Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

JAKARTA | (18/06/2019). Mahkamah Agung telah menyusun Rancangan Perma Persidangan Elektronik untuk menyempurnakan Perma Nomor 3 Tahun 2018 yang telah diundangkan pada pertengahan tahun 2018. Sebelum  Rancangan Perma tersebut disahkan, MA menggelar  forum konsultasi publik pada hari Senin (17/06/2019) bertempat di Ruang Rapat Utama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.  MA mengundang berbagai komponen publik, khususnya yang terdampak dengan lahirnya Perma tersebut, yaitu para advokat dari berbagai asosiasi, akademisi, perwakilan kementerian/lembaga dan organisasi masyarakat sipil.

Hakim Agung  Syamsul Maarif mewakili Kelompok Kerja  mempresentasikan pokok-pokok  Rancangan Perma untuk “dibedah” dalam forum konsultasi publik. Ada 8 (delapan) poin yang disampaikan yaitu: definisi dokumen elektronik (teks, audio, visual), ruang lingkup acara persidangan secara elektronik, pengguna terdaftar dan pengguna lainnya, hari sidang terjadwal (court calendar), tata cara persidangan secara elektronik, jenis-jenis dokumen elektronik yang diterima oleh sistem, standar format dokumen ditentukan oleh MA,  dan aturan transisional.

 

Dalam sesi interaktif, para advokat  sangat antusias memberikan tanggapan. Mereka pada prinsipnya sangat mendukung kehadiran Perma Persidangan Secara Elektronik.

“Perma persidangan secara elektronik sejalan prinsip penyelenggaraan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Oleh karena itu diusulkan agar persidangan secara elektronik tidak lagi dipersyaratkan pada persetujuan pihak  Tergugat”, kata Rifai Kusuma Negara salah seorang peserta yang merupakan salah seorang pengurus pusat Peradi.

Peserta lain menanggapi isu  mitigasi dalam hal aplikasi e-Court error atau adanya keadaan yang menyebabkan pihak berperkara tidak bisa mengakses aplikasi e-Court. Menurutnya, MA harus menetapkan prosedur yang merupakan manajemen resiko ketika adanya gangguan pada aplikasi e-court. 

“Misalnya, ada ketentuan pengiriman dokumen menggunakan surat elektronik ketika Aplikasi bermasalah”, ujarnya.

Sementara itu,  Advokat Senior Juniver Girsang, memberikan tanggapan terkait dengan layanan persidangan elektronik menggunakan video conference. “ MA harus menetapkan atas biaya siapa layanan video conference itu dibebankan”, ungkap Juniver.

Terkait dengan  forum konsultasi publik ini, Juniver memandang sebagai hal yang strategis sehingga Ia meminta MA untuk kembali menggelar acara dengan durasi waktu yang lebih memadai.

Peran Serta Delegasi FCA

Ketua Pengadilan Federal Court Australia The Hon James L. Allsop dan Panitera/CEO FCA Warwick Soden melakukan kunjungan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain melakukan kunjungan ke gedung pengadilan terbesar di Indonesia tersebut, Delegasi FCA tersebut juga mengikuti jalannya konsultasi publik rancangan Perma  Persidangan Elektronik. Mereka berdua membagi pengalaman bagaimana Pengadilan Federal Australia mengimplementasikan layanan elektronik.

Menurut Chief Justice The Hon James L. Allsop, implementasi layanan pengadilan elektronik di pengadilan yang dipimpinnya dilakukan secara bertahap, hati-hati dan mendengar “keinginan” pihak berperkara.  Pengadilan Federal Australia mengawalinya dengan  menerapkan kebijakan Electronic Court File (ECF) yang mewajibkan pihak berperkara menyampaikan berkas perkara secara elektronik. ECF ini juga berdampak pada adanya tuntutan bagaimana pengadilan memeriksa berkas perkara secara elektronik. Kebijakan ini bertujuan mengurangi penggunaan kertas oleh pengadilan serta mewujudkan peradilan yang efektif dan efisien. 

Selanjutnya, Pengadilan Federal Australia menerapkan e-Trial. Layanan ini berlaku untuk jenis perkara tertentu antara lain perkara niaga yang melibatkan pihak yang banyak.  FCA juga memiliki layanan e-Courtroom yang merupakan ruang sidang online yang digunakan oleh para hakim dan  panitera untuk menyelesaikan perkara tanpa harus bertemu langsung dengan pihak berperkara. Perkara yang ditangani oleh e-Courtroom  adalah perkara permohonan sepihak.

Mengakhiri paparannya, James L. Allsop menjelaskan bahwa kini  Pengadilan Federal Court mengusung konsep Smart Court, dimana pengadilan harus selalu mengikuti perkembangan  kemajuan teknologi informasi dan kebutuhan pengguna pengadilan.

Merespon Dunia Usaha

Panitera dan CEO Pengadilan Federal Australia Warwick Soden menjelaskan bahwa penggunaan layanan elektronik sebagai respon atas perkembangan di dunia usaha yang melekat dengan sesuatu yang serba elektronik. Oleh karena itu kata Warwick, layanan Pengadilan harus mudah diakses oleh dunia usaha.

Untuk mendukung implementasi e-court di Pengadilan Federal Australia telah dibentuk sebuah tim yang diberi nama Committee Digital Hearing. [an]