Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

JAKARTA (22/12/2020) Panitera Mahkamah Agung mengatur ulang prosedur penyampaian laporan kasasi perkara pidana yang terdakwanya dalam status tahanan. Pengaturan tersebut tertuang dalam Surat Panitera Mahkamah Agung Nomor  2304/PAN/HK.01/12/2020 tanggal 16 Desember 2020 yang ditujukan kepada para Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negeri  di seluruh Indonesia. Panitera Mahkamah Agung  menyebutkan lahirnya surat tersebut menindaklanjuti  Disposisi Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung tanggal 14 Desember 2020 sehubungan dengan sering ditemukannya persoalan penanganan perkara yang timbul akibat tidak dipatuhi prosedur penyampaian laporan kasasi dan pengiriman berkas perkara yang Terdakwanya berada dalam status tahanan.

Menurut Panitera Mahkamah Agung, sebagaimana ditulis dalam angka 2 surat tersebut,  masih ditemukan pengadilan negeri yang tidak mematuhi ketentuan yang terkait dengan penyampaian laporan kasasi dan pengiriman berkas perkara pidana yang terdakwanya berada dalam status tahanan. Ketidakpatuhan tersebut kami temukan dalam beberapa bentuk, yaitu tidak membuat laporan kasasi perkara pidana yang terdakwanya dalam tahanan; terlambat membuat laporan kasasi pidana yang terdakwanya dalam tahanan; terlambat mengirimkan berkas perkara kasasi pidana yang terdakwanya dalam tahanan sehingga telah mendekati masa berakhirnya penahanan atau bahkan  telah habis masa penahanannya; format laporan kasasi berbeda satu sama lain dan tidak sesuai dengan lampiran SEMA Nomor 2 Tahun 1998 dan/atau Tidak memberikan tanda dalam berkas bahwa Terdakwa dalam tahanan.

Menurut Panitera MA, Mahkamah Agung telah cukup memberikan pengaturan  melalui penerbitan beberapa Surat Edaran (SEMA), yaitu: Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1987 tentang Pengiriman Berkas Kasasi Pidana yang Terdakwanya Berada dalam Tahanan, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1987 tentang Permohonan Penetapan Penahanan oleh Mahkamah Agung bagi Terdakwanya yang Berada dalam Tahanan dan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1998 tentang Permohonan Kasasi Perkara  Pidana yang Terdakwanya Berada dalam Tahanan.

Namun demikian, dengan adanya permasalahan tersebut dan dalam rangka mendukung pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI), Panitera Mahkamah Agung  menata ulang prosedur pengiriman laporan kasasi dan pengiriman berkas perkara pidana yang terdakwanya berada dalam status tahanan  sebagai berikut:

a.       Pengadilan Negeri harus menyampaikan laporan kasasi perkara pidana yang terdakwanya berada dalam status tahanan  paling lambat 3 hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan kasasi dari Terdakwa dan/atau Jaksa Penuntut Umum.

b.       Penyampaian Laporan Kasasi  menggunakan format yang ditentukan salam SEMA Nomor 2 Tahun 1998 yang telah kami sempurnakan menyesuaikan perkembangan kelembagaan dan menjadi lampiran surat ini.

c.        Laporan Kasasi disampaikan melalui aplikasi Direktori Putusan Mahkamah Agung dengan mengunggah Laporan Kasasi dalam Format PDF (bertanda tangan dan berstempel) dan Format RTF pada menu Perpanjangan Penahanan;

d.       Apabila mekanisme penyampaian laporan menggunakan aplikasi Direktori Putusan tidak bisa dilakukan disebabkan gangguan sistem, laporan dapat disampaikan melalui surat elektronik kepaniteraan Mahkamah Agung, Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. dan Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya., dengan subjek email “Laporan Kasasi Perkara Pidana”.

e.       Berkas kasasi (Bundel A dan Bundel B) perkara pidana yang Terdakwanya berada dalam Tahanan  telah diterima oleh Mahkamah Agung paling lama 30 hari kalender terhitung sejak diajukannya permohonan kasasi;

f.         Pada sampul berkas yang Terdakwanya ditahan agar diberikan tanda “Tahanan”.

Untuk efektivitas implementasi  prosedur penyampaian laporan tersebut, Panitera Mahkamah Agung menyampaikan bahwa akan dilakukan pengawasan dan pembinaan dengan melibatkan Pengadilan Tinggi. Apabila ditemukan pengadilan yang tidak mematuhi kebijakan tersebut maka pimpinan yang bersangkutan akan mendapatkan tindakan tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. [an]