Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Denis Kurniawan | Esa & Co. Law Firm | Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

(Artikel ini disampaikan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahkamah Agung  [LokaLiMA] Tahun 2023)

Abstrak

Tayangan pertandingan sepakbola menaruh minat yang besar di hati masyarakat Indonesia. Siaran tersebut termasuk dalam karya sinematografi yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta, sehingga seseorang yang tidak memiliki izin dari pencipta atau pemegang lisensi tidak dapat memonopoli hak tersebut secara komersial, dan hanya pencipta atau pemegang lisensi saja yang dapat memonopoli hak eklusif ciptaan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bertujuan mencari tahu peran negara dalam melindungi pemegang lisensi siaran pertandingan sepakbola disertai dengan respon pandangan budaya hukum masyarakat Indonesia atas pemberlakuan rezim hak cipta. Peran hakim sebagaimana dalam sengketa PT ISM dan Mola TV sangat dibutuhkan untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif dan bersaing secara sehat. Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi pemangku kebijakan untuk tidak abstain dalam melindungi karya cipta seseorang, termasuk menindak dan memikirkan langkah strategis dalam mengambil kebijakan perlindungan. Kata Kunci: Pemegang Lisensi; Hak Cipta; Siaran Sepakbola.

Abstract

Football match broadcasts have great interest in the hearts of the Indonesian people. These broadcasts are included in cinematographic works protected by the Copyright Law, so that someone who does not have permission from the creator or licensee cannot monopolize these rights commercially. Because only the creator or license holder can monopolize the exclusive rights to the work. This research is normative legal research which aims to find out the role of the state in protecting license holders for broadcasting football matches, accompanied by responses to the legal cultural views of Indonesian society regarding the implementation of the copyright regime. The role of judges, as in the PT ISM and Mola TV dispute, is very much needed to create a conducive business climate and healthy competition. This research can be a reference for policy makers not to abstain from protecting one's creative works, enforce the law and including thinking about strategic steps in taking protection policies.

Keywords: License holder; Copyright; Football Broadcasts; Legal Culture.

 

PENDAHULUAN

Sepak bola merupakan olahraga populer di dunia. Berdasarkan survei lpsos Indonesia memiliki penggemar terbanyak di dunia dengan presentase 69%. Sepak bola melibatkan jumlah massal sebagai penikmat, dan banyak penikmatnya yang merupakan berasal dari kalangan ekonomi kelas bawah, seperti halnya uangkapan Eduardo Galeano bahwa “sepak bola merupakan olahraga kelas pekerja”. (Ahmad dan Yahmun, 2017) Sebagai hiburan rakyat sepak bola tentu memiliki penggemar dan disukai di berbagai negara dunia, dan olahraga ini juga tidak mengenal kelas untuk dapat dinikmati, siapapun dapat menikmati keseruan dari olahraga ini. 

Akibat kepopulerannya, industri sepak bola menjadi bisnis yang menguntungkan, bahkan mencapai USD 3,712 Miliar pada 2020. Inggris sebagai negara yang memiliki kompetensi liga yang mumpuni dan memiliki banyak penggemar berhasil menyumbangkan ekonomi sekitar £7,6 pada negara, dan menciptakan 94 ribu pekerja. Begitupun halnya di Indonesia, nilai ekonomis pada industri sepak bola sebagaimana kajian PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), kompetisi Liga 1 mencapai keuntungan 3 triliun rupiah dengan memanfaatkan sektor akomodasi, transportasi dan merchandise, bahkan juga berperan dalam mengalokasikan 112.000 pekerja.

Sebagai penggemar sepak bola tentu menginginkan untuk dapat menyaksikan pertandingan sepak bola, baik itu dengan menonton secara langsung di stadion maupun melalui siaran, bahkan dalam waktu atau momen tertentu masyarakat di berbagai wilayah terdapat prilaku untuk mengadakan nonton bareng atau nobar dengan menggunakan atribut klub/negara dukungannya seperti jersey, bendera atau aksesoris lainnya yang menggambarkan sebuah identitas tertentu. (Syahputra, 2016) Masuknya era digital, mengharuskan adanya keberpihakan kepada “pencipta”, “pemegang hak cipta”, atau “pemilik hak terkait” untuk senantiasa dilindungi hak eklusif karya ciptaanya.

Siaran pertandingan sepak bola, merupakan bagian dari produk hak terkait sinematografi yang mendapatkan perlindungan atas rezim hak cipta. Banyaknya pelanggaran yang terjadi mengenai ekploitasi siaran pertandingan sepak bola seperti maraknya streaming ilegal, maupun juga menayangkan siaran di area komersial tanpa izin, tentu merugikan hak ekonomi pencipta/pemegang hak atas monopoli ciptaanya. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Anggoro Dasananto, juga mengungkapkan bahwa pelanggaran hak siar di Indonesia masih tinggi termasuk dalam penyiaran sepak bola, masih banyaknya kafe yang menyelenggarakan siaran tanpa seizin dari pemegang lisensi atas hak siar tersebut.

Sebagaimana PT Inter Sports Marketing (PT ISM) sebagai satu-satunya pemegang lisensi dari FIFA atas hak penayangan FIFA World Cup 2014 di Brazil di wilayah Indonesia. Mengalami kerugian materil dan immateril, karena tidak mendapatkan hak ekonomis atas penyiaran tanpa izin yang dilakukan oleh beberapa pihak, seperti Max One Hotel Legian. Pelanggaran hak cipta juga terjadi pada munculnya situs streaming online ilegal yang dilakukan pada www.tvball7 com, www.bosball, www.pastivi.com,  dan www.indiostv.com atas penyiaran pertandingan Liga Inggris (English Premier League) yang pada tahun 2019-2020 lisensinya hak siar untuk penayangan diseluruh Indonesia dan Timor Leste dipegang oleh PT Global Media Visual/Mola TV. (Khoirudin dkk, 2022) Saat ini pun PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTEK) sebagai pemegang lisensi Liga Inggris (EPL) untuk tahun 2022-2025 yang didapat melalui The Football Association Premier League Limited sebagai pencipta karya siaran, juga di eksploitasi oleh sejumlah situs streaming online ilegal seperti TVBersama dan Bolasiar. (Susanto dan Al-Faqiih, 2022)

Perjanjian lisensi atas siaran mengharuskan dicatatkan oleh Menkumham untuk dapat mengikat pihak ketiga. Peraturan pencatatan ini baru diatur dalam PP No. 36/2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual selaku peraturan teknis atas UU No. 28/14 Hak Cipta. Adanya perjanjian lisensi atas siaran pertandingan sepak bola, maka “pemegang hak” memiliki hak yang sama dengan pencipta aslinya untuk memanfaatkan hak eklusifnya, dan berhak memonopoli hak cipta tersebut dalam memberikan atau melarang siaran tersebut kepada pihak ketiga. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mencoba meneliti putusan peradilan atas sengketa yang pernah dialami pemegang lisensi hak siar pertandingan , dengan melihat faktor budaya hukum masyarakat Indonesia atas pemberlakuan rezim hak cipta. 

