Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

MA Terbitkan SEMA Pembatasan PK Pidana

JAKARTA | (31/12) - Hari ini (Rabu, 31/12/2014), Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana. SEMA ini diterbitkan MA untuk terwujudnya kepastian hukum terkait permohonan peninjauan kembali setelah terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014. Seperti diketahui, MK dalam putusan tersebut menyatakan bahwa pasal 268 ayat (3) KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam angka 3 (tiga) SEMA 7 Tahun 2014 yang ditujukan kepada para ketua pengadilan tingkat pertama dan banding di seluruh Indonesia tersebut, MA dengan tegas menyatakan bahwa peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1 (satu) kali.

 

Berikut isi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014:

 

Berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 butir 1.2 dinyatakan bahwa pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Untuk terwujudnya kepastian hukum permohonan peninjauan kembali, Mahkamah Agung perlu memberikan petunjuk sebagai berikut:

1. Bahwa, pengaturan upaya hukum peninjauan kembali, selain diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) yang normanya telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut di atas, juga diatur dalam beberapa Undang-Undang, yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076) Pasal 24 ayat (2), berbunyi:

“Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali”

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Pasal 66 ayat (1), berbunyi:

“Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali”

2. Bahwa dengan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014, tidak serta merta menghapus norma hukum yang mengatur permohonan peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tersebut;

3. Berdasarkan hal tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1 (satu) kali;

4. Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan lebih dari 1 (satu) kali terbatas pada alasan yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali yaitu apabila ada suatu objek perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang bertentangan satu dengan yang lain baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana;

5. Permohonan Peninjauan Kembali yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut di atas agar dengan penetapan Ketua Pengadilan tingkat pertama permohonan tersebut tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak perlu dikirim ke Mahkamah Agung sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009.