JAKARTA | Ketua Mahkamah Agung meminta seluruh jajaran pengadilan untuk menghindari dan menjauhi segala hal yang akan menjatuhkan dan merendahkan martabat, marwah dan wibawa dunia peradilan Indonesia, apakah itu korupsi, kolusi, suap, pelanggaran kode etik, dan lain sebagainya. Sebagai pimpinan tertinggi lembaga peradilan Indonesia, Ia dengan tegas meminta agar aparaturnya tidak melakukan perbuatan serupa dengan KPT Manado, yang akibat perbuatannya yang melanggar hukum, Ia terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK. Ia mengajak warga peradilan memetik hikmah dari peristiwa tersebut dan bertekad kuat untuk memperbaiki diri dan melakukan pertobatan nasuha,
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. M. Hatta Ali, S.H., M.H, dalam acara Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial di Yogyakarta, Jum’at malam (13/10/2017). Acara tersebut diikuti oleh 561 peserta yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Panitera dan Sekretaris Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding empat lingkungan peradilan di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pemateri dalam kegiatan pembinaan tersebut, selain Ketua MA adalah seluruh Pimpinan MA, Panitera, Sekretaris dan Para Pejabat Eselon I MA.
Yang dimaksud Ketua PT Manado oleh Ketua MA adalah Sudiwardono yang ditangkap tangan oleh KPK karena diduga menerima suap terkait penanganan perkara. Terkait dengan OTT KPT Manado ini, Ketua MA menilai bahwa hal tersebut berawal dari tindakan pelanggaran disiplin sebagaimana diatur dalam Perma 7 Tahun 2016. Keberadaan KPT Manado di Jakarta yang berujung pada kejadian OTT, tidak sepengetahuan dan izin dari atasan langsungnya Dirjen Badilum. Padahal dengan tegas dalam Perma 7 Tahun 2016 diatur ketentuan jam kerja, prosedur meninggalkan jam kerja, tidak masuk kerja, dan lain-lain berkenaan dengan disiplin hakim.
Atas dasar tersebut, Ketua MA meminta seluruh jajaran pengadilan dari pimpinan hingga staf pengadilan agar memahami tiga paket perma terkait pengawasan dan pembinaan, yaitu Perma 7 Tahun 2016, Perma 8 Tahun 2016 dan Perma 9 Tahun 2016.
“Kalau ketiga PERMA itu dibaca dan dikuasai, dihayati dan dilaksanakan, insya Allah tidak akan terjadi OTT seperti yang kita alami baru-baru ini”, tegas Ketua MA.
Kode Etik dan Pedoman Prilaku
Ketua MA meminta kepada seluruh aparatur peradilan, khususnya hakim, agar mempedomani kode etik dan pedoman prilaku hakim. Sebelumnya, secara formal Ketua MA telah mengeluarkan Maklumat yang salah satu instruksinya adalah mempedomani kode etik dan pedoman prilaku hakim.
Berdasarkan laporan pengaduan yang diterima oleh Ketua MA, diketahui bahwa ada hakim yang jujur, tetapi kejujurannya ini tidak diikuti oleh kehati-hatian atau kewaspadaan yang tinggi.
“Ada hakim yang didatangi oleh salah satu pihak berperkara, dia terima tanpa dihadiri oleh pihak lain, padahal sudah ada SEMA bahwa seorang hakim tidak boleh menerima pihak yang berperkara kecuali kedua-dua pihak berperkara pada hakim dengan didampingi Panitera, itu pun dibatasi hanya sekedar menanyakan masalah jadwal persidangan. Jangan mau mati konyol karena kurang waspada, kurang hati-hati menjaga dirinya”, jelas Ketua MA.
Ketua MA juga mendorong agar aparaturnya meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt, sehingga hatinya menjadi bersih.
“Hati kecil kita tidak pernah berbohong. Ketika kita menerima pemberian seseorang yang punya tujuan untuk mempengaruhi kita, saya yakin, hati nurani kita masih berbicara bahwa ‘saya melakukan kesalahan’. Mari kita bersihkan hati kita. Jangan sekali-kali orang yang seharusnya kalah malah kita menangkan. Itu akan terkena kepada kita sendiri atau akan terkena pada keluarga kita atau mungkin akan terkena pada waktu kita sudah pensiun karena semua itu ada karmanya”, kata Ketua MA.