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti seberapa jauh peran negara dalam memberikan perlindungan kepada pemegang lisensi atas hak siar pertandingan sepak bola di Indonesia, kemudian juga menilai bagaimana budaya masyarakat terhadap pemberlakuan rezim hak cipta. Sehingga untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, dilakukannya penelitian dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang, yang berpedoman kepada Undang-Undang Hak Cipta, dan pendekatan konseptual mengenai hak cipta dan budaya hukum masyarakat. (Muhaimin, 2020) Sehingga data yang digunakan merupakan data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, (Soekanto, 2017) dan pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi atau studi pustaka. (Angkasa dkk, 2019)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemegang Lisensi Siaran Pertandingan Sepak bola

Hak cipta merupakan bagian dari rezim Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Adanya perlindungan hak kekayaan intelektual, tidak terpisah dengan adanya kewajiban negara dalam melindungi hak warga negaranya. Adanya peran negara dalam mengakui dan melindungi HAM tiap warga negaranya, oleh F. J. Stahl merupakan persyaratan atas negara yang berpedoman sebagai negara hukum. (Chairuddin, 2014) Pemahaman HKI sudah diatur lebih jauh dengan adanya Deklarasi Universal HAM, yang memuat bahwa “setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas keuntungan-keuntungan moril maupun material yang diperoleh sebagai hasil karya ilmiah, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya.” (DUHAM, 1948)

Hak Cipta merupakan hak eklusif pencipta, berlaku otomatis pasca diumumkannya ciptaan ke publik dalam bentuk nyata, (Thalib dan Muchlisin, 2018) dan di dalamnya terkandung “hak moral” dan “hak ekonomi” pada diri pencipta atas ciptaannya. Hak moral merupakan personalitas pencipta atas suatu karya ciptaannya yang melekat kepada penciptanya. Hak moral pencipta tidak dapat dialihkan oleh siapapun, dan ahli waris si pencipta tidak dapat mengalihkan hak moral, melainkan menjaga dan melaksanakan hak moral tersebut. Adapun hak ekonomi, merupakan hak “kesejahteraan” yang diraih oleh pencipta dan/atau pemegang hak cipta atas karyanya sebagai imbalan jasa/reward, karena telah memiliki nilai manfaat ciptaan tersebut di masyarakat. Hak ekonomi melahirkan konsepsi akan “hak terkait”/neighboring right, (Susanti, 2017) atas hak tersebut pemegang hak terkait dapat mencegah siapapun untuk membuat, menggunakan atau berbuat sesuatu tanpa seizin dari pemegang hak. (Utomo, 2010) 

Perlindungan hukum hak cipta dan produk hak terkait, sebagai bentuk penghargaan atas karya si pencipta karena telah melakukan investasi olah pikir untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Dengan hak ekonomi-nya pencipta berhak: (1) Perbanyak ciptaannya, diantaranya untuk tujuan komersial dan dapat diketahui lebih banyak orang. (2) Mengumumkan ciptaan, termasuk di dalamnya hak menggandakan yang bertujuan untuk mengontrol ciptaannya, dan mengharuskan mendapatkan manfaat berupa royalti kepada pencipta/pemegang hak. (3) Mentransformasikan atau mengalihkan ciptaanya, tiap penggandaan ataupun ekploistasi maka memerlukan adanya izin terlebih dahulu kepada pencipta/pemegang hak. (Lalamentik, 2018)

Istilah “neighboring right” memiliki terminologi yang berbeda-beda, ada yang menggunakan istilah “right reletad to” atau “neighbooring on copy right”. Neighboring right pengaturan pertama kalinya diatur dalam Konvensi Roma 1961, yang diterjemahkan sebagai “hak yang berhubungan dengan hak cipta,” sedangkan UU Hak Cipta menggunakan istilah “hak terkait” atau hak yang berkaitan dengan hak cipta. (Rizkia dan Firdiansyah, 2022) Hak cipta maupun produk hak terkait dilindungi oleh UU Hak Cipta. Akan tetapi, kedua hak ini memiliki suatu perbedaan, apabila hak cipta diproyeksikan untuk melindungi pencipta dari suatu karyanya, sedangkan hak terkait bertujuan melindungi hak moral dan hak ekonomi atas pelaku pertunjukan, (Sukmaningsih, 2019) dan hak ekonomi atas produser fonogram, dan lembaga penyiaran.

Siaran pertandingan sepak bola, merupakan cipta karya sinematografi yang disiarkan oleh lembaga penyiaran atas seizin pemegang/pemilik hak, dan dapat memonopoli hak ekonomi di dalamnya. Sehingga pemegang/pemilik hak siaran pertandingan sepak bola, dapat melaksanakan sendiri, memberikan suatu izin, atau melarang pihak tertentu untuk menayangkan penyiaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran ataupun juga melakukan penggandaan fiksasi siaran. Karya sinematografi mendapatkan perlindungan oleh UU Hak Cipta selama 50 tahun semenjak pertama kali diumumkan. Memanfaatkan karya sinematografi dengan tujuan komersial maka memerlukan izin tertulis kepada pemegang hak, atau dialihkan dengan membuat perjanjian lisensi dengan membayar sejumlah royalti kepada pemegang hak cipta/pemilik hak terkait tersebut. (Maulana dan Witasari, 2021)

Lisensi secara konsep berfungsi sebagai distribusi kekayaan, yang dalam pemahaman hak cipta, lisensi ini sebagai pembagian yang sah dari pencipta atau pemilik asal hak cipta dengan pihak lain untuk dimanfaatkan ciptaan tersebut sebagaimana pencipta. Sehingga pemegang lisensi juga memiliki hak dalam menggandakan, menyewakan atau mengalihkan ciptaannya ataupun juga membatasi ciptaan tersebut kepada pihak lain, apabila tidak memberikan hak ekonomi ataupun merugikan hak ekonomi si pemegang lisensi tersebut. (Perisai, 2023).

Persaingan untuk mendapatkan izin lisensi hak siar tidaklah mudah, apalagi menyangkut siaran pertandingan bergengsi, seperti piala dunia (FIFA World Cup) atau Liga Inggris/English Premier League (EPL), yang memiliki banyak penikmat di Indonesia. Selain memerlukan modal yang tinggi, calon pemegang lisensi juga mengharuskan memiliki reputasi bisnis yang baik dikancah organisasi internasional tersebut. Kerugian secara materil dan immaterial rentan dirasakan oleh pemegang lisensi atas ekploitasi siaran pertandingan sepak bola. Seperti dalam kasus PT Inter Sport Marketing (PT ISM), selaku pemegang lisensi hak siar dan komersial dari FIFA terkait pertandingan FIFA World Cup 2014 Brazil untuk penayangannya di seluruh wilayah Indonesia, akan tetapi tidak mendapatkan royalti atas komersialisasi penayangan hak siarannya oleh pihak lain tanpa seizin PT ISM. Ditambah dengan banyaknya situs streaming online ilegal yang menyediakan konten pertandingan sepak bola serupa, berakibat kepada ruginya ekonomi pemegang hak tersebut atas lisensi yang telah diupayakannya.

