Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

PENDAHULUAN

AGENDA PEMBARUAN

Tujuan utama dari aktivitas pembaruan peradilan adalah terwujudnya badan peradilan yang dapat melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara efektif. Dalam kaitannya dengan upaya pembaruan peradilan ini, Mahkamah Agung telah memulainya secara terstruktur  sejak tahun 2003, dengan dikeluarkannya Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2003-2009. Prioritas pembaruan peradilan periode ini meliputi 5 (lima) hal pokok, yaitu manajemen  aparatur peradilan,  manajemen perkara dan pengurangan penumpukan perkara,  transparansi, akuntabilitas dan akses terhadap informasi peradilan, manajemen keuangan serta infrastruktur, dan  pengawasan dan sanksi.

Pada saat bersamaan, tepatnya pada akhir periode tersebut (mulai tahun 2007), MA juga menjadi bagian dari institusi percontohan pelaksanaan reformasi birokrasi, dengan 5 (lima) quick wins sebagai program andalan yaitu: transparansi putusan, manajemen informasi teknologi,  pelatihan kode etik hakim,  pendapatan negara tidak kena pajak, dan  manajemen sumberdaya manusia.

Setelah periode pembaruan peradilan jilid pertama (2003-2009) berakhir,  pada tahun 2010 MA kembali menyusun Cetak Biru Pembaruan Peradilan yang merupakan kelanjutan dari periode sebelumnya. Cetak Biru Pembaruan Peradilan ini berlaku mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2035. Bersamaan dengan pengguliran Cetak Biru 2010-2035, Mahkamah Agung pun mereformulasi visi dan misinya.

Dari beberapa dokumen strategis tersebut terdapat sejumlah aktivitas reformasi yang paralel satu sama lain dan terkait dengan tugas pokok dan fungsi lembaga Kepaniteraan Mahkamah Agung sebagaimana digariskan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2005. Aktivitas reformasi peradilan yang menjadi domain lembaga kepaniteraan ini difokuskan pada pembaruan manajemen perkara. Berdasarkan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, pembaruan manajemen perkara ini harus  dilakukan dalam rangka mewujudkan dua misi Mahkamah Agung, yaitu: pertama, memberikan pelayanan hukum yang memiliki kepastian dan berkeadilan kepada pencari keadilan; dan kedua, meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.

Agenda utama pembaruan manajemen perkara itu sendiri diarahkan pada tiga hal pokok: pertama, modernisasi manajemen perkara, kedua, penataan ulang organisasi manajemen perkara, dan ketiga, penataan ulang proses manajemen perkara.

Mengenai agenda modernisasi manajemen perkara, implementasinya dibagi kepada tiga tahap, yakni: keterbukaan dan revitalisasi sistem pelaporan, modernisasi business process dan pelayanan publik, dan pelayanan hukum terintegrasi.  Masing-masing tahapan tersebut harus dicapai dalam periode lima tahun, mulai 2010-2025.

Berdasarkan hal tersebut, mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, agenda pembaruan di bidang manajemen perkara difokuskan pada  keterbukaan dan revitalisasi sistem pelaporan. Konsentrasi dari program keterbukaan dan revitalisasi sistem pelaporan ini meliputi agenda transparansi putusan, transparansi informasi perkara, integrasi informasi perkara, dan pelaporan berbasis elektronik.

Meskipun keempat agenda tersebut  merupakan program yang tertuang dalam Blue Print 2010-2035, aktivitas serupa telah menjadi fokus pembaruan pada Kepaniteraan Mahkamah Agung sejak  periode implementasi Cetak Biru 2003-2009. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah pengikisan tunggakan perkara, percepatan penyelesaian perkara, transparansi putusan, peningkatan akses publik terhadap informasi perkara, dan pengelolaan biaya perkara.

Untuk menjamin efektivitas berbagai inisiatif tersebut Mahkamah Agung telah membangun sistem, baik melalui pendekatan regulasi maupun aplikasi teknologi informasi. Tercatat Tahun 2007, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Tahun 2008, Ketua Mahkamah Agung dalam forum-forum rapat pimpinan dan rapat pleno menggulirkan kebijakan bahwa jangka waktu penanganan perkara di Mahkamah Agung dibatasi dalam waktu 2 (dua) tahun. Tahun 2009, Mahkamah Agung melahirkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 138/KMA/SK/IX/2009 tanggal 11 September 2009 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara (SK No. 138/2009). Tahun 2010, Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran tentang dokumen elektronik sebagai kelengkapan berkas pengajuan kasasi dan peninjauan kembali.

Di bidang aplikasi, tahun 2007 Mahkamah Agung meluncurkan pertama kali direktori putusan. Tahun 2008, Kepaniteraan Mahkamah Agung membangun aplikasi manajemen perkara berbasis excel. 2009, Kepaniteraan Mahkamah Agung membangun layanan informasi perkara berbasis web. Pada tahun yang sama  Mahkamah Agung juga membangun model pelaporan keuangan perkara menggunakan teknologi sms gateway. Sementara di tahun 2010, Kepaniteraan Mahkamah Agung melakukan berbagai penyempurnaan terhadap direktori putusan Mahkamah Agung dan back end sistem informasi perkara.

Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan dalam tiga tahun terakhir tersebut,  Kepaniteraan Mahkamah Agung telah memiliki sistem yang bisa mendukung efektivitas pelaksanaan pengikisan tunggakan perkara, percepatan penyelesaian perkara, transparansi putusan, akses publik terhadap informasi perkara, dan pengelolaan biaya perkara. Sehingga selama tahun 2010, fokus Kepaniteraan tidak lagi membuat sistem baru akan tetapi memastikan bahwa semua sistem tersebut berjalan dengan efektif. Perubahan terhadap sistem yang telah ada tersebut hanya bersifat penyempurnaan.

Dengan demikian agenda pembaruan Kepaniteraan Mahkamah Agung selama  tahun 2010,  meliputi:

1. Menjaga kesinambungan program pengikisan tunggakan perkara, meliputi:
-Monitoring jangka waktu penanganan perkara berdasarkan SK KMA No. 138/2009;
-Redistribusi perkara yang berkategori perkara tunggak;
-Pemberdayaan tim pengikisan perkara yang terdiri dari Tim Majelis dan operator
2. Menjaga kesinambungan target penyelesaian perkara (clearance rate) di atas 100 %, melalui:

Membuat laporan kinerja minutasi perkara, yang bisa menggambarkan posisi penyelesaian perkara diantara operator, panitera pengganti dan hakim agung;

Memberdayakan operator pengikisan perkara bagi perkara sudah putus tetapi belum minutasi;
Menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung tentang penyertaan dokumen elektronik sebagai kelengkapan berkas perkara kasasi/peninjauan kembali.
3. Meningkatkan kualitas akses publik terhadap informasi pengadilan (putusan  Mahkamah Agung, informasi lembaga kepaniteraan,  informasi status perkara)
Menyempurnakan direktori putusan Mahkamah Agung.
Menyempurnakan sistem informasi status perkara (akurasi data, kelengkapan data).
Membangun situs web kepaniteraan Mahkamah Agung.

LANGKAH STRATEGIS 2010

Mahkamah Agung sebagai bagian dari badan publik dibebani kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan harapan dan tuntutan publik. Secara umum, ada sejumlah poin harapan publik terhadap pelayanan pengadilan. Pertama, perkaranya bisa diselesaikan dengan cepat. Kedua, tahapan penyelesaian perkara bisa diakses dengan mudah oleh publik. Ketiga, akses terhadap keadilan bisa dicapai oleh semua lapisan masyarakat, termasuk masyarakat miskin dan marginal.

Oleh karena itu, langkah strategis yang sudah dilakukan Kepaniteraan Mahkamah Agung sejak agenda pembaruan peradilan digulirkan adalah meliputi tiga agenda pokok:

Percepatan penyelesaian perkara

Asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan (constanti  justice) merupakan standar pelayanan peradilan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Untuk terwujudnya peradilan cepat, Makamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran yang memberikan batas waktu paling lama enam bulan untuk penyelesaian perkara di tingkat pertama dan banding.

Sementara di Mahkamah Agung terjadi “revolusi” dalam penentuan  batas waktu penyelesaian perkara. Sebelum tahun 2007, tidak ada pembatasan waktu penyelesaian perkara. Tahun 2007, Mahkamah Agung membuat batas waktu penyelesaian perkara selama dua tahun dihitung saat perkara tersebut diregister hingga dikirim kembali ke pengadilan pengaju. Tahun 2009, Mahkamah Agung kembali merubah jangka waktu penanganan perkara tersebut menjadi 1 (satu) tahun, melalui SK KMA No. 138/KMA/SK/IX/2009 tanggal 11 September 2009.

Dengan adanya jangka waktu penanganan perkara tersebut, maka perkara yang belum putus melewati waktu setahun sejak perkara tersebut diregister dikategorikan sebagai perkara tunggak. Terhadap perkara tunggak ini, Mahkamah Agung sejak tahun 2008 melakukan program pengikisan perkara. Program ini dilakukan dengan cara menarik kembali perkara tunggak yang ada di hakim agung tertentu kemudian mendistribusikan kembali ke Majelis Kikis. Selama tahun 2010 Tim ini telah dapat menyelesaikan 801 perkara dari 1.143 perkara yang didistribusi ulang.

Masih dalam upaya percepatan penyelesaian perkara, di penghujung tahun 2010 ini Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran No. 14 Tahun 2010  tanggal  30 Desember 2010 tentang Dokumen  Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali.

