JAKARTA | (27/10/2017) Sejak tahun 2016, MA telah melakukan kajian simplifikasi format putusan Mahkamah Agung. Tim yang dibentuk oleh Ketua MA, telah melakukan studi dokumen putusan-putusan MA di masa periode awal, putusan beberapa negara, dan bertukar pikiran dengan praktisi hukum. Pada hari Senin (23/10/2017) yang lalu, telah disepakati model simplifikasi putusan untuk perkara di Kamar Perdata, Kamar Agama dan Kamar TUN dalam sebuah forum yang pimpin oleh Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Dr. H.M. Syarifuddin, S.H.M.H. Dalam forum tersebut, hadir Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar TUN, para hakim agung, para panitera pengganti representasi dari ketiga kamar tersebut. Kegiatan diskusi lintas kamar ini difasilitasi oleh program Judicial Sector Support Program (JSSP).
Ide simplifikasi ini muncul karena adanya pengulangan informasi yang telah dimuat pada putusan pengadilan di tingkat pertama dan banding sehingga Putusan MA menjadi sangat “gemuk”. Akibatnya proses minutasi memakan waktu lama dan berpotensi terjadi kekeliruan redaksional yang terlewatkan. Publik pun mengaku sulit memahami putusan MA.
Berdasarkan hal tersebut, konsep simplifikasi format putusan MA yang disepakati dalam forum lintas kamar adalah meniadakan pengulangan informasi. Sebagai contoh format putusan Kasasi, terdiri dari: kepala putusan, identitas pihak berperkara, kronologis penganan perkara di tingkat pertama dan banding dengan mengutip petitum gugatan, petitum eksepsi (jika ada), petitum rekonpensi (jika ada), amar putusan tingkat pertama, amar putusan tingkat banding, alasan-alasan kasasi (cukup merujuk ke tanggal dokumen memori kasasi), pertimbangan hukum, amar putusan, dan penutup/kaki putusan. Hal demikian juga berlaku bagi format putusan peninjauan kembali.
Wakil Ketua MA Bidang Yudisial meyakini bahwa dengan simplifikasi format putusan dapat berdampak signifikan terhadap percepatan penyelesaian perkara.
“Selain isu percepatan, simplifikasi juga dapat meningkatkan kualitas pertimbangan hukum MA dan mencegah kekeliruan redaksional putusan “, kata Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., MH.
Sementara itu untuk putusan perkara pidana, simplifikasi format putusan telah mendapatkan “landasan yuridis” dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XIV/2016 tanggal 10 Oktober 2017. Berdasarkan putusan MK tersebut, ketentuan Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana hanya berlaku bagi pengadilan tingkat pertama, sehingga terdapat kekosongan norma hukum yang mengatur hal-hal yang harus dimuat dalam putusan pemidanaan di tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Dengan adanya kekosongan norma hukum tersebut, MA diamanatkan untuk membuat aturan tentang format putusan pidana pada tingkat banding dan Mahkamah Agung.
Pemberlakuan secara resmi template putusan MA saat ini tengah dipersiapkan instrumen aturannya. Setelah dibahas dan sisetujui dalam forum rapat pimpinan, maka MA akan akan segera menampilkan format putusannya yang lebih simpel namun kaya pertimbangan hukum. [an]