JAKARTA | (22/05/2020) Pandemi Covid-19 telah memengaruhi semua sektor kehidupan. Seruan untuk tetap di rumah, bekerja dan beribadah di rumah serta menghindari kerumunan (social distancing) disuarakan serempak di seluruh dunia untuk memutus rantai penyebaran virus. Bahkan, beberapa daerah di Indonesia memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berdampak pada adanya pembatasan mobilisasi orang, pembatasan transportasi, hingga penutupan sejumlah perkantoran dan fasilitas publik. Situasi pandemi ini akhirnya memaksa lembaga yang memberikan pelayanan publik untuk melakukan berbagai adaptasi aturan kerja dan layanan, antara lain menerapkan sistem bekerja di rumah (working from home) dan memberikan pelayanan daring berbasis teknologi informasi.
Bagaimana dengan layanan peradilan, apakah merebaknya wabah berdampak pada berhentinya layanan pendaftaran perkara dan persidangan? Apakah masyarakat menunda menyelesaikan sengketa di saat pandemi?
Dua tahun sebelum pandemi melanda dunia, pada tahun 2018 Mahkamah Agung meluncurkan layanan administrasi perkara secara elektronik untuk perkara rumpun perdata yang dikenal dengan e-Court. Layanan ini memungkinkan pihak berperkara mendaftarkan perkara dan membayarkan biaya perkara secara daring, tanpa harus mendatangi pengadilan. Layanan ini juga berlaku bagi pemanggilan pihak berperkara, sehingga jurusita pengadilan tidak mendatangi kediaman pihak berperkara untuk menyampaikan panggilan. Jurusita cukup mengirimkan relaas panggilan ke domisili elektronik pihak berperkara. Pada tahun 2019, MA kembali mengupgrade l,ayanan e-Court sehingga layanan daringnya diperluas tidak hanya administrasi tetapi juga persidangan daring. Layanan persidangan elektronik ini memungkinkan persidangan dengan agenda jawaban, replik, duplik, kesimpulan dan pembacaan putusan dapat dilakukan secara daring. Kehadiran di pengadilan hanya pada saat persidangan pembuktian.
Di Tengah Pandemi, 31.745 Perkara Diregistrasi Melalui Layanan e-Court
Dimilikinya e-Court sejak tahun 2018, menjadikan Badan Peradilan Indonesia telah bisa langsung beradaptasi dengan situasi pandemi. Ketika protokol pencegahan Covid-19 mulai diberlakukan hingga diterapkan PSBB di beberapa wilayah Indonesia, pengadilan tetap dapat melayani pendaftaran perkara perdata secara daring melalui aplikasi e-Court, baik di Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan data aplikasi e-Court, selama periode Januari- 19 Mei 2020 tercatat sebanyak 64.997 perkara didaftarkan melalui e-Court, dengan sebaran per bulan sebagai berikut:
No |
Bulan |
Jumlah Perkara |
1 |
Januari |
16.968 |
2 |
Februari |
16.284 |
3 |
Maret |
15.601 |
4 |
April |
10.598 |
5 |
19 Mei |
5.546 |
|
Jumlah |
64.997 |
Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 31.745 perkara didaftarkan pada periode Maret-19 Mei 2020. Pada periode ini covid-19 mulai menginfeksi sejumlah penduduk Indonesia, sehingga protokol pencegahan penyebaran virus mulai diberlakukan. Jumlah perkara yang didaftarkan melalui e-court pada situasi pandemi terlihat adanya trend yang menurun. Penurunan jumlah perkara pada bulan April mencapai 32,07% dibandingkan dengan jumlah perkara pada bulan Maret 2020.
Penurunan jumlah perkara e-Court di situasi pandemi bukan dikarenakan faktor pengadilan yang mengurangi pelayanan ataupun isu kesiapan sistem e-Court. Layanan e-court tetap berjalan sepenuhnya. Pengurangan arus pendaftaran perkara secara daring, terjadi karena faktor pihak berperkara. Dugaan kuat, mereka menunda berperkara di pengadilan karena situasi pandemi, apalagi berbarengan dengan tibanya bulan Ramadhan. Data setiap tahun menunjukkan adanya kecenderungan penurunan perkara pada saat bulan Ramadhan.
Tren penurunan perkara juga terjadi pada keseluruhan perkara yang diterima pengadilan baik perkara perdata maupun pidana pada empat lingkungan peradilan. Pada bulan Maret, perkara yang diterima berjumlah 71.092 perkara, namun pada bulan April, perkara yang diterima berkurang menjadi 34.803 perkara atau mengalami penurunan sebanyak 51,05%. Tren perbandingan perkara yang diterima melalui layanan e-Court dan perkara keseluruhan adalah sebagaimana grafik berikut:
Layanan Elektronik untuk Perkara Pidana
e-Court menjadi solusi penyelesaian sengketa perkara perdata di masa pandemi, lalu bagaimana dengan perkara pidana. Mengenai penanganan perkara pidana di masa pandemi ha ini menjadi isu sistem peradilan pidana terpadu. Oleh karena itu, MA bersama dengan unsur penegak hukum terkait lainnya yaitu kepolisian, kejaksaan dan lembaga pemasyarakatan sedang intensif membangun solusi. Namun demikian, beberapa kebijakan “darurat” untuk mengatasi situasi telah diluncurkan, yaitu dengan melakukan penandatanganan nota kesepahaman antara MA, Kejaksaan Agung dan Ditjen Pemasyarakatan tentang pelaksanaan perkara pidana melalui konferensi video dalam rangka pencegahan Covid-19 yang dilaksanakan pada tanggal 13 April 2020. Sebelumnya MA juga telah menerbitkan SEMA 1 Tahun 2020, SEMA 2 Tahun 2020 dan SEMA 3 Tahun 2020 yang antara lain mengatur penanganan perkara pidana. [asnoer]