JAKARTA | (27/1/2020) Aparatur peradilan se-Wilayah Hukum Sumbar dan Jambi mendapatkan pembinaan langsung dari para Pimpinan MA mulai tanggal 23-24 Januari 2020 yang dipusatkan di kota Padang. Mereka terdiri dari ketua, wakil ketua, hakim, hakim ad hoc, panitera dan sekretaris pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama empat lingkungan peradilan. Acara yang bertajuk pembinaan teknis dan administrasi yudisial dibuka secara resmi oleh Ketua MA, Prof. Dr.M, Hatta Ali, S.H., M.H, Kamis malam (23/1/2019).
Kegiatan pembinaan dibagi ke dalam dua sesi. Pertama sesi pembinaan teknis yudisial tanggal 23 Januari 2020, dengan nara sumber para pimpinan MA, yaitu: Ketua MA, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Ketua Kamar Pembinaan, Ketua Kamar TUN, Ketu Kamar Agama, Ketua Kamar Pidana dan Ketua Kamar Militer. Kedua, sesi pembinaan administrasi yudisial tanggal 24 Januari 2020 dengan nara sumber Panitera MA dan para pejabat eselon I MA.
Pedomani Kebijakan MA
Ketua MA, M. Hatta Ali, dalam pengarahannya mengatakan bahwa sejak 2012-- yang merupakan awal masa kepemimpinannya—secara rutin dilaksanakan pembinaan ke daerah oleh pimpinan MA. Ribuan aparatur peradilan telah menerima materi pembinaan sekaligus berdiskusi langsung atas permasalahan teknis yudisial dengan pimpinan MA. Kegiatan ini merupakan strategi untuk meningkatkan kompetensi dan integritas aparatur peradilan dalam mencapai visi mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung. Ketua MA mengharapkan semua kebijakan yang diterbitkan MA dalam berbagai bentuk regulasi dipedomani oleh seluruh aparatur peradilan.
“MA telah menerbitkan berbagai Perma, SEMA maupun keputusan Ketua MA yang berisi pedoman pelaksanaan tugas pengadilan. Agar kebijakan tersebut dipedomani”, kata Ketua MA.
e- Litigasi
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Dr.H.M, Syarifuddin, S.H., MH. Ia meminta seluruh aparatur peradilan selalu mempedomani kebijakan MA, khususnya hasil rumusan kamar yang diberlakukan dengan SEMA.
“Kepaniteraan telah membukukan SEMA pemberlakuan hasil rumusan kamar, saya berharap buku tersebut dibaca, dipahami, didiskusikan dan dipedomani”, tegas Waka MA Bidang Yudisial.
Kebijakan MA lain yang perlu diperhatikan adalah e-Litigasi dan eksekusi. Ketua MA menggariskan e-litigasi dapat efektif berjalan di semua badan peradilan mulai 1 Januari 2020. Oleh karena itu, prasyarat untuk dapat terlaksananya e-litigasi, yaitu perangkat, SDM, sosialisasi ke pengguna, harus disiapkan.
Sementara itu terkait dengan eksekusi, Waka MA Bidang Yudisial mengingatkan pimpinan pengadilan terhadap surat yang telah diterbitkannya beberapa waktu lalu.
“Ada 6000-an putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang tidak dialaksanakan secara sukarela, namun eksekusi atas putusan tersebut belum dilaksanakan”, kata H.M. Syarifuddin mengutip surat yang diterbitkannya untuk semua lingkungan peradilan.
Menurutnya, eksekusi putusan perdata merupakan parameter kualitas Ketua Pengadilan. Ketua Pengadilan yang memiliki pemahaman yang kuat tentang eksekusi dan kemahiran dalam memimpin eksekusi, menunjukkan sosok Ketua yang berkompetensi tinggi.
M.Syarifuddin juga meminta para Ketua Pengadilan Tingkat Banding untuk menjadi kawal depan MA dalam pelaksanaan eksekusi. Ketua Pengadilan Tingkat Banding berwenang untuk memberikan pembinaan terkait eksekusi kepada pengadilan tingkat pertama.
“Saya pernah membaca tembusan surat dari salah satu pengadilan tingkat banding, yang menyebutkan bahwa eksekusi adalah kewenangan sepenuhnya dari ketua pengadilan tingkat pertama sehingga pengadilan banding tidak mengintervensi. Ini pemahaman yang keliru. Mungkin ketua tersebut meniru sikap MA”, kata Waka MA Bidang Yudisial.
Pergeseran Paradigma
Sementara itu, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Dr. H. Sunarto, S.H., MH dalam paparannya menyampaikan adanya pergeseran paradigma dalam layanan hukum dan proses hukum. Salah satunya adalah pergeseran dari layanan reaktif kepada layanan yang bersifat proaktif. Dahulu perbaikan layanan diberikan ketika ada masalah yang muncul. Saat ini paradigma tersebut harus diubah. Pengadilan harus mampu mengantisipasi masalah yang potensial muncul di masa yang akan datang.
“Oleh karena itu, pengadilan harus menerapkan manajemen risiko yang merupakan pendekatan terstruktur dalam mengolah ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman atau risiko”, kata Dr. Sunarto.
Sementara itu dalam proses hukum, saat ini telah terjadi pergeseran dari sistem yang berbasis kertas menjadi sistem yang berbasis teknologi informasi.
“MA dan badan peradilan telah beradaptasi dengan pergeseran paradigma tersebut melalui impmentasi e-court”, pungkas Waka MA Bidang Non Yudisial.
Patuhi Rumusan Kamar
Para Ketua Kamar, mulai dari Kamar TUN, Kamar Agama, dan Kamar Militer senada menyampaikan instruksi agar pengadilan tingkat pertama dan banding mematuhi rumusan kamar. Ketidaksetujuan terhadap rumusan kamar tidak perlu dituangkan dalam pertimbangan hukum. Sampaikan saja argumentasi ketidaksetujuan tersebut secara akademis melalui tulisan kemudian kirimkan ke MA.
“ada salah satu pertimbangan hukum putusan yang menyatakan rumusan hukum pleno kamar keliru sehingga tidak diikuti”, ujar Ketua Kamar Militer, Burhan Dahlan.
Menurutnya, tindakan tersebut sangat tidak bijaksana. Proses penyusunan rumusan hukum tidak dilakukan dalam waktu diskusi dalam satu atau dua jam. Namun melalui proses pertukaran pikiran diantara anggota kamar dalam waktu yang panjang. Setelah itu dibawah ke acara tahunan pleno kamar. Selain dibahas di internal kamar, rumusan hukum tersebut diuji lagi dalam pleno antar kamar. Prosesnya tidak berhenti disitu, rumusan hukum tersebut kemudian dibawa di forum rapim sebelum akhirnya diberlakukan melalui SEMA. [an]