Persaingan pelaku usaha untuk mendapatkan lisensi siaran sepak bola sangat ketat. Terlihat pada tiap periodenya, pemegang lisensi hak siar di wilayah Indonesia selalu berbeda-beda. Seperti dalam 4 periode terakhir penyelenggaraanya, pemegang lisensi untuk FIFA World Cup 2010 Afrika Selatan dipegang oleh PT Electronic City Indonesia Tbk. (Mubarak, 2010) Pemegang lisensi FIFA World 2014 Brazil adalah PT Inter Sports Marketing. (Makmur dan Elda, 2021) Pemegang lisensi FIFA World Cup 2018 Rusia adalah PT Futbal

Momentum Asia (FMA). Pemegang Hak Siar FIFA World Cup 2022 Qatar adalah EMTEK Group. Begitupun halnya dengan pemegang lisensi siaran atas pertandingan sepak bola Liga Inggris (EPL), yang memiliki banyak penikmat di Indonesia, Mola TV yang semula pemegang lisensi EPL pada musim 2019/2020, kemudian beralih kepada EMTEK Group yang memegang lisensi hak siar EPL musim 2022-2025.     

 

B. Putusan Pengadilan atas Ekploitasi Hak Eklusif Pemegang Hak Cipta Siaran Pertandingan Sepak bola dan Praktik Streaming Ilegal

FIFA World Cup sebagai ajang olahraga yang sangat dinantikan keberlangsungannya. Sebab acara tersebut merupakan pertandingan merebutkan juara dunia sepak bola yang diikuti oleh seluruh negara di dunia, bahkan negara yang tidak diakui secara internasional. Akan tetapi konten siaran pertandingan FIFA World Cup merupakan bagian dari karya sinematografi yang termasuk ruang lingkup HKI dan oleh UU Hak Cipta mendapatkan perlindungan didalamnya. Sengketa pemegang hak siaran sepak bola pernah terjadi pada siaran piala dunia 2014, yang lisensinya dipegang oleh PT Inter Sport Marketing.

PT Inter Sport Marketing (PT ISM) merupakan badan hukum yang telah berdiri sejak 2010 berdasarkan akta pendiriannya yang dibuat dihadapan notaris, dan telah mendapatkan pengesahan oleh Menkumham. PT ISM dalam penyelenggaraan FIFA world cup 2014 di Brazil megambil bagian sebagai penerima lisensi utama (master right holder) dari FIFA, sehingga memiliki hak dalam menyiarkan ataupun menayangkan ajang pertandingan bergengsi tersebut diseluruh seantero Indonesia, yang berdasar kepada License Agreement antara PT ISM dengan FIFA pada 5 Mei 2011 di Zurich Swiss dan telah dimohonkan untuk dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI pada 23 Mei 2014.

PT ISM telah memberikan sub lisensi untuk tayangan free to air TV Broadcaster kepada ANTV dan TV One, Adapun tayangan berbayar dierikan haknya kepada K. Vision dan Viva Sky Internet Mobile Rights ke Domikado. Untuk kepentingan komerisial PT ISM memberikan kuasanya kepada PT Nonbar sebagai satu-satunya kordinator yang berperan dalam memasarkan ataupun mengawasi dan perizinan terkait kegiatan nonton bareng melalui surat penunjukan tertanggal 12 November 2013. (Maulana dan Witasari, 2021) Sehingga berdasarkan UU Hak Cipta, FIFA atau PT ISM memiliki hak eklusif dalam melarang penggandaan ataupun mengomersilkan siaran FIFA World Cup 2014 yang tidak memiliki izin di wilyah Indonesia, dengan melibatkan PT Nonbar dalam kepentingan sosialisasi, pemasaran lisensi, pengawasan dan juga juga penertiban atas izin/lisensi dalam penayangan siaran FIFA World Cup 2014 di semua area komersial seperti hotel, mall, kafe restoran, dll.  

PT ISM atas lisensi yang ia terima sebagai pemegang hak siaran pertandingan FIFA world cup 2014, mengalami banyaknya permasalahan yang ia hadapi secara hukum. Argumentasi PT ISM selaku pemegang hak atas lisensi dapat mengajukan gugatan atas kerugian hak ekonominya ialah “Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya”.

Tabel 1. Daftar sengketa litigasi yang dihadapi PT ISM

No.    Lawan berperkara          Putusan Hukuman Ganti             Nomor Perkara

Rugi

  1. Dermaga Keluarga Hotel Pengadilan      25 Juta      1 /Pdt.Sus-

                                                    Niaga                     HKI/2019/PN Smg

  1. PT Arjuna Cahya Lestari       Pengadilan      1 Miliar             2/PDT.SUS-HKI

Niaga          /2018/PN. Smg 3.          UNY Hotel      Mediasi           -           2/Pdt.Sus-

HKI/2019/PN

Niaga Smg

  1. Grand Artos Hotel & Pengadilan 1 Miliar             3/PDT.SUS-HKI

           Convention                       Niaga                           /2017/PN. Smg

  1. Grand Tjokro Yogyakarta Kasasi 50 Juta             882K/Pdt.Sus-

HKI/2019 

 

  1. Citihub Hotel Yogyakarta Kasasi 1 Miliar    110 K/Pdt.SusHKI/2019
  2. Grand Quality Hotel Pengadilan      1 Miliar    6/Pdt.Sus-HKI

           Yogyakarta                       Niaga                           /2018/PN. Smg

  1. Hotel Solaris Kuta Bali Pengadilan      100 Juta             06/Pdt.SusNiaga         (Materil) + Rp.            HKI.Hak
    • Juta Cipta/2018/PN.Nia

                                                                           (Immateril)         ga Sby

  1. The Akmani Legian Hotel Pengadilan      100 Juta             9/Pdt.Sus./Haki/201

                                                    Niaga             (Materil) + Rp. 8 /PN Niaga Sby

  • Juta

(Immateril)

  1. Fontana Hotel Bali Pengadilan      100 Juta             10/Pdt.Sus./Haki/20

                                                    Niaga             (Materil) + Rp. 18 /PN Niaga Sby

  • Juta

(Immateril)

  1. Villa Kayu Raja Pengadilan      100 Juta             13/Pdt.Sus-

Niaga              (Materil) + Rp.     HKI/Cipta/2018/PN 400 Juta         .Niaga.Sby.

