JAKARTA (16/10/2020) - Mahkamah Agung RI berpartisipasi dalam kegiatan Festival Hukum dan Teknologi (“Techlaw.Fest”) yang digelar secara virtual mulai tanggal 28 September hingga 2 Oktober 2020. TechLaw.Fest adalah perhelatan rutin tahunan yang mengusung tema diskusi di bidang hukum dan teknologi. Di forum ini, ribuan peserta dari berbagai komunitas internasional yang berasal dari lebih dari 20 negara dipertemukan secara daring. Mereka berdebat, berdiskusi, dan merancang gagasan baru baik dalam hukum teknologi (kebijakan, peraturan, perundang-undangan, kasus hukum dan tata kelola) maupun teknologi hukum (infrastruktur, transformasi bisnis dan pengembangan sumberdaya aparatur peradilan).
Mahkamah Agung RI mengikutsertakan beberapa hakim yustisial dalam kegiatan tersebut. aPeserta yang ditunjuk dapat memilih topik yang diminati melalui dashboard pribadi yang diberikan oleh penyelenggara Techlaw.Fest. Salah seorang peserta dari Mahkamah Agung, Angel Firstia Kresna, mengikuti sesi yang digelar pada hari Selasa, 29 September 2020, pukul Pukul 1.45 PM - 2.25 PM WIB. Materi pembahasannya seputar isu yang sangat kontekstual dengan arah modernisasi peradilan di Indonesia, yakni persidangan elektronik (e-hearing).
Angel Firstia dalam laporannya menyampaikan bahwa sesi tersebut menyajikan topik bahasan “How Game Changing are e-Hearings? A Quantitative Analysis” yang dibawakan oleh Brad Mixner (co-Founder & Technology Strategies Litigation Edge Pte. Ltd). Sebagai pemandu diskusi, penyelenggara menunjuk Serena Lim yang juga sebagai founder dari Litigation edge Pte. Ltd. Berikut catatan redaksi dari sesi tersebut berdasarkan laporan Angel Firstia yang diterima redaksi, Rabu (16/10/2020).
Apa itu Game Changing?
Sebelum masuk ke inti kajian, perlu mengungkap apa itu gama changing ?. Istilah yang disematkan dalam judul diskusi. Jika merujuk beberapa literatur, Game changing adalah istilah yang mengacu pada situasi atau ide yang mendobrak dan mengubah cara berpikir masyarakat akan sebuah tatanan.
Jika melihat pada substansi ide dan dampak perubahannya terhadap masyarakat, persidangan elektronik yang mulai diimplementasikan di berbagai peradilan di dunia-- termasuk Indonesia, dapat dikualifikasikan sebagai “game changing”.
Covid-10 Menetaskan Pengadilan Elektronik
Pandemi global Covid-19 di satu sisi merupakan musibah bagi umat manusia, namun di sisi lain, kata Brad Mixner, ia meninggalkan legacy dalam dunia peradilan dan professional hukum.
“Covid -19 mempercepat dan penguatan penggunaan persidangan elektronik di seluruh dunia”, kata Brad Mixner.
Kebijakan pembatasan perjalanan (stay at home, work from home) yang diterapkan oleh berbagai negara untuk mengendalikan penyebaran virus, menjadi faktor pendorong implementasi persidangan elektronik. Hal ini karena layanan peradilan tidak boleh berhenti lantaran adanya pandemi. Penyelesaian sengketa tidak bisa ditunda menunggu masa pandemi berakhir.
Dalam konteks peradilan Indonesia, Ketua Mahkamah Agung dalam pembinaan di Yogyakarta 12 Oktober 2020, juga mengakui bahwa situasi pandemi telah mendorong percepatan terbitnya regulasi yang merupakan terobosan di bidang hukum acara. Diantara regulasi terobosan tersebut adalah Perma Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik.
Praktek E-Hearings
Menurut Brad Mixner, praktek persidangan elektronik (e-hearing) dapat diadakan dengan dua cara. Pertama, dilaksanakan secara virtual sepenuhnya. Para pihak sama sekali tidak mendatangi ruang sidang pengadilan. Para pihak menghadiri persidangan dari jarak jauh (virtual) melalui sistem elektronik. Kedua, sistem hibrida yang memadukan antara virtual tatap muka. Cara ini memungkinkan sebagian pihak menghadiri persidangan dari ruang persidangan pengadilan sedangkan sebagian pihak yang lain mengikuti persidangan secara daring.
Dokumen Persidangan
Dalam sistem persidangan elektronik, penyampaian dan pengelolaan dokumen dilakukan secara paperless alias elektronik. Menurut Brad Mixner, ada 3 komponen dalam e-hearings, yaitu: bundel bukti berbentuk elektronik, transkripsi persidangan (BAS) dibuat secara real time dan penggunaan teknologi informasi untuk membantu para pihak dalam menavigasi secara cepat dokumen-dokumen yang perlu dihadirkan dalam persidangan.
Pengadilan harus menyediakan alat presentasi bukti yang diajukan oleh para pihak. Dalam praktik alat presentasi tersebut berupa share screen yang bergerak secara real time dan simultan di monitor hakim maupun monitor para pihak berperkara di persidangan.
Menurut Brad Mixner, komponen bukti elektronik dan penggunaan teknologi informasi persidangan merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan.
Manfaat e-Hearings
Persidangan elektronik telah terbukti meningkatkan keefektifan dalam proses persidangan. Hal ini karena persidangan elektronik tidak lagi melakukan mencetak maupun memfotokopi dokumen dan bukti surat sehingga menghemat waktu dan tenaga. Persidangan elektronik memungkinkan setiap orang dalam ruang persidangan dapat “melihat halaman yang sama” pada dokumen dan bukti surat yang diajukan pihak, dengan penggunaan fasilitas share screen. Selain itu, persidangan elektronik dapat menghemat biaya perjalanan untuk menghadiri persidangan. Manfaat lainnya adalah dokumen (termasuk berita acara) dan bukti-bukti tersimpan lebih lengkap dan mudah untuk dicari serta meminimalkan kesalahan; [asnoer]