JAKARTA | (28/02/2019) Semua indikator pengukuran kinerja penanganan perkara MA tahun 2018 melampaui target yang ditetapkan bahkan mencetak rekor baru sebagai kinerja terbaik dalam sejarah Mahkamah Agung. Indikator yang dimaksud adalah jumlah perkara yang diputus, jumlah sisa perkara, rasio produktivitas memutus perkara, ketepatan waktu memutus perkara jumlah perkara yang diputus sesuai dengan jangka waktu (on time case processing), jumlah perkara yang diminutasi dan dikirim kembali ke pengadilan pengaju dan rasio penyelesaian perkara (clearance rate).
Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, dalam Sidang Pleno Istimewa dengan agenda penyampaian laporan tahunan MA Tahun 2018, Rabu (28/02/2019) di Jakarta Convention Center (JCC). Sidang paripurna diikuti oleh seluruh pimpinan MA, hakim agung, dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung, para Pejabat Eselon I MA, seluruh ketua pengadilan tingkat banding dari empat lingkungan peradilan, seluruh ketua pengadilan tingkat pertama kelas I.A di Ibu Kota Provinsi dan ketua Pengadilan Pajak. Seluruh anggota sidang pari purna khusus ini menggunakan toga masing-masing badan peradilan, kecuali para pejabat eselon I yang menggunakan seragam pakaian sipil lengkap.
Penyampaian laporan tahunan MA Tahun 2018, dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Yusuf Kalla, sejumlah Ketua Mahkamah Agung Negara Sahabat, sejumlah Menteri Kabinet Kerja, sejumlah Anggota DPR dan pimpinan lembaga. Hadir pula perwakilan lembaga swadaya masyarakat (civil society organization), lembaga donor, akademisi dan insan pers.
Ketua MA menyebutkan perkara yang ditangani Mahkamah Agung tahun 2018 sebanyak 18.544, yang terdiri dari perkara masuk tahun 2018 sebanyak 17.156 dan sisa perkara tahun 2017 sebanyak 1388 perkara. Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 17.638 perkara, sehingga sisa perkara yang belum diputus pada akhir tahun 2018 sebanyak 906 perkara.
Jika dibandingkan dengan tahun 2017, lanjut Ketua MA, jumlah perkara yang diterima (diregister) meningkat 10,65%, jumlah beban perkara meningkat 3,82%, jumlah perkara yang diputus meningkat 7,07%, sedangkan jumlah sisa perkara berkurang 34,73%.
Menurut Ketua MA, jumlah perkara yang diterima tahun 2018 merupakan yang terbanyak dalam sejarah MA.
“Namun demikian, MA dengan jumlah hakim agung yang relatif sama dari tahun-tahun sebelumnya, mampu memutus perkara dalam jumlah yang melampaui tahun 2017, bahkan menjadi jumlah perkara putus terbanyak sepanjang sejarah Mahkamah Agung. Sedangkan sisa perkara 2018 merupakan jumlah terkecil dalam sejarah Mahkamah Agung”, jelas Ketua MA.
Lebih lanjut dikatakan Ketua MA, jika dibandingkan dengan jumlah sisa perkara pada tahun 2012 yang berjumlah 10.112, maka dengan jumlah sisa sebanyak 906 perkara di akhir tahun 2018 mengindikasikan kemampuan MA mengikis sisa perkara selama periode tersebut sebanyak 9.206 perkara atau 91,04%.
Perbandingan antara jumlah perkara yang diputus dengan jumlah beban perkara yang ditangani pada tahun 2018, menunjukan rasio produktivitas memutus Mahkamah Agung di tahun 2018 sebesar 95,11%, meningkat 2,89% dibandingkan dengan rasio produktivitas memutus di tahun 2017 sebesar 92,23%. Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan sebesar 70%, maka pencapaian rasio produktivitas memutus melampaui target tersebut sebesar 25,11%.
Minutasi Perkara
Sementara itu mengenai Jumlah perkara yang diminutasi dan dikirim kembali ke pengadilan pengaju, Ketua MA menyebutkan bahwa minutasi perkara tahun 2018 mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun 2017.
“Pada tahun 2018, MA berhasil mengirimkan salinan putusan sebanyak 18.881 perkara, meningkat 14,90% dibandingkan tahun 2017 yang berjumlah 16.433 perkara dan menjadi jumlah minutasi terbanyak sepanjang sejarah MA”, ujar Ketua MA.
Perbandingan antara jumlah perkara yang dikirim ke pengadilan pengaju dengan jumlah perkara yang masuk menunjukkan rasio penyelesaian perkara sebesar 110,05%. Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan sebesar 100%, maka jumlah rasio ini melampaui sebesar 10,05%.
