Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

YOGYAKARTA| (12/10/2020) Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Yang Mulia Dr.H.M.Sunarto, S.H., M.H, memaparkan 10 prinsip bekerja untuk meningkatkan pelayanan peradilan. Hal tersebut disampaikan dalam acara Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial secara Virtual bagi Pimpinan, Hakim, Panitera dan Sekretaris Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia, Senin (12/10/2020) di Yogyakarta. Kesepuluh prinsip bekerja  tersebut adalah:Tomorrow is today, Change Mindset, Kerja Keras, “Kerja Cerdas dan Kerja Ikhlas”,  Anda adalah Role Model, Long Live Campaign, Change or Die, Malu Bagian dari Iman, Whistleblowing System, Optimalisasi Peran Atasan Langsung, dan beranjak dari ego sektoral ke lintas sektoral.

Prinsip Tomorrow is Today

Menurut Waka MA NY,  saat ini badan peradilan dihadapkan pada globalisasi informasi yang berkembang sangat pesat dan mengubah berbagai prilaku kehidupan. Oleh karena itu,  di era modern ini aparatur peradilan harus  bekerja dengan menghadirkan  prinsip tomorrow is today.  Dengan memegang prinsip ini, badan peradilan akan memiliki daya saing  karena memiliki frame work selangkah lebih maju dan telah siap beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi di depan.  Sementara itu jika yang dipegang dalam bekerja adalah prinsip TODAY IS TODAY, maka  aparatur peradilan akan kalah dalam persaingan. Apalagi jika yang dipegang adalah prinsip  YESTERDAY IS TODAY maka akan berdampak pada  kegagalan dan kerugian besar bagi institusi peradilan.

 

Change Mindset

Pola pikir (mindset) akan mengendalikan prilaku.  Oleh karena itu, Menurut Waka MA,  aparatur peradilan harus mengubah mindset dari harus dilayani menjadi harus melayani. Di negara maju, pegawai pemerintah (Aparatus Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil) disebut sebagai “Public Servant” yang berarti pelayan publik.  Bahkan dalam budaya Arab,  seorang raja dijuluki sebagai  “khadim” yang artinya pelayan.

Saat ini, aparatur peradilan Indonesia harus menanamkan pola pikir bahwa dirinya adalah pelayan pencari keadilan dan berfokus kepada kepuasan mereka sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.

Kerja Keras, Kerja Cerdas dan Kerja Ikhlas

Prinsip melayani adalah meletakkan kepentingan pribadi  di bawah kepentingan publik. Aparatur peradilan harus memberikan nilai tambah dalam melaksanakan tugas dengan menanamkan niat bahwa bekerja semata-mata untuk Allah. Bagi aparatur peradilan yang menghabiskan lebih dari  separuh hidupnya untuk bekerja di kantor akan “rugi” jika tidak meniatkan bekerja sebagai ibadah. Sebaliknya dengan menerapkan prinsip bahwa kerjaku adalah ibadahku  maka akan memberikan  keuntungan bagi dirinya dan lembaga peradilan. Hal ini karena semakin  “khusuk” dalam memberikan pelayanan maka semakin tinggi nilai pahala yang diperoleh.

Diri Anda adalah Role Model

Aparatur peradilan harus terus-menerus meningkatkan intelektualitas dan integritas diri sehingga menjadi panutan bagi rekan dan aparatur di bawahnya. Menjadi role model sejatinya tidak perlu ditunjuk secara formal, tetapi menjadi kesadaran diri setiap aparatur peradilan. Apalagi bagi aparatur peradilan yang diberikan amanat jabatan, maka menjadi role model atas segala pola pikir dan pola tindaknya menjadi keniscayaan. Waka MA mengingatkan agar aparatur peradilan  memastikan dirinya bukan bagian dari masalah. 

Long Live Campaign

Waka MA mengingatkan bahwa apa yang dilakukan, apa yang dikatakan, atau apa yang menjadi prestasi akan menjadi “materi” kampanye untuk aparatur peradilan yang bersangkutan di kemudian hari.

“Promotor karir kita adalah diri kita sendiri, oleh karenanya  mari menjaga sikap, tutur kata, dan prilaku sehari-hari”, tegas Yang Mulia Dr. Sunarto.

Ia mengilustrasikan bahwa tidak sedikit seorang calon hakim agung yang tersandung gara-gara informasi prilaku yang bersangkutan di masa lalu yang diberikan oleh mantan anak buahya atau koleganya.

Mengenai Long Live Campaign ini bukan hanya terbatas di lingkungan kantor namun juga berlaku di masyarakat.

Change or Die

Berubah adalah hukum alam yang tidak bisa dihindari. Tidak mau berubah artinya melawan hukum alam, sehingga alam-lah yang akan melakukan perubahan. Lembaga peradilan telah melakukan banyak perubahan antara lain transparansi, pelayanan berbasis teknologi informasi,  pengadilan elektronik, standardisasi pelayanan, penetapan wilayah bebas korupsi maupun  akreditasi penjaminan mutu. Sehubungan dengan hal tersebut,  aparatur peradilan harus mampu dan mau beradaptasi dengan perubahan. Wakil Ketua MA menyatakan bahwa perubahan yang terjadi di lembaga peradilan, baik itu menggunakan istilah pembaruan peradilan ataupun modernisasi peradilan, harus berasal dari kesadaran internal badan peradilan itu sendiri.

Malu Bagian dari Iman

Malu adalah salah satu bentuk emosi yang tertanam dalam diri manusia yang dapat membentengi diri untuk melakukan perbuatan yang  tidak terpuji, tidak sopan atau melanggar kode etik. Menurut Waka MA Bidang Non Yudisial, aparatur peradilan harus malu bila melakukan perbuatan unprofessional  conduct.

“Malu kepada Allah, malu kepada masyarakat dan malu kepada diri sendiri”, tegas Waka MA Bidang Non Yudisial.

Whistleblowing System

Mahkamah Agung telah menerbitkan Perma Nomor 9 Tahun 2016 tentang  Pedoman Penanganan Pengaduan (whistleblowing system) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya. Salah satu poin yang diatur dalam Perma ini adalah,  aparatur peradilan yang mengetahui adanya pelanggaran harus melapor melalui berbagai pilihan instrumen pelaporan/pengaduan yang tersedia.

“Diam terhadap suatu pelanggaran berarti melakukan pembiaran, dan dapat diartikan  tidak mendukung perubahan ke arah yang lebih baik”, kata Waka MA Bidang Non Yudisial. 

Optimalkan Peran Atasan Langsung

Mahkamah Agung  menerbitkan Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya. Perma ini memberikan kewajiban pengawasan dan pembinaan atasan langsung kepada bawahannya secara hirarkis. Atas adanya kewajiban tersebut, apabila seorang atasan langsung selaku terperiksa lalai memenuhi kewajiban pengawasan dan pembinaan, yang bersangkutan  dijatuhi sanksi administrasi.

Sistem Pengawasan dan Pembinaan atasan langsung ini merupakan sistem pencegahan dini atas penyimpangan  pelaksanaan tugas dan pelanggaran prilaku oleh aparatur peradilan.

Reorientasi dari Ego Sektoral  ke Lintas Sektoral

Yang Mulia Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial mengingatkan bahwa pejabat               pengadilan tidak boleh berfikir atau  memiliki orientasi ego sektoral yang didasarkan pada  kepentingan individualistik.  Ia harus memiliki cakrawala berfikir dalam kerangka lintas sektoral. [an]