JAKARTA | (12/03/2018) - Hari kedua Judicial Integrity Champions Meeting di Bangkok berkonsentrasi pada bahasan bagaimana mengarusutamakan integritas kedalam kerangka internasional untuk peradilan yang unggul (International Framework for Court Excellent). Para nara sumber yang dihadirkan adalah Deputy President, AIJA (Australasian Institute of Judicial Administration), Mr. Laurie Glanfield, Ajit Joy, konsultan UNDP Regional Hub Bangkok, dan Dr. Viktor AListar dari Transparansi Internasional. Forum diskusi menyepakati bahwa integritas peradilan adalah elemen kunci menuju pengadilan yang unggul.
Laurie Glanfield dalam paparannya mengatakan bahwa metode untuk menilai kinerja pengadilan telah ada sebuah kerangka kerja internasional yang dikenal dengan International Framework for Court Excellence. Metode ini digagas pada tahun 2007 oleh konsorsium internasional yang terdiri dari AIJA, Federal Judicial Center (FJC) Amerika, National Center for State Court (NCSC) Amerika, dan State Courts of Singapore. Framework ini, kata Glanfield, telah digunakan oleh 33 lembaga peradilan di 20 negara. Menurut Glandiled, IFCE adalah metode yang sangat terbuka dan dapat diadaptasikan dengan kebutuhan dan karakteristik pengadilan, termasuk untuk meningkatkan integritas pengadilan.
Dalam kaitannya dengan metode untuk meningkatkan judicial integrity, Ajit Loy dalam paparannya yang bertajuk “initial reflections for developing with the network a new edition of the IFCE”, menjelaskan bahwa perlu dilakukan modifikasi yang mengakomodir metode untuk mengukur bukan hanya kinerja tetapi juga integritas pengadilan.
“Kita perlu menyusun edisi baru dari International Framework for Court Excellence”, jelas Ajit.
Dalam pertemuan tersebut Ajit memfasilitasi para peserta untuk berdiskusi dan memberikan masukan terhadap konsep penyempurnaan IFCE. Ide dari konsep perubahan tersebut adalah terakomodirnya metode pengukuran integritas dalam setiap area IFCE. Salah satu ide perubahan pada konsep IFCE adalah perubahan nomenklatur pada area ke 7 yang semula Public Trust and Confidence menjadi Public Trust and Integrity.
Pandangan Delegasi Indonesia
Delegasi Indonesia melalui Hakim Agung Ibrahim menyampaikan bahwa konsep kerangka internasional untuk pengadilan yang unggul telah diadopsi oleh Mahkamah Agung Indonesia dalam Blue Print Pembaruan Peradilan 2010-2035. Indonesia juga telah mempunyai metode untuk mengukur kinerja pengadilan., bahkan audit Kinerja dan audit Integritas telah menjadi program reguler dari Badan Pengawasan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung Indonesia sejak tahun 2014 telah melakukan akreditasi kinerja pelayanan pengadilan merujuk kepada standar ISO 9001:2008. Tahun 2016, MA dalam hal ini Direktorat Jenderal Bada Peradilan Umum, telah melakukan inisiatif membangun sistem akreditasi penjaminan mutu. Kerangka kerja sistem akreditasi MA merupakan kombinasi dari berbagai konsep, yaitu: ISO 9001:2008/2015, International Framework for Court Excellence (IFCE), Pedoman Audit Kinerja dan Audit Integritas Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan dokumen lain yang relevan. Tahun 2017, Sistem Akreditasi Penjaminan Mutu pengadilan diberlakukan bagi semua lingkungan peradilan.
Dalam laporan tahunan MA 2017, disampaikan bahwa Jumlah pengadilan yang telah terakreditasi dalam kerangka SAPM untuk lingkungan peradilan umum sebanyak 250 pengadilan negeri, 30 pengadilan tinggi, 98 pengadilan agama, 5 pengadilan tata usaha negara, dan 5 pengadilan militer.
Terkait dengan gagasan menyusun edisi baru International Framework for Court Excellence yang mengintegrasikan aspek judicial integrity, delegasi Indonesia menyetujui hal tersebut.
“Dalam pengalaman Indonesia, pedoman audit pengadilan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung, aspek integritas dan kinerja adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan”, ujar Ibrahim.
Tindak lanjut pertemuan
Pertemuan awal Judicial Integrity Champions in APEC yang diselenggarakan di Bangkok, 8-9 Maret 2018 menghendaki para peserta pertemuan menjadi pelopor terwujudnya judicial integrity dan terbangunnya jaringan diantara para champions tersebut. Oleh karena itu ada 5 rekomendasi dirumuskan, dan tiap peserta memilih satu rekomendasi tersebut. Kelima rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelibatan pengguna pengadilan dan para pemangku kepentingan dalam menyusun program pembaruan peradilan;
2. Berbagi informasi mengenai pengalaman terbaik yang terkait dengan pembaruan peradilan/judicial integrity kepada negara lain;
3. Menjadi bagian dalam jejaring yang berupaya mengintegrasikan judicial integrity kedalam International Framework dor Court Excellence
4. Mengadovikasi penggunaan Banglore Principles di negara-negara APEC
5. Bersedia saling memberi saran/pandangan terhadap sesama anggota jejaring.
Dalam kaitannya dengan 5 rekomendasi tersebut, Mahkamah Agung Indonesia memilih rekomendasi yang kedua. Pilhan tersebut, selain kesepakatan dari delegasi Indonesia juga harapan dari penyelenggara. Mereka memandang Indonesia memiliki pengalaman yang baik dalam mereformasi pengadilan. [an]