Ketepatan Waktu Memutus Perkara
Dari sisi ketepatan waktu memutus (on time case processing), kata Ketua MA, sebanyak 16.911 dari 17.638 perkara yang diputus sepanjang tahun 2018 (96,33%), diputus dalam jangka waktu 1-3 bulan. Hanya 3,67% perkara yang diputus di atas 3 (tiga) bulan. MA sendiri menetapkan target on time case processing sebesar 75%, sehingga capaian ini melampaui target, bahkan menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah MA
Yang menarik dari pencapaian kinerja penanganan perkara adalah kemampuan MA untuk selalu melampaui capaian terbaik tahun sebelumnya, atau meminjam istilah olah raga “MA selalu berhasil memecahkan rekor yang telah dicetak pada tahun sebelumnya”.
Sebagai contoh, sisa perkara pada akhir tahun 2015 sebanyak 3950, pada Laporan Tahunan MA 2015 jumlah sisa tersebut dinyatakan sebagai sisa terkecil dalam sejarah MA. Kemudian tahun berikutnya, ketika sisa perkara pada akhir tahun 2016 berjumlah 2.357 perkara, MA kembali menyatakan sisa perkara tahun 2016 sebagai jumlah sisa terkecil dalam sejarah MA. Hal tersebut kembali berulang pada Laporan Tahunan MA 2017, ketika sisa perkara pada akhir tahun 2017 berjumlah 1.388, maka MA menyatakan sisa tersebut sebagai jumlah sisa terkecil dalam sejarah Mahkamah Agung. Pada akhir tahun 2018, rekor sisa terkecil yang diraih pada tahun 2017 terpecahkan, sisa perkara MA berjumlah 906 perkara!. MA pun kembali menyatakan sisa tersebut sebagai jumlah sisa terkecil dalam sejarah Mahkamah Agung. Rekor ini pun akan kembali terpecahkan di tahun 2019.
Kinerja Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding
Dari semua aspek pengukuran kinerja, “rapor” penanganan perkara MA memiliki nilai yang sangat baik, jauh di atas “nilai minimal” yang ditetapkan. Bagaimana dengan “rapor” penanganan perkara di pengadilan tingkat pertama dan banding? Apakah juga berprestasi sebagaimana Mahkamah Agung?.
Dengan menggunakan dua parameter pokok dalam mengukur kinerja lembaga peradilan yaitu, rasio produktivitas memutus dan ketepatan waktu memutus (on time case processing) berdasarkan SEMA Nomor 2 Thun 2014, dari data yang disampaikan dalam Pidato Ketua Mahkamah Agung, dapat disimpulkan bahwa pengadilan tingkat pertama dan banding juga menunjukkan kinerja penanganan perkara terbaik.
Pengadilan Tingkat Pertama
Jumlah perkara yang ditangani pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia sebanyak 6.191.890 perkara, dari jumlah beban perkara tersebut telah diputus sebanyak 6.062.173 perkara, dengan demikian rasio produktivitas memutus perkara pada pengadilan tingkat pertama sebesar 97,91%.
Jumlah perkara pada pengadilan tingkat pertama yang diputus dalam jangka waktu 5 bulan ke bawah sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 2 Tahun 2014 sebanyak 5.389.965 perkara dari keseluruhan jumlah perkara yang diputus sebanyak 6.062.173 perkara atau sebesar 88,91%. Dari data ini diketahui bahwa hanya 11,09% perkara secara nasional yang diselesaikan di atas 5 bulan. Sebagian besar penyebab terlambatnya penyelesaian perkara karena domisili salah satu pihak berperkara berada di luar yurisdiksi pengadilan yang mengadili perkaranya.
Pengadilan Tingkat Banding
Perkara yang ditangani pengadilan tingkat banding dari empat lingkungan peradilan tahun 2018 (di luar pengadilan pajak) sebanyak 21593 perkara, terdiri atas perkara yang diterima sebanyak 19.066 perkara dan sisa perkara tahun 2017 sebanyak 2.527 perkara. Perkara yang telah diputus pengadilan tingkat banding sebanyak 18.757, dengan demikian rasio produktivitas memutus perkara pada pengadilan tingkat banding sebesar 86, 87%.
Perkara pada pengadilan tingkat banding yang diselesaikan dalam jangka waktu tiga bulan ke bawah sebagaimana ketentuan SEMA Nomor 2 Tahun 2014 sebanyak 18.387 perkara dari jumlah 18.757 perkara yang diputus atau sebesar 98,09%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa hanya 1,97% perkara yang penyelesaiannya tidak tepat waktu. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor kompleksitas/bobot perkara yang membutuhkan waktu lebih lama bagi majelis hakim untuk mengadili perkara-perkara tersebut. [asnoer]