Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Justice for All (J4A) Menggelora di konferensi Regional IACA

 

Jakarta | kepaniteraan.online (16/03)

Keadilan adalah untuk  semua orang, Justice for All (J4A). Setiap orang tanpa dibedakan asal negara, jenis kelamin, usia, tingkat kepemilikan harta, letak tempat tinggal, maupun kesempurnaan fisik, berhak atas keadilan. Oleh karena itu berbagai upaya harus dilakukan  untuk mendekatkan akses terhadap keadilan tersebut. Pembicara pada konferensi IACA yang berasal dari berbagai negara di kawasan aisa-pasifik tersebut,  semuanya berbicara mengenai hal yang sama, yakni J4A, dalam perspektif pengalaman negaranya masing-masing.

Penyediaan anggaran negara untuk berperkara secara cuma-cuma (prodeo), pelaksanaan sidang keliling, pos bantuan hukum, pembentukan sistem peradilan anak, perlindungan terhadap kaum perempuan, layanan pengadilan terhadap penyandang disabilitas, penguatan sistem pendidikan dan pelatihan, pengautatan SDM dan penggunaan teknologi informasi merupakan bentuk-bentuk upaya acces to justice yang diterapkan oleh  masing-masing negara yang disesuaikan dengan karekteristiknya. Demikian yang tergambar dalam presentasi dari delegasi Indonesia, Australia, Malaysia, Singapore, Timor Leste, Papua New Guenea, Pilipina, Kamboja, dan Dubai (UEA).



Dalam kaitannya dengan akses publik terhadap keadilan ini, pembicara pertama konferensi IACA, Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MH, menegaskan bahwa akses pada keadilan tidak hanya terhadap pengadilan. “Tidak kurang penting akses ke penegak hukum lain (polisi, jaksa dan lain-lain), dan birokrasi”,  ungkapnya.
Bahkan Ketua MA periode 2001-2009 ini memberikan kritik bahwa tidak jarang, birokrasi menjadi penghalang rakyat banyak terhadap akses keadilan, seperti contoh sistem birokasi pajak, imigrasi, pemasyarakatan, bea cukai, dan lain-lain.

 

Panitera MA, H. SUHADI, SH, MH, menjadi salah seorang pembicara di forum konferensi regional Asia-Pasifik International Assossiation for Court Administrator (IACA) yang berlangsung di Bogor, 13-16 Maret 2011

Panitera MA, H. Suhadi, SH, MH, mempresentasikan tentang pengalaman MA dalam mereduksi tunggakan perkara. Dalam perspektif access to justice, tunggakan perkara (case backlog) menjadikan akses terhadap keadilan menjadi tertunda. MA, kata Suhadi, telah berhasil mereduksi  11.890 selama periode 2004-2010. “2004 sisa perkara 20.314 dan pada akhir 2010 berjumlah 8.424”, paparnya.

Selain itu upaya access to justice dilakukan oleh MA dengan pemberdayaan teknologi informasi. MA, kata Panitera, menerapkan IT untuk sistem manajemen perkara dan publikasi informasi. “dengan publikasi informasi, publik bisa mendapatkan informasi perkembangan perkara tanpa perlu datang ke gedung MA”, ungkapnya.

Presentasi yang disampaikan oleh Panitera MA tersebut cukup menarik perhatian para peserta. Paling tidak bagi peserta dari Pakistan dan  Timor Leste. Ahmad Syakir Morid,  Court Administration Systems Advisor, Afganistan Rule of Law Stabilization Program, menyampaikan pertanyaan tentang bagaimana sistem distribusi perkara dan proses penanangannya di MA. Sementara peserta dari Timor Leste, bertanya tentang sistem publikasi informasi perkara  di MA.

Sementara itu Dirjen Badilag, Drs. Wahyu  Widiana, MA, dalam presentasinya menjelaskan upaya dan pengalaman Peradilan Agama dalam  mewujudkan access to justice melalui kegiatan sidang keliling, penyediaan anggaran prodeo, dan pos bantuan hukum. (an)