JAKARTA | (19/08/2020) - Mengiringi momentum “kelahiran” New Direktori Putusan, MA menggelar Dialog Interaktif yang mengusung tema “Modernisasi Pengadilan Untuk Indonesia Maju”. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Rabu, 19 Agustus 2020, beberapa saat setelah Ketua MA meluncurkan secara resmi Sistem Direktori Putusan Versi 3. Dialog Interaktif dipusatkan di Command Center Mahkamah Agung dan diikuti secara virtual oleh jajaran pengadilan se-Indonesia baik melalui aplikasi Zoom maupun live streaming YouTube. Diskusi Interaktif juga diikuti oleh akademisi, perwakilan kementerian/lembaga dan praktisi hukum. Dialog interaktif diawali dengan keynote speech Ketua MA dengan topik Modernisasi Pengadilan: Kontribusi Badan Peradilan untuk mewujudkan Indonesia Maju.
Tema Modernisasi Pengadilan untuk Indonesia Maju selanjutnya dikupas oleh sejumlah narasumber yang mewakili unsur hakim, akademisi, pemerintah, praktisi hukum dan organisasi masyarakat yaitu Syamsul Ma’arif, S.H., LL.M, Ph.D (Hakim Agung) dengan topik “Modernisasi Pengadilan dalam Perspektif Hakim: Peran Strategis Direktori Putusan untuk menjaga Konsistensi Putusan”. Prahesti Pandanwangi, S.H. Sp.N., LL.M (Direktur Hukum dan Regulasi Bapennas) topik “Modernisasi Pengadilan dan Akses Terhadap Keadilan Perspektif Program Prioritas Nasional”. Dr. Edmon Makarim, S.Kom, S.H., LL.M (Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia) topik “Modernisasi Pengadilan dalam Perspektif Akademisi: Peran Strategis Publikasi Putusan untuk Menumbuhkan Budaya Riset berbasis Putusan Pengadilan/Case Law”. Ahmad Fikri Assegaf (advokat pada Kantor Hukum AHP) topik “Modernisasi Pengadilan dalam Perspektif Praktisi Hukum: Pengalaman Pemanfaatan Direktori Putusan, e-Court dan gugatan sederhana “. Asfinawati (Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) topik “Peningkatan Akses terhadap Keadilan melalui pemanfaatan layanan e-Court dan Gugatan Sederhana”. Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga) topik “Modernisasi Pengadilan dan Pembangunan Negara Hukum Modern di Indonesia”. Sedangkan sebagai pemandu diskusi, Mahkamah Agung menunjuk Fristian Griec, Jurnalis Kompas TV.
Menurut Panitera MA, penentuan tema “Modernisasi Pengadilan untuk Indonesia Maju” didasarkan pertimbangan bahwa salah satu visi Indonesia Maju yaitu penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya beririsan dengan visi modernisasi pengadilan yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan peradilan. Selain itu, kata Panitera MA, penetapan tema tersebut untuk menyerap energi peringatan HUT RI ke 75 yang mengusung tema “Indonesia Maju”
Modernisasi Pengadilan untuk Indonesia Maju
Mahkamah Agung menghadirkan Direktori Putusan sebagai salah satu instrumen transparansi peradilan. Transparansi diyakini menjadi salah satu pilar untuk tegaknya pengadilan yang bersih. Apresiasi MA terhadap keberadaan Dirput paralel dengan komitmen yang tinggi terhadap terwujudnya peradilan yang bersih.
Seiring dengan berjalannya waktu, Mahkamah Agung pun tidak pernah berhenti melakukan inovasi untuk memberikan nilai tambah pada Direktori Putusan. Bersamaan dengan peringatan hari ulang tahun MA yang ke 75, Direktori Putusan bertransformasi menjadi sumber informasi bagi hakim dan aparatur peradilan. Meski namanya Direktori Putusan, kini isinya tidak hanya putusan, namun ada Rumusan Kamar, Restatement, Peraturan Perundang-Undangan, Yurisprudensi dan Index Kaidah Hukum. Dengan transformasi ini, Direktori Putusan bukan saja menjadi instrumen transparansi namun juga menjadi instrumen meningkatkan profesionalisme hakim sekaligus instrumen untuk konsistensi putusan.
Menjaga Konsistensi dan Meningkatkan Kapasitas
Hakim Agung Syamsul Ma’arif dalam paparanya menjelaskan bahwa Direktori Putusan jika dimanfaatkan secara optimal, dapat membantu kita para hakim menjaga konsistensi putusan dan menghindari timbulnya disparitas putusan. Selain itu kehadiran direktori putusan yang telah dilengkapi berbagai informasi penting dapat mendorong peningkatan kapasitas hakim.
“ Direktori Putusansebagai sarana efektif bagi hakim untuk meningkatkan kapasitasnya tanpa harus mengikuti pendidikan klasikal. Bagi hakim yang belum mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan klasikal tetapi optimal memanfaatkan Direktori Putusan dapat meningkatkan kapasitas dirinya bahkan bisa mengalahkan mereka yang lulus pelatihan tetapi tidak optimal memanfaatkan Direktori Putusan”, jelas Hakim Agung Syamsul Ma’arif.
