Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

JAKARTA | (31/05/2016) - Mahkamah Agung menjadi salah satu lembaga yang telah memanfaatkan dokumen elektronik dalam proses kerja. Sejak tahun 2010, MA telah menjadikan dokumen elektronik sebagai bagian  dari syarat administratif pengajuan permohonan kasasi/peninjauan kembali. Pengaturannya dituangkan dalam bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA No 14 Tahun 2010). Tahun 2014, ketentuan  tersebut disempurnakan dengan SEMA 1 Tahun 2014.  Jika sebelumnya dokumen elektronik hanya digunakan untuk mempercepat penyusunan draft putusan (proses minutasi), maka dengan SEMA yang terakhir ini dokumen elektronik digunakan oleh hakim agung untuk memeriksa berkas perkara. Selain itu, MA juga telah mempublikasikan salinan putusan elektronik melalui website Direktori Putusan. Jumlah koleksi salinan putusan elektronik yang bisa diakses publik telah mencapai jumlah 1, 7 juta putusan.

Pemanfaatan dokumen elektronik oleh MA tersebut mulai menarik perhatian para penggiat dunia kearsipan.  Pada akhir tahun 2015 (8/12/2015), Kepaniteraan MA diundang oleh Bank Indonesia untuk berbagi pengalaman  di seminar nasional yang bertajuk “Peran Strategis Tata Kelola Dokumen Elektronik”.  Kepaniteraan MA yang diwakili oleh Panitera Muda Perdata, Dr. Pri Pambudi Teguh, SH, MH berbagi pengalaman mengenai pemanfaatan dokumen elektronik di MA. Pri Pambudi juga mengupas bagaimana kekuatan pembuktian dokumen elektronik dalam sistem hukum acara perdata.

 

Minggu yang lalu (Kamis, 26/05/2016),  Kantor Arsip Universitas Indonesia juga mengundang Kepaniteraan Mahkamah Agung dalam Seminar Nasional bertemakan “ Providing Quality Digital Record”. Pada seminar ini, Kepaniteraan MA diwakili oleh Panitera Muda Pidana,  H. Suharto, SH, MH. Pada seminar ini, Suharto mengupas  tentang  “Dokumen Digital sebagai  Alat Bukti Sah di Pengadilan”.  Suharto menjadi pembicara dalam seminar tersebut bersama dengan   Edmon Makarim, pengamat hukum telematika dari  Fakultas Hukum UI dan Junino Jahya, akademisi UI dan mantan Deputi Bidang Pengawasan Internal KPK yang kini  menjadi Deputi 2 Bidang Perencanaan dan  Pengembangan BP Batam.

Dalam paparannya, Panmud Pidum  menjelaskan bahwa  berdasarkan UU ITE, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang  ITE”, jelas Suharto mengutip Pasal 5 UU 11 Tahun 2008.

Suharto juga menyebut beberapa UU yang secara tegas telah menerima  alat bukti elektronik, yaitu : UU No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan  (Pasal 15), UU No 20 Tahun 2001 jo UU No 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 26A),  UU No 15 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 38),  UU No 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.