Adapun poin-poin pokok dari SEMA ini adalah sebagai berikut:

  1. Terhitung mulai  tanggal 1 Maret 2011 seluruh berkas kasasi/peninjauan kembali yang diajukan ke Mahkamah Agung harus menyertakan dokumen elektronik (compact disc, flash disk, e-mail, dll) sebagai berikut:

a.      Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali perkara perdata/perdata khusus/ perdata agama/tata usaha negara/pajak, meliputi:

    1. putusan pengadilan tingkat pertama, dan
    2. putusan pengadilan tingkat banding.
  1. Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali  perkara pidana/pidana khusus/militer, meliputi:
    1. putusan pengadilan tingkat pertama;
    2. putusan pengadilan tingkat banding, dan
    3. surat dakwaan jaksa.
  2. Keberadaan dokumen elektronik tersebut menjadi kelengkapan dari bundel B, sehingga apabila  dokumen elektronik tersebut tidak disertakan dalam berkas,  Mahkamah Agung akan menyatakan berkas tersebut tidak lengkap dan dikembalikan ke pengadilan pengaju;
  3. Selain itu, mengingat pentingnya naskah memori kasasi/Peninjauan Kembali dalam upaya meningkatkan efisiensi proses pemberkasan, maka setiap Ketua Pengadilan diharapkan bisa mendorong agar para pihak dapat menyerahkan juga softcopy memori Kasasi/Peninjauan Kembali bersamaan dengan penyerahan berkas (hard copy) memori Kasasi/Peninjauan Kembali.
  4. Untuk itu diperintahkan kepada seluruh Ketua Pengadilan tingkat pertama dan banding dari empat lingkungan peradilan untuk memastikan bahwa unit kerja yang berada di bawah kewenangan pembinaannya sebagai berikut:
  5. secara teratur menyelenggarakan pengelolaan naskah elektronik putusan pengadilannya sebagai bagian dari pengelolaan pengarsipan.
  6. memastikan kepatuhan pengiriman dokumen elektronik pada berkas Kasasi/Peninjauan Kembali.
  7. melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap kepatuhan dan kelancaran proses pengelolaan dan pengiriman naskah elektronik di pengadilan.

Dengan adanya SEMA No. 14 Tahun 2010 ini diharapkan bisa mempercepat minutasi perkara, karena dimungkinkan draft putusan (minus pertimbangan hukum) sudah dapat  dipersiapkan sebelum putusan diucapkan. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk minutasi perkara bisa diperpendek secara signifikan.

Selain pendekatan regulasi, Kepaniteraan Mahkamah Agung juga menjadikan teknologi informasi sebagai pendukung percepatan penyelesaian perkara. Di akhir tahun 2010 ini,  melalui kerjasama dengan Indonesia Australia Partnership for Justice Transition Program (IAPJ-T),  Kepaniteraan Mahkamah Agung telah membangun aplikasi template putusan berbasis data base. Aplikasi yang mulai diimplementasikan tahun 2011 ini disamping mempermudah pengerjaan draft  putusan, juga menjamin adanya keseragaman. Kombinasi antara kebijakan soft copy dan aplikasi template ini diharapkan bisa memberikan percepatan yang signifikan dalam proses minutasi perkara.

Peningkatan layanan informasi pihak berperkara

Sebagai badan publik, berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Kepaniteraan Mahkamah Agung diwajibkan membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses publik dengan mudah. Sistem yang telah dibangun oleh kepaniteraan Mahkamah Agung terkait dengan hal ini meliputi tiga hal pokok, sebagai berikut:

Sistem Publikasi Putusan

Sistem ini mengelola dokumentasi putusan Mahkamah Agung sehingga dengan mudah bisa diakses publik. Sistem yang dibangun ini berbasis web yang  bisa diakses di alamat http://putusan.mahkamahagung.go.id. Kepaniteraan Mahkamah Agung mulai membangun sistem ini pada tahun 2007. Hingga kini, di dalam  sistem publikasi putusan ini telah tersedia lebih dari dua puluh ribu putusan Mahkamah Agung.

Pada tahun 2010,  sistem ini dikembangkan kapasitasnya sehingga bisa menampung seluruh putusan pengadilan se-Indonesia. Selain itu,  sistem ini pun menjadi media komunikasi data bagi dokumen elektronik sebagai kelengkapan berkas kasasi/peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam SEMA No. 14 Tahun 2010.

Sistem Informasi Perkara

Sistem sistem ini menyajikan informasi seputar perkembangan proses  penanganan perkara di Mahkamah Agung.Informasi ini bisa diakses melalui internet di alamat  http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/. Sistem yang sudah dibangun sejak tahun 2008 ini, merupakan merupakan output otomatis dari proses kerja secara elektronik dari kepaniteraan Mahkamah Agung. Beberapa pengembangan telah dilakukan terhadap sistem ini, antara lain:  memperbaharui SOP entri data,  berupa pembatasan hak akses antara user di Askor dan Panmud sesuai tugas pokok dan tanggung jawabnya, membuat keterhubungan sistem informasi perkara dengan direktori putusan.

Membangun situs web kepaniteraan

Selain membangun sistem informasi mengenai kedua hal tersebut, pertengahan tahun 2010, Kepaniteraan Mahkamah Agung telah membangun situs web yang bisa diakses masyarakat melalui alamat http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id. Situs web ini merupakan media untuk penyebaran informasi yang berada dalam ruang lingkup tugas pokok dan kewenangan kepaniteraan Mahkamah Agung. Informasi yang tersaji  pada situs web ini meliputi hal-hal yang diatur dalam SK KMA 144/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

>>kembali ke menu keadaan perkara