JAKARTA | (15/09/2017) - Panitera Mahkamah Agung telah membuat kebijakan inovatif terkait metode penyetoran biaya perkara kasasi/peninjauan kembali/hak uji materiil. Jika sebelumnya penyetoran biaya perkara dikirim ke nomor rekening penampung (pooling account) maka kini penyetoran tersebut dilakukan dengan rekening virtual yang terhubung ke rekening penampung. Seperti halnya di dunia e-commerce, penggunaan rekening virtual dalam pembayaran biaya perkara, memungkinkan Mahkamah Agung mengetahui secara akurat semua informasi yang terkait dengan pemohon kasasi selaku pengirim uang, seperti: nama pemohon kasasi, nomor perkara, asal pengadilan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam surat bernomor 2167/PAN/KU.00/8/2017 tanggal 23 Agustus 2017 yang ditujukan kepada seluruh ketua pengadilan tingkat banding dan ketua pengadilan tingkat pertama se-Indonesia, termasuk ketua pengadilan pajak.
“Pihak yang mengajukan permohonan upaya hukum kasasi/peninjauan kembali/ dalam perkara perdata, perdata khusus, perdata agama, dan tata usaha negara serta permohonan hak uji materiil harus diarahkan oleh pengadilan untuk membayar biaya perkara melalui rekening virtual (virtual account).”, tulis Panitera dalam suratnya.
Rekening virtual (virtual account) dibuat oleh pengadilan untuk setiap pemohon upaya hukum secara unik menggunakan aplikasi Direktori Putusan Mahkamah Agung. Rekening virtual yang di-generate oleh aplikasi Direktori Putusan ini terdiri dari 16 angka yang terdiri dari empat angka pertama sebagai kode rekening virtual di BNI dan virtual ID yang terhubung dengan rekening giro biaya perkara (179179175) dan dua belas angka sisanya merupakan kombinasi antara kode satker, nomor perkara, bulan dan tahun putus serta kode pihak yang mengajukan upaya hukum.
Pemberitahuan nomor rekening virtual disampaikan oleh sistem BNI e-Collection melalui e-mail yang didaftarkan pada form “generator” VA di aplikasi Direktori Putusan. Selain diberitahukan melalui e-mail, nomor rekening virtual juga dapat di cetak di halaman aplikasi Direktori Putusan. Dalam pemberitahuan tersebut, disebutkan juga jumlah nominal yang harus dibayarkan dan waktu jatuh tempo pembayaran. Jika waktu jatuh tempo terlampaui sedangkan pembayaran belum dilakukan, maka harus dibuat nomor rekening virtual yang baru.
Penyetoran biaya perkara ke nomor rekening virtual yang telah dibuat oleh pengadilan dapat dilakukan melalui counter bank, ATM atau mobil banking dari semua bank. Perlu diingat, penyetoran harus dilakukan sebelum waktu jatuh tempo yang tertera dalam lembar tagihan yang telah dikirim via e-mail.
Apabila pembayaran telah berhasil dilakukan, maka sistem BNI e-collection akan memberikan notifikasi melalui surat elektronik yang didaftarkan. Mengenai notifikasi ini, sistem secara otomatis didesain untuk mengirimkan ke e-mail pengadilan tingkat pertama tempat permohonan upaya hukum didaftarkan dan e-mail kepaniteraan. Pada saat rekening giro penampung biaya perkara menerima setoran, secara real time sistem informasi perkara Mahkamah Agung akan mendapat notifikasi bahwa telah ada setoran biaya perkara yang disertai informasi nama pihak berperkara, nomor perkara, nama pengadilan, jumlah biaya perkara dan jenis upaya hukum.
Panitera MA menegaskan bahwa apabila penyetoran biaya perkara telah dilakukan melalui rekening virtual Kepaniteraan Mahkamah Agung maka pengadilan tidak perlu lagi mengirimkan copy bukti setor biaya perkara sebagaimana Surat Panitera Mahkamah Agung Nomor 1661/PAN/OT.00/9/2016 tanggal 20 September 2016.