(Immateril)

  1. LHotel Kasasi 100 Juta    406 K/Pdt.Sus-

HKI//2019

  1. Hotel Grand Zuri Peninjauan      1 Miliar    18 PK/Pdt.Sus-

           Malioboro                        Kembali                                HKI/2020

  1. Merapi Merbabu Hotel & Peninjauan      100 Juta    22 PK/Pdt.Sus-

Resort Yogyakarta      Kembali          HKI/2020 

  1. Max One Hotel Legian Kasasi 100 Juta    1315 K/Pdt.Sus-

HKI/2020

  1. Grand Quality Hotel Peninjauan      1 Miliar    30 PK/Pdt.Sus-

           Yogyakarta                      Kembali                                HKI/2020

  1. Bali Rich Luxury Villa & Kasasi 100 Juta    67 K/Pdt.Sus-

            Spa                                                                               HKI/2020

  1. Grand Artos Hotel & Peninjauan 1 Miliar    88 PK/Pdt.Sus-

           Convention                      Kembali                                HKI/2019

  1. Hotel Yogyakarta Kasasi 1 Miliar    109 K/Pdt.Sus-

HKI/2019

  1. Four Season Resort Peninjauan      100 Juta    201 PK/Pdt.Sus-

                                                    Kembali                                HKI/2018

  • The Oberoi Bali Hotel Kasasi 100 Juta    619 K/Pdt.Sus-

HKI/2019. ISM

  • Dunkin’ Donuts         Kasasi 100 Juta    897 K/Pdt.Sus-

HKI/2018

Diantara sengketa yang dilakukan PT ISM sebagai pemegang hak media FIFA World Cup 2014, adanya gugatan PT ISM kepada PT Java Realty atau Max One Hotel Legian (Tergugat I) dan PT Milestone Pacific Hotel Group (Tergugat II) yang didaftarkan pada Pengadilan Niaga Surabaya. Sebagaimana Putusan No. 24/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga Sby bahwa Tergugat I yang merupakan badan hukum dari Max One Hotel Legian dan Tergugat II sebagai pengolalanya, dianggap oleh PT ISM selaku Penggugat telah melakukan PMH atas tanpa izin menayangkan siaran langsung FIFA World cup di kamar hotel tersebut atas pertandingan Argentina VS Swiss di stasiun televisi TV One. Akan tetapi gugatan tersebut diputus oleh hakim “tidak dapat diterima” dikarenakan:  

  1. Kurangnya pihak, yakni PT Nonbar tidak ditarik atau dijadikannya PT Nonbar sebagai pihak dalam berperkara. Sebab hakim menilai bahwa surat dan saksi yang diajukan oleh PT ISM selaku penggugat memiliki kaitan dan dianggap oleh hakim mempunyai kepentingan dalam perkara a quo.
  2. TV One merupakan bagian dari Free to Air atau bebas diakses oleh siapapun, sehingga tidak dikategorikan sebagai saluran bebayar, dan walaupun tergugat I merupakan wilayah komersial karena menjalankan bisnis di bidang perhotelan, akan tetapi tidak ada tujuan menayangkannya secara komersial ataupun menarik keuntungan, dibuktikan tidak dipasangnya spanduk ataupun hal terkait yang berkaitan dengan FIFA World Cup 2014 Brazil.

Akan tetapi PT ISM tidak puas dengan putusan hukum tersebut, dan PT ISM melakukan upaya hukum kasasi untuk melakukan pembatalan atas putusan Pengadilan Niaga Surabaya sebagai tingkat pertama, dan memohon ganti kerugian atas PMH yang dilakukan oleh Max One Hotel Legian. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi PT ISM untuk sebagian, dan menghukum PT Java Realty atau Max One Hotel Legian dan PT Milestone Pacific Hotel Group untuk membayar ganti rugi bersama-sama sebanyak Rp.

100.000.000.00,- dan membayar biaya perkara sebanyak Rp.5.000.000.00,- Adapun pertimbangan hukum hakim agung yang menjadi argumentasi dikabulkannya pembatalan putusan pada tingkat pertama adalah bahwa “PT Nonbar tidak perlu ikut digugat dalam perkara a quo karena PT Nonbar adalah kepanjangan tangan dari Penggugat”. Serta anggapan bahwa “tidak ada kepentingan untuk menggugat PT Nonbar karena PT Nonbar tidak merugikan Penggugat, sedangkan Tergugat I dan Tergugat II telah merugikan hak eksklusif dari Penggugat karena tanpa izin dari Penggugat telah menayangkan siaran FIFA World Cup Brazil 2014 di area komersial miliknya, sehingga harus dihukum membayar ganti rugi”. 

Akan tetapi, putusan kasasi tersebut tidak membahas mengenai lebih lanjut tentang keabsahan mengambil hak ekonomi atas saluran free to air TV One sebagai media untuk menonton pertandingan sepak bola yang dilakukan oleh hotel tersebut, sebagaimana yang dipermasalahkan di tingkat pertama bahwa TV One yang bukan bagian dari “saluran berbayar” sehingga pihak hotel tidak mengharuskan untuk melakukan izin kembali, karena TV One sudah mengantongi izin/sub lisensi terlebih dahulu melalui PT ISM untuk menayangkan siarannya. Namun dalam perkara PT ISM yang lain, terdapat pertimbangan hakim bahwa “hotel merupakan wilayah komersial” dan mengharuskan adanya izin tertulis kepada pemegang hak apabila ingin memanfaatkan siaran tersebut, hal ini sebagai bentuk bagian dari upaya pemegang lisensi dalam melindungi hak siarnya.  

Banyaknya masalah sengketa yang harus dihadapi oleh PT ISM dalam melindungi hak siarnya, salah satunya disebabkan adanya keksosongan hukum akan peraturan teknis mengenai pencatatan ciptaan. Sehingga dalam hal ini PT ISM tidak dapat mencatatkan perjanjian lisensinya dengan FIFA, hal ini juga menjadi dalil pihak lawan dalam melakukan bantahan. Sebab memang dalam Pasal 47 UU 19/2002 Hak Cipta mengatur “agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal”. Sedangkan Keppres yang mengatur tentang pencatatan belum ada, pengaturan tersebut baru diatur dalam PP No. 36/2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual yang merupakan aturan pelaksana atas delegasi UU 28/2014 yang merupakan UU hak cipta yang baru. 