Pembangunan Hukum berdasarkan Putusan Pengadilan
Sementara itu Dekan Fakultas Hukum UI, Dr. Edmon Makarim, S.Kom, S.H., LL.M dalam paparannya mengapresiasi kehadiran Direktori Putusan MA V 3 sebagai salah satu sumber penelusuran penelitian hukum yang sangat penting. Hal ini karena pengadilan adalah lembaga yang menerapkan peraturan perundang-undangan terhadap suatu kasus, sehingga dengan membaca putusan tergambar law in book dan law in action.
Menurutnya, perlu adanya pembangunan hukum nasional berdasarkan penerapan hukum yang ajeg yang diwujudkan melalui putusan pengadilan yang konsisten. Pembangunan nasional tidak melulu merujuk pada konsep transplantasi hukum asing untuk diterapkan di Indonesia.
Untuk penyempurnaan Direktori Putusan, Edmon menyarankan agar Direktori Putusan dilengkapi komentar akademisi hukum dan format identifier atas case law di Indonesia.
Modernisasi Pengadilan dalam Perencanaan Nasional
Direktur Hukum dan Regulasi Kementerian PPN/Bappenas, Prahesti Pandanwangi, S.H. Sp.N., LL.M, dalam paparannya menjelaskan bahwa modernisasi pengadilan berada dalam koridor prioritas nasional 7 bidang stabilitas Polhukhankam dan Tra nsformasi Pelayanan Publik. Prioritas ini meliputi penyempurnaan hukum ekonomi untuk mendukung kemudahan berusaha dan dukungan IT bidang hukum dan peradilan.
Menurut Hesti dalam penyempurnaan hukum ekonomi terdapat beberapa program yaitu mengembangkan prosedur beracara secara elektronik di pengadilan, mendorong dilakukannya penyelesaian sengketa alternatif berbasis TI pada sengketa perdata, melakukan revitalisasi pengumpulan data, khususnya data perkara kepailitan, studi rekonstruksi sistem pembiayaan perkara perdata dengan sistem yang sesuai dengan anggaran berbasis kinerja yang transparan, akuntabel dan berstandar internasional dan melakukan revitalisasi pengadilan niaga.
Modernisasi Pengadilan: Menghemat Waktu dan Biaya 30 %
Advokat Senior pada Kantor Hukum Assegaf Hamzah & Partners, Ahmad Fikri Assegaf yang menjadi pembicara ke-4, mengapresiasi upaya modernisasi pengadilan yang dilakukan Mahkamah Agung, khususnya layanan e-Court/e-litigasi. Menurutnya, e-litigasi merupakan terobosan yang mengubah prilaku dan kebiasaan beracara advokat. Ia pun memberikan testimoni bahwa sistem e-Court yang dikembangkan MA memberikan penghematan waktu dan tenaga (termasuk biaya) bisa mencapai 30%.
Sementara terkait dengan Direktori Putusan, Fikri Assegaf mengakui sangat terbantu dengan keberadaan sistem yang menyediakan putusan pengadilan di semua tingkatan peradilan.
“Keterbukaan informasi yang selama ini berjalan sangat membantu advokat dalam menjalankan tugasnya: riset, penelusuran, pertimbangan hukum”, ujar Fikri Assegaf.
Instrumen Hukum Modern Basis Pengadilan Modern
Guru Besar Hukum Perdata Universitas Airlangga, Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum dalam paparannya menegaskan bahwa untuk membangun lembaga pengadilan yang modern sudah sepatutnya dibangun pula instrumen hukum yang modern. Ia mengkritisi keberadaan KUHPerdata dan HIR yang merupakan produk kolonial yang masih menjadi sumber hukum bagi pengadilan Indonesia
“BW merupakan produk kolonial yang berusia 182 tahun, di Belanda sudah diganti dengan NBW sejak 1992 dengan alasan utama karena BW dianggap sudah usang”, ujar guru besar yang akrab disapa Prof . Sogar.
“Begitu pun HIR. Berlaku berdasarkan staatsblad tahun 1941. Perlu diingat bahwa huruf “I” dalam HIR kita menyebutnya “indonesissch”, tetapi aslinya adalah “inlandsch” karena reglemen ini diberlakukan untuk golongan penduduk bumi putera (pasal 131 jo. 163 IS)”, Imbuhnya.
Menurut Prof. Sogar, pengadilan yang modern bukan hanya karena faktor administrasi perkara dan persidangannya, atau gedungnya, tetapi juga instrumen hukum yang dijadikan dasar oleh hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus.
Ia mengutip pandangan Prof. Patrick Salim Atiyah, “laws worked perfectly satisfactorily in one century may simply become out of date”. Atas dasar pandangan tersebut Ia mengatakan bahwa hukum yang usang (ketinggalan jaman) dapat digolongkan sebagai hukum yang buruk (bad law). [an]