JAKARTA | (25/6/2021) Mahkamah Agung bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyelenggarakan kajian melalui diskusi kelompok terarah mengenai manajemen penanganan perkara di MA, Jum’at (25/6/2021). Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing lembaga. Perwakilan MA dihadiri oleh Ketua Kamar Pidana, YM. Dr. H. , S.H., M.H., Ketua Kamar Agama, YM. Dr. H. Amran Suadi, ,S.H., M.H., M.M., Hakim Agung kamar perdata YM. Dr. Pri Pambudi, S.H., M.H., Hakim Agung Kamar Militer, YM. Brigjen Dr. Sugeng Sutrisno, S.H., M.H, Hakim Agung Kamar TUN YM. Yodi M. Wahyunadi, S.H.,M.H dan Panitera MA, Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H. Sementara itu, perwakilan KPK dihadiri oleh Direktur Monitoring Brigjen Pol. Agung Yuda Purnomo dan perwakilan BPKP dihadiri oleh Direktur Pengawasan Bidang Politik dan Penegakan Hukum, Tri Handoyo.
Dalam sambutannya, Ketua Kamar Pidana Dr. Suhadi yang mewakili Mahkamah Agung, menyampaikan apresiasi atas prakarsa penyelenggaraan kegiatan kajian manajemen penanganan perkara di MA. Menurut Suhadi, Mahkamah Agung sangat terbuka dengan berbagai masukan yang bertujuan untuk peningkatan kinerja penanganan perkara. Berdasarkan data laporan tahunan MA, kinerja memutus perkara sudah sesuai ketentuan yang ditetapkan, dengan tingkat kepatuhan di atas 96%. Yang menjadi fokus perhatian MA saat ini adalah peningkatan kinerja minutasi yang tingkat ketepatan waktunya masih 37%.
Jika dibandingkan dengan waktu memutus perkara, ketepatan waktu minutasi perkara masih rendah. Namun jika dilihat progress dalam enam tahun terakhir, angka ketepatan waktu 37% merupakan persentase peningkatan yang cukup signifikan.
“tahun 2015 ketepatan waktu minutasi hanya sebesar 8,16%. Persentase kepatuhan waktu minutasi tersebut terus meningkat hingga mencapai angka 37,48% pada tahun 2020”, ujar Ketua Kamar Pidana yang menjabat sebagai Panitera MA pada periode 2009-2011.
Panitera MA: MA Konsisten dengan Upaya Mereduksi Tunggakan Minutasi
Panitera MA, Ridwan Mansyur dalam paparannya menjelaskan bahwa jangka waktu penanganan perkara pada Mahkamah Agung dilaksanakan dalam waktu 250 hari, terhitung mulai berkas diterima hingga salinan putusan dikirimkan ke pengadilan pengaju. Menurut Panitera ada dua aktivitas utama dalam penanganan perkara, pertama memutus perkara dan kedua minutasi perkara. Jangka waktu memutus perkara telah ditetapkan oleh SK KMA 214 Tahun 2014 paling lama 3 bulan sejak berkas perkara diterima oleh Ketua Majelis Hakim. Sedangkan jangka waktu minutasi perkara adalah 96 hari atau kurang lebih 3 bulan sejak perkara diputus.
“Berdasarkan ketentuan tersebut, perkara dikategorikan sebagai tunggakan minutasi adalah ketika berkas perkara belum minutasi telah melewati tiga bulan setelah perkara tersebut diputus”, ujar Panitera MA.
Senada dengan penjelasan Ketua Kamar Pidana, Panitera MA menegaskan bahwa ketepatan waktu memutus baru mencapai 37%. Hal ini berdampak pada jumlah tunggakan minutasi yang cukup besar, yakni 6000 perkara pada akhir Mei 2021.
Merespons permasalahan tunggakan minutasi ini, MA telah melakukan berbagai upaya baik melalui pendekatan regulasi, penataan regulasi maupun rekayasa proses, antara lain: mewajibkan pengadilan mengirimkan dokumen elektronik (SEMA 14 Tahun 2010 jo SEMA 1 Tahun 2014), simplifikasi format putusan MA (Perma 9 Tahun 2017), melakukan sistem koreksi bersama, optimalisasi monitoring dan evaluasi, pembentukan satuan tugas percepatan minutasi perkara hingga pelaksanaan konsinyering.
Upaya ini menurut Ridwan telah berhasil meningkatkan kepatuhan dan mengurangi jumlah tunggakan. Jika dilihat dalam dokumen laporan tahunan enam tahun terakhir progress positif peningkatan kinerja minutasi telah terlihat.
“tahun 2015 ketepatan waktu minutasi hanya 8,16%, kemudian secara berturut-turut hingga 2020 ketepatan waktunya sebagai berikut: 14,92%, 31,39%, 28,91%, 43,35% dan 37,48%”, papar Panitera MA.
KPK: tidak untuk mencari kesalahan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Monitoring KPK Agung Yuda Purnomo menjelaskan bahwa kegiatan monitoring kepada Mahkamah Agung merupakan implementasi dari amanat UU Nomor 19 Tahun 2019. Berdasarkan Pasal 6 UU tersebut, KPK diberi tugas melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Ia menegaskan bahwa kegiatan yang dilakukan bukan untuk mencari kesalahan.
“sebaliknya, kegiatan ini mencari solusi bersama”, tegas Agung Yuda. [an]