Walaupun terdapat kosongnya hukum atas tata cara pencatatan hak cipta, namun PT ISM telah melakukan itikad baik dalam mengajukan permohonan pencatatan lisensi atas License Agreement tersebut kepada Direktur Hak Cipta Kemenkumham, yang dilakukan melalui kuasanya Turman M. Panggabean selaku Konsultan HKI pada Kantor ABSOLUT Patent & Trade Mark. Pertimbangan hukum pada sengketa melawan PT Akmindo Legian, majelis hakim menyampaikan bahwa belum terbitnya sertifikat pencatatan tidak hilangnya perlindungan hukum PT ISM sebagai pemegang lisensi, sebab terbitnya hak cipta bersandar kepada asas deklaratif/deklaratoir, sehingga apabila ada yang melanggar pasca diumumkan karya ciptaan tersebut maka pemegang hak dapat menuntut ganti kerugian ke pengadilan niaga. 

Budi Agus Riswandi sebagai ahli di persidangan juga menguatkan bahwa permohonan pencatatan lisensi yang dilakukan PT ISM dinilai “sah” karena terdapat cap basah sebagai tanda telah diterimanya permohonan pencatatan tersebut, dan ini sebagai bukti itikad baik yang dilakukan oleh pemohon untuk proses pencatatan perjanjian lisensinya dengan FIFA. Urusan tidak adanya mekanisme pencatatan karena belum adanya peraturan pelaksana menjadi urusan pemerintah, dan kekosongan hukum mengenai peraturan pelaksaana tersebut, merujuk pada kaidah hukum kebiasaan bahwa “apabila sudah dimohonkan dianggap sah mengikat” mengingat hak cipta mengandung unsur deklaratif dan sudah memiliki perlindungan didalamnya pasca diumumkannya, dan melekat atasnya hak moral dan hak ekonomi bagi pencipta dan/atau pemegang hak. Semua putusan perkara PT ISM memberikan perlindungan hukum kepada PT ISM selaku pemegang lisensi hak siar penayangan FIFA World Cup 2014 di wilayah Indonesia, dan menjadi yurisprudensi antara perkara satu dengan perkara lainnya.

Yurisprudensi sendiri merupakan bagian dari salah satu sumber hukum tata negara. Walaupun Indonesia bertradisi civil law system, akan tetapi putusan peradilan dapat menjadi sumber hukum dan menjadi rujukan bagi hakim yang memutus perkara serupa dikemudian hari dengan syarat: pertama, Putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Kedua, bernilai baik yang berkeadilan bagi yang bersengketa. Ketiga, putusan sudah berulang atau berpola sama. Keempat, adanya kekosongan hukum atau norma yang ada tidak jelas. Kelima, putusan memenuhi syarat untuk dianggap sebagai yurisprudensi. (Jimly Asshiddiqie, 2006)

Perkembangan teknologi yang saat ini serba digital terdapat sisi negatif kepada pemegang hak siar pertandingan tertentu, karena maraknya streaming ilegal yang memberikan pelayanan gratis hanya bermodal kuota internet, dan hal ini berakibat pula kepada pemegang hak untuk tidak dapat mengekploitasi hak eklusifnya secara menyeluruh. Seperti halnya dalam siaran liga Inggris (EPL) yang pada tahun 2019-2020 lisensinya untuk penayangan di seluruh Indonesia dan Timor Leste dipegang oleh PT Global Media Visual (Mola TV) dan saat itu terdapat situs streaming online yakni www.tvball7 com, www.bosball, www.pastivi.com,  dan www.indiostv.com yang dikelola oleh Uyan Supiana bin Ojo menyiarkan pertandingan EPL tanpa seizin Mola TV sebagai pemegang hak yang memiliki hak eklusif atas siaran tersebut.

Mola TV mulanya sudah melakukan himbauan pada 23 Juli 2019 dan mengadakan pertemuan dengan pelaku pada 26 Juli 2019 di kantor Mola TV dan menandatangani pernyataan untuk tidak mengulang kembali perbuatannya. Akan tetapi pada 14 Desember pelaku kembali menyiarkan tayangan EPL antara Chelsea VS Bournemouth. Atas perbuatannya pelaku mendapatkan keuntungan komersial melalui google adsense sebesar Rp. 675.914.647,- (enam ratu tujuh puluh lima juta sembilan ratus empat belas ribu enam ratus empat puluh tujuh rupiah) yang ditransfer melalui rekening.

Mola TV mengajukan delik aduan kepada pihak berwajib dan pelaku diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 4 Miliar berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (2) & 118 UU Hak Cipta. Berdasarkan putusan No. 420/PID.SUS/2020/PN BDG pelaku terbukti bersalah dan dihukum pidana penjara 4 tahun dan denda sebesar Rp. 750 Juta (apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 1 bulan. Hak cipta merupakan suatu hal yang harus dihormati keberadaanya, mengomersialkan sesuatu tanpa seizin pencipta/pemegang hak merupakan pelanggaran hukum yang mengharuskan mendapatkan konsekuensi hukuman setimpal atas perbuatannya.  

Rezim hak cipta dapat ditegakkan melalui aspek perdata maupun pidana. Pelanggaran hak cipta dalam konteks pidana maka adanya pelanggaran hak cipta yang mempengaruhi kepentingan bangsa, Adapun pelanggaran hak cipta dalam konteks perdata, maka terdapat perbuatan melawan hukum yang berakibat ruginya pemegang hak cipta. Peran peradilan dalam memberikan keadilan, kepastian hukum, serta kemanfaatan yang tercermin pada putusannya demi menegakkan hukum hak cipta, maka akan menambah tingkat kepercayaan masyarakat/pelaku usaha kepada peradilan itu sendiri, sehingga peradilan memiliki marwah sebagai lembaga negara.      

Refleksi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia dalam Rezim Hukum Hak Cipta dan Kaitannya terhadap Perlindungan Hukum Pemegang Lisensi Hak Cipta

Masuknya era digital mengharuskan adanya perlindungan hak cipta pada dunia nyata dan dunia maya. Pemberlakuan rezim hak cipta sendiri sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia semenjak periode penjajahan belanda melalui auterswet 1992. (Riswandi, 2016) Kemudian peraturan kolonial tersebut dicabut dan dinasionalisasikan dengan UU No. 6/1982 tentang Hak Cipta, (Riswandi, 2006) hingga mengalami perubahan menyesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika zaman hingga terakhir diundangkannya UU No. 28/2014.  Akan tetapi kesadaran hukum masyarakat Indonesia untuk sampai peduli dan menghargai karya cipta seseorang saat ini masih belum mapan. Ditandai dengan masih banyaknya pelanggaran hak cipta yang terjadi di masyarakat, baik dalam dimensi musik, perfilman, seni, sastra maupun penyiaran, yang disebabkan mengekploitasi ciptaan tanpa disertai izin dari pencipta/pemegang hak.