Sementara itu, apabila rekening virtual tidak dapat dibuat karena adanya gangguan sistem atau koneksi internet, sementara tenggang waktu upaya hukum akan segera berakhir, maka penyetoran biaya kembali ke “cara lama” yakni transfer ke rekening Kepaniteraan Mahkamah Agung pada BNI Syariah dengan nomor rekening 179179175. Pengadilan pun harus menyampaikan bukti transaksi sebagaimana Surat Panitera Mahkamah Agung Nomor 1661/PAN/OT.00/9/2016 tanggal 20 September 2016;
Alasan Pemanfaatan VA
Menurut Panitera MA, saat ini, penyetoran biaya perkara dilakukan dengan cara transfer ke rekening giro penampung biaya perkara di BNI Syariah. Pengiriman biaya perkara dilakukan oleh pihak berperkara ketika upaya hukum didaftarkan atau dikirimkan oleh pengadilan ketika pemberkasan selesai. Dengan prosedur seperti ini, rekening Kepaniteraan Mahkamah Agung akan menerima biaya perkara sebelum perkara tersebut diregistrasi di Mahkamah Agung bahkan sebelum berkas perkara diterima.
“Keadaan ini menyulitkan Mahkamah Agung untuk mengidentifikasi peruntukan biaya perkara dengan perkara yang akan ditangani di Mahkamah Agung. Kesulitan ini akan bertambah apabila penyetoran biaya perkara tanpa disertai informasi perkara yang diajukan upaya hukum antara lain: nomor perkara tingkat pertama/banding dan nama pihak berperkara”, kata Panitera MA.
Ketika biaya perkara disetor ke rekening Kepaniteraan Mahkamah Agung, maka ia akan tercampur dengan biaya untuk perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan dan “sisa biaya” bagi perkara yang sudah selesai. Mahkamah Agung kesulitan untuk memilah mana uang untuk perkara yang belum diregister, mana uang untuk perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan dan mana uang untuk perkara yang sudah selesai. Kondisi ini dari perspektif pengelolaan keuangan merupakan keadaan yang tidak tertib.
“Apalagi saat ini Kepaniteraan Mahkamah Agung memaksimalkan penggunaan biaya proses untuk percepatan penanganan perkara melalui kegiatan koreksi bersama, rapat di luar jam kerja, konsinyering baca berkas, penggandaan berkas untuk kepentingan membaca serentak, dan lain-lain. Penggunaan biaya tersebut saat ini tanpa memperhitungkan apakah uang yang digunakan berasal dari biaya perkara yang sedang diperiksa, atau dikoreksi”, imbuh Panitera MA.
Oleh karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan rekomendasi kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mencari solusi atas persoalan tersebut sehingga status uang perkara yang berada dalam rekening bank dapat dipisahkan berdasarkan status penyelesaian perkara, yaitu perkara yang belum terdaftar, perkara yang sedang dalam proses dan perkara yang sudah dikirim ke pengadilan pengaju. Rekomendasi BPK tersebut dipertegas oleh perintah Ketua Mahkamah Agung Nomor 23.a/KMA/HK.01/IV/2015 tanggal 15 April 2015.
Untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK tersebut, Panitera Mahkamah Agung menerbitkan surat nomor 1393/PAN/OT.00/9/2015 dan surat nomor 1661/PAN/OT.00/9/2016 tanggal 20 September 2016 yang ditujukan kepada seluruh pengadilan tingkat pertama. Kedua surat tersebut pada pokoknya meminta agar pengadilan tingkat pertama mengirimkan copy bukti setor biaya perkara dilengkapi dengan informasi nomor perkara pengadilan tingkat pertama dan banding serta nama pihak berperkara paling lama 1 x 24 Jam dari waktu transaksi melalui e-mail
“Hal ini karena kepatuhan pengadilan terhadap surat Panitera tersebut sangat rendah dan rekapitulasi atas informasi setoran biaya perkara tersebut dilakukan secara manual dan masih perlu membandingkan dengan data rekening koran di Bank”, tegas Panitera MA.
Keadaan ini mendorong Kepaniteraan Mahkamah Agung mencari solusi teknologi berbasis produk layanan perbankan . Salah satu produk layanan perbankan yang relevan untuk mengatasi masalah di atas adalah pemanfaatan virtual account (VA) yang saat ini banyak digunakan dalam transaksi perdagangan elektronik (e-commerce). Virtual Account (VA) itu sendiri adalah nomor identifikasi pelanggan (costumers) yang dibuka oleh Bank atas permintaan perusahaan (baca: lembaga) untuk selanjutnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya sebagai nomor rekening tujuan penerimaan (collection);
Prosedur Pembayaran Biaya Perkara Melalui VA (klik Disini)