Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Laporan Kunjungan ke Hoge Raad Belanda

 

Konsistensi Yang Diusung Sistem Kamar Tidak Melanggar Independensi Peradilan

 

JAKARTA - (17/04/2015) - Mahkamah Agung terus memperkuat penerapan sistem kamar yang tahun ini akan memasuki tahun ke empat. Selain menyempurnakan regulasi sistem kamar melalui penerbitan SK KMA Nomor 213/KMA/SK/XII/2014, Mahkamah Agung juga melakukan bench learning sistem kamar ke Hoger Raad (HR) Belanda.  Bench learning sistem kamar di HR Belanda ini dilakukan oleh delegasi yang terdiri dari 3 (tiga) hakim agung yaitu: Soltoni Mohdally, SH, MH,  Dr. Andi Samsan Nganro, SH, MH dan Yulius, SH, MH dan 3 (tiga) orang panitera pengganti, yaitu Rafmiwan Murianeti, Endang Wahyu Utami dan Rustanto,  serta Yunani Abiyoso dari Asistensi Tim Pembaruan Peradilan MA. Mereka akan melihat langsung proses berjalannya sistem kamar mulai 13 s.d 18 April 2015 di HR Belanda.

 

 

Ketua Hoge Raad  Belanda, Marteen Feteris,  menyambut kedatangan delegasi MA yang dipimpin oleh Soltoni Mohdally di ruang pleno Hoge Raad pada Senin (13/4/2015) pagi waktu Den Haag. Menurut Marteen, pihaknya akan memfasilitasi delegasi  untuk dapat melihat secara langsung mekanisme kerja sistem kamar HR.  Delagasi yang terdiri dari hakim agung akan diajak langsung mengikuti rapat pleno kamar, sedangkan delegasi asisten akan intensif berdiskusi diskusi tematik yang berhubungan dengan sistem kamar serta sistem manajemen perkara.

 

“Saya berharap kunjungan kali ini dapat menciptakan peluang inspirasi dalam menyempurnakan sistem kamar di MA,” harap Ketua HR.

 

Ketua HR menjelaskan bahwa sistem kamar diberlakukan untuk mendapatkan spesialisasi keahlian bagi hakim agung, sekaligus spesialisasi dalam penanganan perkara yang masuk ke HR. Sistem kamar juga untuk menjaga konsistensi putusan dan kesatuan pendapat hukum, tidak hanya terhadap perkara yang sedang diperiksa namun juga terhadap perkara-perkara yang sudah diputus sebelumnya.

“Bagaimanapun putusan adalah produk pengadilan bukan produk hakim”, Kata Marteen Feteris

 

Konsistensi vs Independensi

 

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Professor Marc Loth dari Tilburg University. Marc Loth yang sebelumnya pernah menjabat sebagai hakim agung, berbicara dan mengajak diskusi tentang independensi hakim. Prof. Loth sangat memahami pentingnya nilai independensi hakim di Indonesia.

Terkait hal itu, dirinya menyampaikan hubungan independensi dengan penciptaan konsistensi putusan. Pengadilan harus menciptakan konsistensi putusan dan oleh karenanya hakim dapat saling meyakinkan dan minta diyakinkan oleh kolega hakim lainnya untuk mencapai tujuan tersebut.

 

Loth melontarkan pertanyaan apakah konsistensi dalam sistem kamar merupakan pelanggaran independensi? Menurutnya hal  tersebut tidak dapat dipandang sebagai pelanggaran independensi karena sifatnya hanya meyakinkan bukan menekan atau mempengaruhi.

 

Mengutip dari bahan paparan yang disampaikan olehnya, ukuran independensi itu sendiri sebetulnya terbagi dalam empat hal, yaitu 1) independensi institusi/kelembagaan; 2) independensi fungsi lembaga; 3) independensi jabatan hakim dan 4) independensi pejabat hakim secara individu. Dalam kerangka mencapai kesatuan hukum, independensi dapat dipahami pengertian kelembagaan -bukan dipahami sebagai hak otonom hakim, untuk itulah diharapkan dapat diambil kesimpulan kolektif.

 

Lebih lanjut Marc Loth memberikan contoh praktis di HR. Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa terjadi. Perdebatan dan adu argumentasi terhadap suatu perkara merupakan cara bagi para hakim agung untuk saling meyakinkan koleganya –bukan untuk saling menjatuhkan atau memaksakan pendapat. Bila terjadi perbedaan pendapat maka hakim agung yang berpendapat berbeda tersebut untuk harus menjelaskan argumentasinya di dalam rapat pleno kamar. Hal yang terpenting adalah kesepakatan yang sudah dibuat dalam rapat pleno kamar, mengikat setiap hakim agung. Rapat pleno kamar merupakan sarana penting untuk menjaga konsistensi putusan dan upaya mencapai kesatuan pendapat HR dalam menjatuhkan putusan.

 

Secara lebih sederhana Marc Loth menyampaikan bahwa tujuan penting menjaga kesatuan hukum melalui sistem kamar mirip dengan tim sepakbola untuk memenangkan pertandingan. Syarat utama adalah kerja tim yang baik dan didukung dengan individu yang berkualitas dan mampu bekerja sama. (an)