JAKARTA | (12/10/2017) Kamar Perdata Mahkamah Agung pada tanggal 25 September 2017 telah menyelenggarakan rapat pleno yang diikuti oleh seluruh anggota kamar. Salah satu agenda yang dibahas dalam rapat tersebut adalah fenomena pengadilan yang masih belum melaksanakan beberapa ketentuan penanganan perkara yang telah diatur dalam berbagai aturan perundang-undangan dan kebijakan Mahkamah Agung. Berdasarkan hal tersebut, Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung, H. Solthoni Mohdally, S.H., M.H, meminta Panitera MA untuk membuat edaran yang menegaskan ulang beberapa ketentuan penanganan perkara tersebut. Menindaklanjuti hal tersebut, Panitera Mahkamah Agung menerbitkan surat nomor 2590/PAN/HK/01/9/2017 tanggal 28 September 2017 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama. Surat tersebut memuat penegasan ulang beberapa ketentuan penanganan perkara, sebagai berikut:
A. Larangan PK dalam Perkara Sengketa Ganti Kerugian Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum diatur bahwa putusan kasasi merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali.
Apabila diajukan permohonan upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan kasasi dalam perkara sengketa ganti kerugian dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka perkara tersebut harus dikualifikasikan sebagai perkara yang tidak memenuhi syarat formal. Terhadap permohonan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri harus menyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan melalui prosedur sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 08 Tahun 2011 jo. SEMA Nomor 11 Tahun 2010, dan berkas permohonan tersebut tidak dikirim ke Mahkamah Agung.
B. Tenggang Waktu Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Sengketa Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi dalam perkara sengketa ganti kerugian dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum adalah 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan pengadilan diucapkan atau sejak diterimanya pemberitahuan putusan (vide: Pasal 21 ayat (2) dan (3) Perma 3 Tahun 2016 jo. Pasal 38 ayat (3) UU No 2 Tahun 2012).
Ada dua kata yang harus dicermati dalam rumusan pasal tersebut, yaitu kata “sejak” dan kata “hari kerja”. Penggunaan kata “sejak” dalam rumusan Pasal 21 ayat (2) dan (3) Perma 3 Tahun 2016, mengisyaratkan perhitungan 14 hari tersebut dimulai dari tanggal putusan dibacakan atau diberitahukan. Hal ini berbeda pengertiannya dengan rumusan yang menggunakan kata “setelah”, dimana perhitungan waktu upaya hukum dimulai dari keesokan harinya.
Sedangkan penggunaan kata “hari kerja”, mengisyaratkan bahwa yang dihitung hanyalah hari kerja. Hari libur tidak dihitung dalam menentukan jangka waktu 14 hari pengajuan upaya hukum kasasi.
C. Mekanisme Penyumpahan Ditemukannya Bukti Baru (Novum)
Permohonan peninjauan kembali dalam perkara perdata yang diajukan dengan alasan telah ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan (novum) yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan (Pasal 67 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985), maka Ketua Pengadilan atau hakim yang ditunjuk harus melakukan penyumpahan terhadap Pemohon Kasasi atau Penemu Novum mengenai hari, tanggal dan tahun ditemukannya novum tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 69 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985. Namun demikian, penyelenggaraan pengambilan sumpah tersebut tidak perlu dilakukan dalam sebuah persidangan. Pengadilan wajib membuat berita acara penyumpahan tersebut dan selanjutnya wajib dikirimkan ke Mahkamah Agung. Dalam rapat kamar perdata diungkap bahwa ditemukan berkas peninjauan kembali yang berita acara penyumpahan novumnya tidak memuat hari, tanggal dan tahun ditemukan bukti baru (novum).
D. Semua Putusan Harus Dikirim Untuk Pemeriksaan Kasasi/PK
Dalam pengajuan upaya hukum kasasi/peninjauan kembali, pengadilan wajib mengirimkan semua putusan dalam proses peradilan sebelumnya termasuk putusan verstek yang diajukan verzet. Hal yang sama juga berlaku dalam pengiriman dokumen elektroniknya. [An]