PROSEDUR PENYAMPAIAN SURAT ROGATORI DAN SURAT BANTUAN PENYAMPAIAN DOKUMEN PENGADILAN DALAM MASALAH PERDATA BAGI PIHAK YANG BERADA DI LUAR NEGERI
PENDAHULUAN
Pengadilan berkewajiban memanggil pihak berperkara, Penggugat maupun Tergugat di tempat tinggalnya. Kewajiban pemanggilan pihak berperkara tetap melekat meskipun pihak berperkara tersebut bertempat tinggal di luar wilayah hukum pengadilan yang memeriksa perkara atau bahkan berada di wilayah hukum negara. Pemanggilan kedua belah pihak berperkara oleh pengadilan merupakan upaya untuk menegakkan asas audi et alteram partem dan equality before the law. Dalam sistem hukum Indonesia, pemanggilan pihak berperkara dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti, sebagai pejabat yang mendapat otoritas berdasarkan Undang-Undang.
Peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara perdata (HIR/RBG) telah cukup memberikan aturan mengenai prosedur pemanggilan pihak berperkara yang berada di wilayah hukum pengadilan yang memeriksa. Sedangkan pemanggilan pihak yang berada di luar pengadilan yang memeriksa perkara tidak diatur dalam HIR/RBG tetapi diatur dalam Reglement op de Rechtvordering (RV), terakhir MA menyempurnakan aturan dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penanganan Bantuan Panggilan/Pemberitahuan. Adapun pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar negeri hanya mendapat pengaturan yang bersifat umum dalam RV dan beberapa peraturan perundang-undangan.
Beberapa ketentuan pemanggilan pihak berperkara dalam peraturan perundang-undangan, sebagai berikut:
Ketentuan pemanggilan pihak berperkara yang berada di wilayah pengadilan yang memeriksa perkara
Pasal 121 ayat (1) HIR/Pasal 145 RBg
“Setelah gugatan atau catatan gugatan yang diajukan itu oleh Panitera didaftar dalam register yang disediakan untuk itu, maka ketua itu akan menentukan hari dan jam perkara itu akan diperiksa di muka pengadilan negeri, dan memerintahkan pemanggilan kedua belah pihak, supaya hadir pada yang ditentukan itu disertai oleh saksi-saksi yang mereka kehendaki untuk diperiksa, dengan membawa segala surat keterangan yang hendak dipergunakan”
Pasal 122 HIR/Pasal 146 RBg
m”Dalam menentukan hari persidangan, ketua hendaklah mengingat jauhnya tempat diam atau tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat pengadilan negeri bersidang, dan waktu antara hari pemanggilan kedua belah pihak dan hari persidangan lamanya tidak boleh kurang dari tiga hari kerja, kecuali jika perkara itu perlu benar lekas diperiksa dan hal itu disebutkan dalam surat perintah itu”
Pasal 390 HIR
“Tiap-tiap surat juru sita, kecuali yang disebut di bawah ini, harus disampaikan kepada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diam atau tempat tinggalnya, dan jika tidak bertemu dengan orang itu di situ, kepada kepala desanya atau beknya, yang wajib dengan segera memberitahukan surat juru sita itu kepada orang itu sendiri, tetapi hal itu tak perlu dinyatakan dalam hukum”
Ketentuan pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar wilayah pengadilan yang memeriksa perkara
Pasal 5 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering)
“Jika tergugat tinggal di luar wilayah kekuasaan hakim yang menerima gugatan atau segera dalam hal seperti diuraikan di atas atau atas pilihan penggugat atau atas permohonan pengacaranya dengan surat kepada hakim di tempat tinggal tergugat yang kemudian akan memberitahukan dengan perantaraan jurusita yang ditunjuknya, jika tergugat bertempat tinggal di dalam keresidenan tempat akan diadakan sidang majelis, dan jika tidak tinggal disitu ia akan mengirim surat kepada asisten residen yang mempunyai wilayah tempat tinggal tergugat”
SEMA Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penanganan Bantuan Panggilan/Pemberitahuan
Ketentuan pemanggilan pihak berperkara yang berada di luar wilayah hukum negara Republik Indonesia
Pasal 100 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering)
Seorang asing bukan penduduk, bahkan tidak berdiam di Indonesia, dapat digugat di hadapan hakim Indonesia untuk perikatan yang dilakukan di Indonesia atau dimana saja dengan warga negara Indonesia.
