Utrceht (13/6) - Setelah melakukan pengayaan informasi seputar penyelenggaraan pleno kamar di Hoge Raad, Senin (12/6), pada hari ke dua kunjungan kerja (Selasa, 13/6), Delegasi MA meluaskan fokus pembelajaran pada aspek kualitas putusan. Lembaga yang dikunjungi adalah Studiecentrum Rechtpleging (SSR) , di Utrecht. SSR adalah pusat pendidikan dan pelatihan untuk tenaga yudisial (training and study center for the judiciary), termasuk di antaranya adalah hakim. Di lembaga yang fungsi utamanya memberikan dukungan untuk terwujudnya aparatur pengadilan yang terlatih dan terciptanya kesatuan hukum ini, delegasi Mahkamah Agung mendalami teknis penulisan putusan yang efektif.
”Kunjungan kerja delegasi Mahkamah Agung kali ini memiliki fokus untuk mempelajari sistem-sistem pendukung yang tersedia di Belanda yang membentuk lingkungan yang kondusif dalam sistem peradilan untuk bisa menghasilkan putusan-putusan yang konsisten dan berkualitas”, ungkap Ketua Delegasi Mahkamah Agung yang juga Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Sunarto, saat membuka pertemuan dengan Tim SSR, Selasa (13/6), di salah satu ruang peremuan SSR di Utrecht.
Menurut Sunarto, Mahkamah Agung akan berupaya memanfaatkan hasil-hasil kegiatan bersama SSR secara terstruktur dan berkelanjutan. Setelah kembali dari kunjungan kerja ini, lanjut Sunarto, kami akan meninjau perencanaan program Balitbang Diklat Kumdil MA RI.
”Apakah telah direncanakan pelaksanaan pelatihan untuk hakim-hakim di pengadilan tingkat pertama dalam jumlah yang lebih besar, untuk keterampilan penulisan putusan yang efektif ini”, ujar Wakil Ketua MA Bidang Yudisial ini.
Selain itu, kata Sunarto, Pimpinan Mahkamah Agung juga akan meminta Kepaniteraan MA untuk menjajaki menggunakan modul dan materi yang sudah ada dari program ini, untuk disesuaikan dan digunakan untuk program pelatihan fungsi-fungsi pendukung di MA, yaitu untuk panitera pengganti dan para anggota Tim Pemilah Perkara.
Fokus Diskusi
Diskusi tentang penulisan putusan yang efektif dilakukan oleh Delegasi MA bersama dengan Mr. Tonnie Hulman (Program Manager SSR), Mrs. Janne Maike (Pengajar SSR) dan Mrs. Anne Tahapary (Senior Course Leader). Sebagai pembuka diskusi, anggota delegasi Ennid Hasanuddin, memaparkan urgensi penyelenggaraan diklat penulisan putusan.
Menurut Ennid, berdasarkan analisa kebutuhan diklat dengan responden para hakim dan panitera pengadilan disimpulkan adanya tantangan besar untuk penulisan putusan putusan secara seragam, jelas, dan baik.
Ennid Hasanuddin yang merupakan Panitera Muda Perkara Perdata MA ini menegaskan bahwa Keputusan yang ditulis dengan baik akan memberi penghormatan kepada integritas hakim.
“ Sebaliknya, jika suatu putusan tidak jelas dan membingungkan, tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka kemungkinan besar integritas hakim dipertanyakan”, ujar Ennid Hassanuddin.
Penulisan Putusan Yang Efektif
Janne Maike, seorang Pengajar SSR, menyampaikan presentasi tentang penulisan putusan yang efektif. Menurut Janne, penulisan putusan yang efektif dapat dilihat dari aspek isi, struktur, dan susunan kata.
“isi harus lengkap dan ringkas. Lengkap artinya tidak terlalu sedikit informasi, sedangkan ringkas tidak terlalu banyak informsi”, jelas Janne. Sedangkan dari aspek struktur, maka ia harus dikelompokkan dengan baik, urutannya logis, danjelas. Adapun dari segi susunan kata, maka teks putusan haruslah dapat dimengerti, dapat diterima dan benar.
Janne menjelaskan bahwa putusan menggambarkan bagaimana sikap hakim terhadap suatu perkara. Pembaca putusan akan mengkritisi apakah penilaian hakim tersebut benar atau tidak.
“oleh karena itu, posisi hakim terhadap perkara tersebut harus didukung dengan argumentasi”, kata Janne.
Janne memberi gambaran jenis-jenis argumentasi dalam putusan. Pertama, argumentasi tunggal yaitu satu argumen pun sudah cukup untuk mendukung sikap hakim. Kedua, argumentasi koordinatif, dua atau lebih argumen diperlukan untuk mendukung keputusan hakim. Ketiga Argumentasi konsesif, yaitu dua argumen yang sifatnya berlawanan.
Lebih lanjut Janne mengungkapkan dalam memperkuat pendapatnya hakim dapat melakukan perluasan argumentasi. Perluasan argumentasi ini dapat bersifat horisontal yakni lebih dari satu “line of defence” dan Vertikal yaitu argumentasi pada level yang berbeda atau dengan kata lain menambah argumentasi untuk mendukung argumen. [an]