Penayangan siaran sepak bola di area komersial yang tidak memiliki izin dari pemegang lisensi kerap terjadi, seperti penindakan yang dilakukan PPNS DJKI dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri yang menggeledah kafe di Kota Padang dan Restoran & Bar di Yogyakarta dalam siaran liga inggris, sebagaimana juga terjadi di sebuah kafe Jakarta Selatan. Pelanggaran hak siaran sepak bola tidak hanya merambat interaksi dunia nyata dalam ekploitasi tayangan tersebut di area komersial tanpa seizin dari pemegang hak. Akan tetapi juga terjadi pada situs streaming online ilegal, dengan memberikan fasilitas gratis kepada pengguna situs hanya bermodalkan kuota internet. Walaupun dikatakan dalam 2017-2019 Kominfo telah memblokir 1745 situs yang melanggar HKI, dan telah memblokir 12 ribu situs streaming ilegal pada 2023. Namun nampaknya situs streaming ilegal yang baru kerap bermunculan kembali, dan kita juga dapat dengan mudah mengaksesnya pada situs pencarian google ataupun media sosial lainnya.

Hadirnya situs streaming ilegal di dunia maya sangat merugikan pemegang hak cipta/produk terkait. Karena pemegang hak tidak mendapatkan hak ekonomi atasnya, sedangkan platform streaming tersebut meraih keuntungan yang besar atas iklan yang diperolehnya, bahkan ada yang mencapai angka US$1,34 miliar atau sekitar Rp 19,2 triliun, padahal streaming ilegal juga dapat memawakan kerugian kepada penggunanya karena sangat rentan atas ancaman terjadinya peretasan dan data pribadi. Sehingga perlunya penindakan yang lebih serius dan efektif oleh pemerintah yang tidak hanya berorientasi atas kepuasan pemblokiran semata  dan juga kesadaran masyarakat untuk bijak dan tidak mengonsumsi layanan ilegal di internet.   

Tidak dapat dipungkiri penegakan hukum hak cipta di Indonesia belum dapat dilakukan secara optimal, disebabkan konsep hak cipta tidak dikenali dalam pandangan tradisional masyarakat Indonesia, seperti masyarakat Jawa yang mengedepankan prinsip kerukunan antar tetangga, tepa selira dan gotong royong. Munculnya rezim hak cipta disebabkan adanya liberalisasi ekonomi atas pengaruh negara maju yang mempengaruhi sosial budaya pada masyarakat Indonesia. Pemahaman ini akan merubah sudut pandang masyarakat Indonesia yang memiliki budaya asli komunal/sosial tradisional dalam hidup berbangsa dan bernegara mengalami “transisi industrial” ke arah budaya individual modern. Keadaan transisi ini sedang memaksakan masyarakat Indonesia untuk berada dalam pemikiran yang rasional dan komersial sehingga sepaham dengan adanya rezim hak cipta. (Hidayah, 2017)

Lalu apakah konsep adanya hak cipta bertentangan dengan budaya masyarakat Indonesia yang menurut Koentjaraningrat juga memiliki “mental menerabas”, ditambah Muchtar Lubis menganggap bahwa manusia Indonesia berkarakter “tidak bertanggung jawab” dan “bersikap feodal”, tentu akan sulit menghargai ciptaan. Khususnya dalam karya sinematografi pertandingan sepak bola yang memiliki penikmat yang besar di Indonesia, namun dengan pendapat perkapita masyarakat Indonesia yang masih dibilang belum sejahtera, didukung dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang demikian, maka sangat sulit masyarakat Indonesia untuk berada pada tingkatan peduli untuk menghargai/mengonsumsi barang yang dilindungi hak cipta dengan mengeluarkan biaya, sedangkan di satu sisi banyaknya streaming ilegal disertai dengan kemudahnya mengaksesnya secara gratis, maka ini akan menjadi alternatif yang cenderung dimati untuk di konsumsi masyarakat, daripada harus menghargai hak cipta. (Thalib dan Muchlisin, 2018) Sebagaimana survei Asia Video Industry Association’s Coalition Against Piracy (CAP), 63% pengguna layanan streaming online di Indonesia lebih menyukai menonton siaran melalui situs ilegal.   

Mempertanyakan kembali mengenai esensi hadirnya UU Hak Cipta di Indonesia, apakah sebagai cerminan “hukum untuk manusia” atau “manusia yang dipaksakan untuk hukum” menjadi pertanyaan menarik atas refleksi pemberlakuan rezim hak cipta pada kultur budaya hukum di Indonesia. Apabila rezim hukum hak cipta ini merupakan produk rekaya sosial, sebagaimana pendapat Roscoe Pound bahwa Law as a tool of Social Engineering, yang diharapkan masyarakat tunduk pada hukum. Akan tetapi rekayasa juga memerlukan peran dari pembuat hukum dan pemegang otoritas publik untuk melakukan usaha agar mampu menggerakkan masyarakat supaya dapat bertingkah sesuai dengan pemahaman hukum hak cipta. Adanya Fiktie hukum, tidak mengalpakan kewajiban negara dalam memberikan sarana edukasi dan pembaruan masyarakat, sehingga ketidaktahuan masyarakat akan hukum, tidak bisa dibiarkan tanpa adanya peran negara dan pemegang kepentingan dalam memikirkan bagaimana hukum itu dapat terinplementasi dengan baik, sehingga masyarakat bisa peduli dan menghargai karya hak cipta. (Yunus,

2012) 

Atas permasalahan yang timbul terjadi pada pelanggaran hak cipta, maka sudah sepatutnya negara berkewajiban untuk terus berkomitmen dalam memberikan perlindungan hukum yang memadai yang berpihak kepada kesejahteraan pencipta/pemegang lisensi. (Maulana dan Witasari, 2021) Dengan memberikan perlindungan hukum yang memadai maka negara mendukung iklim persaingan ekonomi yang kondusif, sehingga mendorong para pelaku usaha untuk dapat mengembangkan bisnisnya dan berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi negara.

Perlindungan hukum merupakan jaminan konstitusi yang diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Sudah seharusnya pemegang lisensi siaran pertandingan sepak bola mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang baik, dikarenakan kontribusinya dalam mendapatkan lisensi dan membawa manfaat atas tayangan tersebut, sehingga harus dijamin hak ekonominya sebagai pemegang hak. Perlindungan hukum ini dapat dilakukan secara preventif yang dilakukan oleh pembuat hukum dan pemangku kebijakan agar tidak terjadinya konflik pelanggaran hak cipta, dan menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif sebagai bangsa. Maupun perlindungan represif yang dilakukan lembaga ajudikasi, dengan menjadikan langkah hukum pidana sebagai ultimum remedium sebagaimana Pasal 95 UU Hak Cipta. (Rahmad dan Hadi, 2022) 

Kualitas putusan hakim yang berkeadilan dan memberikan manfaat pada perkara komersial berdampak pada terciptanya iklim industri yang positif. Sebagaimana konsistensi putusan hakim atas sengketa PT ISM sebagai pemegang lisensi FIFA World Cup 2014, yang turut serta berperan dalam mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya aturan pelaksana mengenai mekanisme pencatatan lisensi hak cipta/produk hak terkait untuk dapat mengikat pihak ketiga. 