Ketua MA meminta kepada para Hakim kalau berdiri di atas jalan yang benar, jangan sekali-kali ada unsur ketakutan, jangan mau diintervensi, jangan mau dipengaruhi.
“Laksanakan tugas sebagai hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara sesuai fakta hukum dan keyakinan. Jangan sekali-kali tidak jujur di dalam memutus suatu”, ungkapnya.
Pembinaan Atasan Langsung
Berdasarkan Perma 8 Tahun 2016, setiap atasan langsung berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap bawahannya secara terus-menerus. Dalam hal atasan langsung lalai memenuhi kewajiban pengawasan dan pembinaannya tersebut, yang bersangkutan dijatuhi sanksi administrasi.
Ketua MA mengilustrasikan kasus OTT Hakim PN Bengkulu, yang berujung pada pencopotan KPN Bengkulu. Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa, selama melaksanakan tugas selama kurang lebih 4 bulan menjalankan tugas, tidak pernah memberikan pembinaan, pengawasan kepada seluruh hakim dan aparat di bawahnya di PN Bengkulu. Oleh karena itu, pimpinan berkesimpulan bahwa KPN nya harus ikut bertanggungjawab.
Demikian pula dengan kejadian OTT KPT Manado. Berdasarkan Perma 8 Tahun 2016, apabila ketua pengadilan tingkat banding melakukan kesalahan, pelanggaran kode etik dan kedisiplinan, maka yang bertanggungjawab adalah dirjen masing-masing yang terkait.
“Oleh karena itu saya telah meminta kepada ketua muda pengawasan untuk melakukan pemeriksaan kepada Dirjen Badilum untuk mengetahui sejauh mana pembinaan dan pengawasan yang sudah diberikan kepada pimpinan pengadilan tingkat banding”, kata Ketua MA.
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf e Perma 7/2016, komposisi Tim Pemeriksa untuk seorang Dirjen adalah Ketua Kamar Pengawasan MA dengan para anggota terdiri dari dari para hakim agung. Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa, Dirjen Badilum dapat menunjukkan bukti-bukti bahwa selama ini pembinaan, pengawasan telah diberikan kepada pimpinan pengadilan tingkat banding khususnya ketua pengadilan tinggi Manado dengan cukup dan wajar. Oleh karena itu, sesuai dengan PERMA, apabila pimpinan langsung dari oknum aparatur peradilan yang melakukan kesalahan telah melaksanakan kewajiban memberikan pembinaan dan pengawasan yang cukup dan sewajarnya, maka atasan langsung dibebaskan dan tidak bertanggungjawab.
“Karena itu, setiap atasan langsung jangan dihantui kekhawatiran ikut bertanggungjawab. Karena pasti akan dilihat bagaimana fakta yang terjadi dengan atasan langsung yang bersangkutan. Kalau kesalahan bukan pada atasan langsung, maka atasan langsung tidak dapat dikenai sanksi. Sebab kalau tanggungjawab otomatis, ini menimbulkan ketidak adilan”, tegas Ketua MA.
Tanggung Jawab Voorpost
Untuk efektifitas pembinaan dan pengawasan, Ketua MA meminta menginstruksikan kepada Pengadilan Tingkat Banding selaku voorpost MA yang merupakan kepanjangan tangan MA untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada jajaran pengadilan yang berada di daerah hukumnya.
“Masih banyak ditemukan, ada ketua pengadilan tingkat pertama dan banding sangat jarang memberikan pembinaan, bahkan pengawasan yang seharusnya diberikan para hakim tinggi untuk mengawasi di daerah yang sudah ditentukan, ini pun tidak jalan. Saya minta, jangan sekali-sekali, cukup yang pertama dan yang terakhir seorang ketua pengadilan tingkat banding terkena OTT. Dan OTT ini terjadi adalah setelah keluarnya 3 PERMA ini dan juga setelah keluarnya Maklumat” pungkas Ketua MA. [an]