YOGYAKARTA (12/10/2020) - Covid-19 merupakan pandemic global yang telah mengubah secara drastis tatanan hidup, relasi sosial dan pola kerja dan interaksi sesama manusia. Namun selalu ada hikmah di balik musibah. Yang Mulia Ketua MA, Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H., menyebutkan bahwa COVID-19 menjadi pemantik (trigger) bagi Mahkamah Agung untuk mengakselerasi penyusunan payung hukum proses persidangan secara elektronik baik perdata maupun pidana.
Ketua MA menyampaikan hal tersebut dalam pembukaan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial oleh Pimpinan Mahkamah Agung bagi Pimpinan, Hakim, Panitera dan Sekretaris Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama Empat Lingkungan Peradilan se-Indonesia, Senin (12/10) di Yogyakarta. Kegiatan perdana di masa pandemi ini berlangsung secara daring menggunakan aplikasi zoom dan kanal Youtube MA. Sedangkan untuk pimpinan pengadilan di wilayah hukum DI Yogyakarta bergabung secara tatap muka dengan mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Hadir juga di tempat pembinaan, para Pejabat Eselon I MA dan beberapa pejabat Eselon II dan hakim yustisial MA.
Dikatakan Ketua MA, Perma 1 Tahun 2019 yang diterbitkan 6 Agustus 2019 menjadi payung hukum penyelenggaraan administrasi dan persidangan secara elektronik untuk perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer dan tata usaha negara. Setahun kemudian, tepatnya 26 September 2020, MA menerbitkan Perma Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Perma ini menjadi payung hukum penyelenggaraan administrasi dan persidangan secara elektronik untuk perkara pidana, pidana militer dan jinayat. Saat ini juga dikaji penerapan e-litigasi untuk peradilan tingkat banding, serta sedang dikaji pula pengembangan pelaksanaan mediasi secara elektronik.
Ketua MA berharap terobosan hukum acara tersebut bukan hanya bersifat reaktif, namun sikap responsif MA menghadapi tantangan globalisasi informasi sejalan dengan Visi dan Misi MA.
“Saya berharap rangkaian penyesuaian dan terobosan dalam hukum acara tersebut tidak hanya kita posisikan sebagai respon reaktif sesaat terhadap situasi pandemi, namun juga selayaknya diletakkan sebagai pernyataan kesiapan Mahkamah Agung menghadapi tantangan di era globalisasi informasi di masa mendatang dalam rangka mewujudkan visi dan misi Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung”, ujar Ketua MA.
Pedoman Pemidanaan
Produk hukum strategis lainnya yang telah diterbitkan MA adalah Perma 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Ketua MA, Perma ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para Hakim untuk menghindari terjadinya disparitas dalam menentukan berat ringannya pidana, sehingga putusan yang dijatuhkan dapat lebih memberikan rasa keadilan bagi para pihak.
Lahirnya pedoman pemidanaan ini, kata Ketua MA, tidak dimaksudkan untuk membatasi kemerdekaan Hakim dalam menjatuhkan putusan.
“Harus dimaknai sebagai sarana dan tolok ukur, yang dapat membatu para Hakim agar bisa lebih cermat dalam menentukan berat dan ringannya pemidanaan berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan dalam PERMA tersebut”, tegas Ketua MA.
Lebih lanjut Ketua MA mengatakan bahwa kemerdekaan dan kemandirian Hakim dalam menjatuhkan putusan harus tetap dijunjung tinggi, namun perlu pula diperhatikan bahwa disparitas putusan terhadap perkara-perkara yang masalah hukumnya memiliki kesamaan, dapat menimbulkan ketidakadilan, karena esensi dari keadilan itu sendiri adalah keseimbangan dan proporsionalitas.
Kesiapan MA Menghadapi Sengketa Pemilihan
Berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2020 yang tersebar di 270 daerah, Ketua MA memastikan kesiapan peradilan dalam menyelesaikan sengketa atau masalah hukum yang timbul dari perhelatan demokrasi tersebut.
Ketua MA meminta jajaran pengadilan yang diberikan kewenangan mengadili sengketa pemilihan, dapat menyelesaikan sengketa tersebut satu bulan sebelum hari pemungutan suara seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
“Tenggang waktu penyelesaian perkara sengketa pemilihan adalah 7 (tujuh) hari kerja setelah pelimpahan berkas perkara sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2018”, jelas Ketua MA.
Untuk menunjang penyelesaian perkara pemilihan tepat waktu, sesuai amanat Perma Nomor 3 Tahun 2015 MA telah menerbitkan Keputusan Nomor 247/KMA/SK/X/2020 tentang Pengangkatan Hakim Tinggi Khusus Dalam Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan.
“Kepada para Hakim Tinggi (TUN dan Peradilan Umum, red) yang telah ditunjuk, saya berpesan agar dapat memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa pemilihan secara akuntabel, cepat dan memberikan rasa keadilan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik kepada lembaga peradilan”, pesan Ketua MA dalam sambutannya. (AN)