apa pun hukum yang ada saat ini”.
Di akhir sambutan Ketua MA mengajak warga peradilan, khususnya Hakim Indonesia, memohon dan bermunajat, semoga Allah, Tuhan Yang Maha Esa, melimpahkan intelektualitas dan kemampuan bagi hakim Indonesia untuk menjaga integritas di dalam jiwa kita, dalam jiwa setiap hakim Indonesia, karena masyarakat saat ini sangat merindukan terwujudnya peradilan yang agung dan berkualitas.[an]