Pasal 20 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
“Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
- Dalam hal salah satu pihak berkedudukan atau berada di luar wilayah Republik Indonesia, Ketua Pengadilan yang bersangkutan melakukan pemanggilan dengan cara meneruskan surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan tersebut kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.
- Departemen Luar Negeri segera menyampaikan surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalam wilayah tempat yang bersangkutan berkedudukan atau berada.
- Petugas Perwakilan Republik Indonesia dalam jangka waktu tujuh hari sejak dilakukan pemanggilan tersebut, wajib memberi laporan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Prosedur penyampaian panggilan/ pemberitahuan bagi pihak berperkara yang bertempat tinggi di luar negeri belum mendapat pengaturan yang jelas dalam hukum acara perdata kecuali pengaturan yang bersifat umum seperti yang disebutkan di atas. Bagaimana format penyampaian panggilan/pemberitahuan, kepada siapa dokumen disampaikan, apakah melalui Kementerian Luar Negeri atau langsung disampaikan kepada negara dimana pihak berperkara bertempat tinggal, bahasa yang dipergunakan, berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan, berapa banyak biaya yang diperlukan belum ada ketentuan yang mengatur.
Untuk mengisi kekosongan aturan penyampaian dokumen panggilan/pemberitahuan kepada pihak berperkara yang berada di luar negeri maupun bantuan teknis hukum (judicial assistance) dari pengadilan Indonesia kepada pengadilan asing ataupun sebaliknya, Mahkamah Agung dan Kementerian Luar Negeri menyusun nota kesepahaman (memorandum of understanding). Pertama, nota kesepahaman yang ditandatangani pada tanggal 19 Februari 2013 antara Panitera Mahkamah Agung dan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional. Dokumen yang dihasilkan pada peristiwa ini adalah Nota Kesepahaman Nomor Nomor NK/HI/01/02/2013/58 dan Nomor 162/PAN/HK.00/II/2013 tanggal 19 Februari 2013. Kedua, nota kesepahaman yang ditandatangani pada tanggal 20 Februari 2018 antara Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Luar Negeri. Dokumen yang dihasilkan dalam peristiwa ini adalah :
No |
Jenis Dokumen |
Perihal |
Nomor |
1 |
Nota Kesepahaman MA dan Kemlu |
Penanganan Permintaan Bantuan Teknis Hukum dalam Masalah Perdata |
01/NK/MA/2/2018 - |
2 |
Surat Keputusan Bersama |
Pembentukan Tim Penanganan Permintaan Bantuan Teknis Hukum dalam Masalah Perdata |
02/SKB/MA/2/2018 - |
3 |
Perjanjian Kerjasama Antara MA dan Kemlu |
Mekanisme Pengiriman Surat Rogatori dan Penyampaian Dokumen Peradilan dalam Masalah Perdata |
03/PK/MA/2/2018 - |
3 |
Perjanjian Kerjasama antara MA dan Kemlu |
Standardisasi Surat Rogatori dan Surat Penyampaian Dokumen Peradilan dalam Masalah Perdata |
04/PK/MA/2/2018 - |
4 |
Perjanjian Kerjasama antara MA dan Kemlu |
Standardisasi Bukti Penerimaan Dokumen Peradilan dalam Masalah Perdata |
PRJ/HI/00411/02/2019/55/08 – Nomor 443/HM.01.1/2/2019 tanggal 20 Februari 2019 |
5 |
Perjanjian Kerjasama antara MA dan Kemlu |
Pengiriman Surat Rogatori dan Penyampaian Dokumen Peradilan dalam Masalah Perdata dari Pengadilan Asing |
PRJ/HI/00410/02/2019/55/08 – Nomor 442/HM.01.1/2/2019 tanggal 20 Februari 2019 |
6 |
Perjanjian Kerjasama antara MA dan Kemlu |
Prosedur Operasional Standar Penanganan Permintaan Bantuan Teknis Hukum dalam Masalah Perdata |
PRJ/HI/00410/02/2019/55/08 – Nomor 442/HM.01.1/2/2019 tanggal 20 Februari 2019 |
Artikel selengkapnya klik tautan ini