Pidato Laporan Tahunan Ketua MA:
Selama Enam Tahun, MA Berhasil Mereduksi 11.890 Sisa Perkara
Jakarta | Kepaniteraan Online (25/2)
Pada akhir tahun 2004, Mahkamah Agung memiliki sisa perkara sebesar 20.314. Enam tahun kemudian, akhir 2010, sisa perkara tersebut dapat dikikis hingga berjumlah 8.424 perkara. Dengan demikian dalam waktu 6 tahun, Mahkamah Agung telah berhasil mereduksi sisa perkara pada akhir tahun sebanyak 11.890 perkara.
Demikian diungkapkan Ketua MA, pada saat menyampaikan laporan tahunan 2010 dalam forum Sidang Pleno Istimewa yang dihelat di ruang Kusumaatmadja, Gedung MA Jakarta, Kamis (24/2). Menurut Ketua MA, kinerja MA dalam mereduksi tunggakan perkara tersebut, terjadi pada saat perkara yang diterima oleh Mahkamah Agung selalu menunjukkan trend meningkat. Tahun 2005, MA menerima 7.468 perkara, sedangkan tahun 2010 menerima 13.480 perkara. Dengan demikian selama 6 tahun ada kenaikan 6012 perkara (80,50%).
“Hal ini menunjukkan bahwa produktifitas penyelesaian perkara di Mahkamah Agung menunjukkan trend yang positif”, ungkap Ketua MA
Kemampuan MA dalam menekan sisa perkara pada akhir tahun hingga dibawah angka 10.000 tersebut, dilakukan dengan berbagai upaya. Antara lain: membuat standar operasional prosedur (SOP) penanganan perkara, pembentukan TIM pengikisan perkara, pembentukan operator khusus pengikisan perkara, dan membuat instrumen laporan untuk mengukur kinerja minutasi. Dalam SOP penanganan perkara (SK KMA 138/2009, red), MA memberi batasan penyelesaian perkara paling lama satu tahun sejak perkara diregister hingga dikirim ke pengadilan pengaju. MA akan mengklasipikasikan sebagai perkara tunggak, jika perkara belum selesai sesuai SOP tersebut.
Melampaui Target
Dalam mengukur kinerjanya, menurut Ketua MA, lembaga yang dipimpinnya menggunakan dua indikator yang diakui secara internasional. Pertama, rasio penyelesaian perkara (clearance rate), yaitu perbandingan antara jumlah perkara masuk dan keluar. Menurutnya, MA dapat dikatakan berkinerja baik apabila nilai rasio penyelesaian perkaranya minimal 100%. Kedua, jumlah perkara tunggak yang semakin sedikit.
“Pada tahun 2010 Mahkamah Agung menerima perkara sebanyak 13.480 perkara dan mengirim kembali perkara ke pengadilan pengaju sebanyak 14.662 perkara. Sehingga rasio penyelesaian perkara pada tahun 2010 berada di level 108,77 %”, papar Ketua MA dalam pidatonya. Dengan demikian rasio penyelesaian perkara MA tahun 2010 telah melampaui target minimal.
Semantara itu, lanjut Ketua MA, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah perkara yang dikirim tahun 2010, mengalami kenaikan 1,24 % , sebab tahun 2009 hanya mampu mengirim 14.483 perkara.
Hanya 9,73% Perkara Korupsi Diputus Bebas
Dari 442 perkara TIPIKOR yang diputus ditingkat Kasasi, Mahkamah Agung memberikan putusan pemidanaan terhadap 90,27 % perkara. Sedangkan putusan bebas hanya diberikan terhadap 9,73% perkara.
Adapun hukuman seumur hidup, sepanjang 2010 diberikan kepada 4 kasus tindak pidana narkotika/psikotropika. Untuk kasus yang sama, jumlah ini turun 50% dari tahun 2009 yang berjumlah 9 orang. Sementara untuk hukuman mati angkanya nihil, sedangkan di tahun 2009, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman mati terhadap 4 kasus tindak pidana narkotika/psikotropika.
Selain hukuman badan, dalam perkara pidana khusus juga dikenakan hukuman denda dan uang pengganti yang keseluruhannya berjumlah 6.259.154.767.600 (enam trilyun dua ratus lima puluh sembilan milyar seratus lima puluh empat juta tujuh ratus enam puluh tujuh ribu rupiah). Jumlah tersebut terdiri dari uang denda Rp. 299.182.022.200,- dan uang pengganti Rp.5.959.972.745.400,-.
Sistem Kamar
Sementara itu, diantara agenda yang diamanatkan oleh Cetak Biru MA yang harus terealisasi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan antara lain adalah beroperasinya sistem kamar. Bahkan, menurut Ketua MA, penerpan sistem kamar dipastikan mulai efektif tahun ini. Penerapan sistem kamar ini, menurut Ketua MA, diharapkan bisa memberikan manfaat antara lain penanganan perkara akan sesuai kompetensi hakim, mengurangi disparitas putusan, dan meningkatkan kualitas putusan. Efektivitas sistem kamar ini, dalam pandangan Ketua MA harus diikuti dengan pembatasan upaya hukum kasasi.
Tradisi Tahunan
Laporan tahunan Mahkamah Agung merupakan tradisi tahunan yang dimulai sejak tahun 2006. Penyampaian laporan tahunan yang dibacakan di hadapan publik ini merupakan wujud keterbukaan dan akuntabilitas publik Mahkamah Agung dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
Sebagaimana tradisi tahun-tahun sebelumnya, hadir dalam perhelatan tahunan MA kali ini adalah seluruh unsur pimpinan MA, para pejabat eselon I dan II MA, para Ketua Pengadilan Tingkat Banding dari empat lingkungan peradilan, Ketua Pengadilan Pajak, para Panitera/Sekretaris Pengadilan Tingkat Banding seluruh Indonesia, dan para Ketua Pengadilan se Jabodek.
Hadir pula sebagai undangan sejumlah pimpinan lembaga/komisi negara, seperti MK, Kejaksaan Agung, Komisi II DPR, KPK, dan KY. Tidak ketinggalan, hadir pula perwakilan dari mitra donor baik negara-negara maupun lembaga Internasional. Nampak hadir perwakilan AusAID, USAID, The Asia Foundation, The Netherland Embassy, NLRP (Indonesia-the Netherlands National Legal Reform Programs), SSR (Studiecentrum Rechtspleging), UNODC (United Office on Drugs and Crime), dan ILO (International Labour Organization). (asnoer)