Walaupun putusan hakim tidak memiliki otoritas secara de jure namun putusan hakim memiliki otoritas secara de facto. (Enrico Simanjuntak, 2019) Hakim tidak hanya sebatas corong undang-undang, putusan hakim yang objektif akan menarik kepercayaan pelaku usaha dalam bersengketa di pengadilan, yang secara tidak langsung membawa pertumbuhan ekonomi yang sehat, dan memunculkan minat pelaku usaha baru. 

PENUTUP

Sudah semestinya negara melindungi hak-hak tiap warga negaranya, termasuk pemegang lisensi siaran pertandingan sepak bola yang telah memberikan kontribusi untuk penayangannya di wilayah Indonesia. Upaya perlindungan hukum bagi pemegang lisensi harus merambat kepada semua sektor publik. Baik itu menyediakan norma hukum yang mapan sesuai dengan berkembangnya zaman dan jaminan kepastian hukum, maupun peran lembaga peradilan dalam menegakkan hukum yang adil bagi pemegang lisensi yang hak haknya dilanggar untuk terciptanya iklim persaingan usaha yang kondusif. Untuk menciptakan budaya hukum masyarakat yang berpihak terhadap nila-nilai hak cipta, tidak lepas dari peran pemerintah dalam melakukan command and control disertai juga adanya refleksi dari masyarakat atau pelaku usaha yang berkeinginan kuat dalam menghargai karya hak cipta.   

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abd Thalib dan Muchlisin. (2018) Hak Kekayaan Intelektual, Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Asshiddiqie, Jimly. (2006) Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 1, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Chairuddin, Fatmawati. (2014) Pengaruh Penyatuan Kewenangan Yudisial, Organisasi dan Finansial pada Mahkamah Agung terhadap Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka, Depok: Badan Penerbit FH UI.

Hidayah, Khoirul. (2017) Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Malang: Setara Press. Muhaimin. (2020) Metode Penelitian Hukum, Mataram: Mataram University Press. Nanda Dwi Rizkia dan Hardi Fardiansyah. (2022) Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: Widina Bhakti Persada.

Nitrina Angkasa, dkk. (2019) Metode Penelitian Hukum sebagai Suatu Pengantar, Lampung: Laduny.

Soekanto, Soerjono. (2007)  Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Susanti, R. Diah Imaningrum. (2017) Hak Cipta: Kajian Filosofis dan Historis, Malang: Setara Press.

Utomo, Tomi Suryo. (2010) Hak Kekayaan Intelektual di Era Global, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yunus, Nur Rohim. (2012) Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, Jakarta: Jurisprudence Press.

Jurnal

Ahmad Khoirudin, Leliya Zainul Alim, dan Faturrohman. (2022) “Pengaturan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Illegal Streaming di Media Sosial

Perspektif Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” AlMustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Islam, Vol. 7, Issue. 1, pg. 48, 24235/jm.v7i1.10394.

Aulia Munadiah, Syafrudin Makmur, dan Tresia Elda. (2021) “Perlindungan Hukum Pemegang Lisensi Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” Journal of Lefal Research, Vol. 3, Issue. 4, pg. 594. https://doi.org/10.15408/jlr.v3i4.20735.

Bima Yoga Shendy Susanto dan Abdurrahman Al-Faqih. (2022) “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Lisensi Hak Siar terhadap Tayangan Streaming Tidak Berlisensi,” Journal of Intellectual Property, Vol. 5, Issue. 2, pg. 124.

Budi Agus Riswandi, (2016) “Hukum dan Teknologi: Model Kolaborasi Hukum dan Teknologi dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta di Internet,” Jurnal

             Hukum     IUS     QUIA     IUSTUM,    Vol.    23,     Issue.     3,                  pg.        356.

https://doi.org/10.20885/iustum.vol23.iss3.art1

Budi Agus Riswandi. (2006) “Framing dan Deep Linking dalam Perspektif Hukum Hak Cipta di Indonesia, Jurnal Hukum, Vol. 13, Issue. 2, pg. 253.

Dwi Adittya Rahmad dan Hernawan Hadi. (2022). “Perlindungan Hak Cipta Pencipta Lagu terhadap Pembajakan dalam Bentuk Modifikasi Aplikasi Spotify,” Private Law, Vol. 10, Issue. 2 pg. 314-317, https://doi.org/10.20961/privat.v10i2.65074.

Harry Randy Lalamentik, (2018) “Kajian Hukum tentang Hak Terkait (Neighboring Right) sebagai Hak Ekonomi Pencipta berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014), Lex Privatum, Vol. VI, Issue. 6, pg. 14-16.

Harun Ahmad dan Yahmun. (2017) “Pemahaman tentang Budaya Supporter

Sepakbola (Kajian Fenomenologi Berdasarkan Kasus Supporter Sepakbola Aremania Malang),” Jurnal Filsafat, Sains Teknologi, dan Sosial Budaya, Vol. 23, Issue. 1 pg. 33, https://doi.org/10.33503/paradigma.v23i1.367.

Iswandi Syahputra. (2016) “Terbentuknya Identitas Fans Sepak Bola sebagai Budaya Massa dalam Industri Media.” Informasi Kajian Ilmu Komunikasi, Vol. 46, Issue. 1, pg. 206, https://doi.org/10.21831/informasi.v46i2.11377.

Luky Dwi Maulana dan Aryani Witasari. (2021) “Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Hak Lisensi Atas Siaran di Stasiun Televisi TV One,” Prosiding

Seminar Nasionar Konstelasi Ilmiah Mahasiswa Unissula 5 Klaster Hukum, pg. 389-390.

Ni Komang Irma Adi Sukmaningsih, Ratna Artha Windari, Dewa Gede Sudika Mangku. (2018) “Hak Terkait (Neighboring Right ) Pelaku Pertunjukkan

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Hukum, Vol. 1, Issue. 1, pg. 79. https://doi.org/10.23887/jatayu.v1i1.28667.

Ramos Adi Perisai. (2023) “Meninjau Keabsahan Lisensi dan Perlindungan Hak Cipta Atas Siaran Pertandingan Sepak Bola (Studi Kasus Putusan No. 74 K/PDT. SUS-HKI/2017),” Jurnal Poros Hukum Padjadjaran, Vol. 4, Issue. 2, pg. 182-183, https://doi.org/10.23920/jphp.v4i2.806.

Simanjuntak, Enrico. (2019) “Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia,” Jurnal Konsttusi, Vol. 16, Issue. 1, pg. 90, https://doi.org/10.31078/jk1615. 

Undang-Undang dan Putusan Peradilan

Deklarasi Universal Hak -Hak Asasi Manusia 1948

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia.

Indonesia, S. (2014) UU No. 28 Tahun 2014, tentang Hak Cipta. Indonesia 

Indonesia, S. (2002) UU No. 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta. Indonesia Putusan No: 9/Pdt.Sus/Haki/2018/PN. Niaga. Sby. 

Putusan No: 24/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga Sby.

Putusan No: 1315 K/Pdt.Sus-HKI/2020.

Website Internet

Achmad, Nirmala Maulana. DJKI: Pelanggaran Hak Siar Masih Tinggi di Indonesia,   Terutama         Siaran Sepakbola.            Tersedia          pada:

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/03/00301581/djki-pelanggaranhak-siar-masih-tinggi-di-indonesia-terutama-siaran-sepak (Diakses 11 September 2023).

Afriyadi, Achmad Dwi. Grup Emtek Jadi Pemegang Hak Siar Piala Dunia 2022. Terdapat Pada: https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-5984192/grupemtek-jadi-pemegang-hak-siar-piala-dunia-2022 (Diakses 16 September 2023).

Bestari, Novina Putri. Riset: Omset Situs Sreaming Ilegal Rp 19 Triliun Setahun.

Tersedia pada https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220309120241-37321289/riset-omset-situs-streaming-ilegal-rp-19-triliun-setahun (Diakses 21 September 2023).

Dewi, Inran Rakhmayanti. Gokil, Ternyata Ada 12.000 Tempat Nonton Film Online

             Ilegal.                                           Terdapat                       Pada:

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230405072459-37-427406/gokilternyata-ada-12000-tempat-nonton-film-online-ilegal (Diakses          21 September 2023).

DJKI Kemenkumham. Siarkan Liga Inggris Tanpa Izin, DJKI Tindak 4 Kafe dan

             Bar.                                              Tersedia                          Pada

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210525173820-17-

646852/siarkan-liga-inggris-tanpa-izin-djki-tindak-4-kafe-dan-bar (Diakses 11 September 2023).

Editor Tempo, Begini Proses Mola TV Dapat Hak Siar Liga Inggris 2019/2020. Terdapat Pada: https://bola.tempo.co/read/1217005/begini-proses-mola-tvdapat-hak-siar-liga-inggris-20192020 (Diakses 17 September 2023). 

Humas Kominfo, Kominfo Blokir 1.745 Situs Melanggar HKI. Terdapat pada: https://www.kominfo.go.id/content/detail/23767/kemkominfo-blokir-1745situs-melanggar-hki/0/sorotan_media (Diakses 17 September 2023).

Indrasari, Theresia Melinda, Gelar Nobar Liga Inggris Ilegal Pengelola Kafe Tanda

             Tangani      Perjanjian      Damai      Dengan      SCM.              Terdapat         Pada:

https://www.liputan6.com/bola/read/5125876/gelar-nobar-liga-inggrisilegal-pengelola-kafe-tanda-tangani-perjanjian-damai-dengan-scm?page=5 (Diakses 11 September 2023).

Manurung, Ivan Reinhard. Resmi! Hak Siar Liga Inggris Musim 2022-2025

             Dipegang            EMTEK,”            Indosport.            Terdapat                  Pada:

https://www.indosport.com/sepakbola/20220405/resmi-hak-siar-ligainggris-musim-2022-2025-dipegang-emtek (Diakses 17 September 2023).

Mubarak, Moh. Husni. Electronic City Menggemgam Hak Siar Piala Dunia 2010. Tersedia Pada:  https://swa.co.id/swa/listed-articles/electronic-citymenggenggam-hak-siar-piala-dunia-2010 (Diakses: 12 September 2023).

Pratama, Mohammad Resha. Ini Pemegang Hak Lisensi Media Piala Dunia 2018 di Indonesia. Tersedia pada: https://sport.detik.com/sepakbola/boladunia/d-3691668/ini-pemegang-hak-lisensi-media-piala-dunia-2018-diindonesia (Diakses 11 September 2023). 

Riadi, Yuni. Alasan Pengguna Layanan Streaming Online di Indonesia Lebih Suka Situs Ilegal. Terdapat pada: https://selular.id/2022/02/alasan-penggunalayanan-streaming-online-di-indonesia-lebih-suka-situs-ilegal/ (Diakses 21 September 2023).

Rizky, Muhammad. Mengekspolaris Potensi Ekonomi dalam Persepakbolaan Indonesia. Tersedia pada: https://www.panditfootball.com/panditsharing/214680/PSH/220706/mengeksplorasi-potensi-ekonomi-dalampersepakbolaan-indonesia (Diakses 11 September 2023).

Sahbudin, Deni. Globalisasi dan Komersialisasi Sepak Bola. Tersedia pada:

https://www.koran-gala.id/gala-sport/5879347197/globalisasi-dankomersialisasi-sepak-bola (Diakses 11 September 2023).

Sarnita, Sadya. Penggemar Sepakbola Indonesia Terbanyak di Dunia pada 2022. Tersedia pada: https://dataindonesia.id/ragam/detail/penggemar-sepakbola-indonesia-terbanyak-di-dunia-pada-2022 (Diakses: 11 September 2023).

 

JAKARTA | (5/6) - Sebagaimana diberitakan pada  Jum’at (31/5), pekan lalu,  Mahkamah Agung telah menerima 165 permohonan kasasi secara elektronik. Permohonan tersebut berasal dari 157 pengadilan negeri, 2 pengadilan agama, dan  6 dari pengadilan militer. Permohonan kasasi elektronik yang telah  mendapatkan nomor register sebanyak 3 perkara. Diantara 3 perkara tersebut, 1 perkara telah diputus oleh hakim tunggal yaitu perkara nomor  3899 K/Pid.Sus/2024.

Perkara tersebut berasal dari Pengadilan Negeri Curup yang diregistrasi dengan nomor perkara  3/Pid.Sus-Anak/2024/PN.Crp. Pada  tingkat kasasi perkara tersebut ditangani oleh hakim tunggal  yang ditunjuk oleh Ketua Kamar Pidana MA, yaitu  Sutarjo, S.H., M.H. Sedangkan panitera pengganti untuk perkara tersebut ditunjuk  Dwi Sugiarto, S.H., M.H. Perkara tersebut  telah diputus pada hari Senin 3 Juni 2024. Saat ini, sistem informasi perkara Mahkamah Agung menunjukan bahwa perkara tersebut dalam proses minutasi.

Dalam penanganan perkara kasasi elektronik, salinan petikan putusan segera disampaikan ke pengadilan pengaju. Salinan yang disampaikan tersebut berbentuk elektronik yang telah ditandatangani (secara elektronik) oleh Panitera Muda Perkara Pidana Khusus. Hal yang sama juga akan diterapkan untuk pengiriman  salinan putusan. [an]

Syarat Terjadinya Persetujuan:

1.Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3.Suatu pokok persoalan tertentu;

4.Suatu sebab yang tidak terlarang


Rujukan: Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)