Palembang | (12/11/2020) - Ketua Mahkamah Agung Yang Mulia Dr. H.M Syarifuddin, S.H., M.H mengingatkan kepada seluruh aparatur pengadilan bahwa konsep hakiki pengadilan adalah tempat memberikan keadilan, bukan tempat mempermainkan keadilan. Jika Lembaga peradilan secara konsisten muncul sebagai lembaga yang memberikan keadilan, maka tingkat kepercayaan masyarakat kepada pengadilan tidak diragukan lagi pasti meningkat, dan marwah peradilan beserta aparaturnya akan kembali dijunjung tinggi tanpa diminta. Sebaliknya, apabila masih ada satu atau dua orang oknum aparatur peradilan yang melanggar aturan atau kode etik, kepercayaan masyarakat dapat merosot ke titik nadir hanya ulah segelintir oknum yang mempermainkan hukum dan menciderai keadilan. Oleh karena itu bagi yang masih berani mempermainkan pelayanan hukum dan keadilan kepada masyarakat, dipastikan Mahakamah Agung akan menindaknya tegas tanpa pandang bulu.
Ketua Mahkamah Agung menyampaikan hal tersebut pada acara pembinaan teknis dan administrasi yudisial di Palembang, Rabu (12/11/2020). Kegiatan ini diikuti oleh seluruh unsur Pimpinan MA, Pejabat Eselon I dan II, Ketua Pengadilan Tinggi Palembang, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Palembang, dan para Ketua Pengadilan Tingkat Pertama se provinsi Sumatera Selatan. Secara virtual, kegiatan pembinaan ini diikuti oleh seluruh pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama se-Indonesia.
Menurut Ketua MA, kesadaran diri terkait keberadaan lembaga peradilan tersebut menjadi kunci untuk meraih visi mewujudkan badan peradilan yang agung. Upaya mewujudkan visi dan misi Mahkamah Agung, kata Ketua MA, tidak boleh surut dengan adanya pandemi.
“Pandemi tidak selayaknya memalilngkan kita dari visi mewujudkan badan peradilan yang agung”, tegas Ketua MA.
Ketua MA menggariskan bahwa situasi pandemi harus dijadikan momentum untuk sungguh-sungguh memberi perhatian pada teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat yang membantu mempercepat pencapaian visi dan misi.
Respon terhadap Omnibus Law
Ketua MA meminta kepada para Hakim untuk selalu mengupdate pengetahuan dan pemahaman terhadap perkembangan hukum. Salah satu perkembangan yang menyita perhatian publik akhir-akhir ini, kata Ketua MA adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah diundangkan pada tanggal 2 November lalu.
“Saya melihat sangat banyak perubahan hukum materiil yang mungkin terjadi seiring berlakunya undang-undang omnibus law ini, terutama di bidang hukum lingkungan, perizinan, paten, perburuhan, pertanahan dan cabang-cabang hukum lainnya. Oleh karenanya, para hakim dituntut untuk dengan cepat memahami dan menguasai undang-undang ini, agar kemudian dapat memutus sengketa yang berkaitan dengan Undang-Undang Omnibus Law ini dengan tetap mengedepankan asas keadilan”, kata Ketua MA.
Ketua MA mengatakan bahwa meskipun undang-undang ini mendapat kritik keras dari berbagai kalangan, namun sesuai dengan asas lex dura sed tamen scripta, secara hukum undang-undang ini harus dianggap memiliki daya ikat dan daya laku terhadap seluruh warga negara Indonesia Mahkamah Agung, secara institusional tidak memiliki kewenangan melakukan penilaian atau pengujian terhadap undang-undang.
Apa yang dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung adalah secepatnya melakukan penyesuaian dan antisipasi perubahan hukum formil dan materiil, serta pada akhirnya memberikan kepercayaan kepada para hakim untuk memberi jiwa keadilan pada hukum tertulis tersebut.
Ketua MA meminta kepada Para Yang Mulia Ketua Kamar dan Dirjen Badan Peradilan yang terkait dengan Undang- Undang Omnibus Law ini, saya harap dapat segera menginventarisasi perubahanperubahan hukum materiil dan formil yang diakibatkan diundangkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dan menyusun kerangka acuan yang dapat dijadikan guide line penerapan UndangUndang Omnibus Law oleh para hakim di tingkat pertama dan banding. [an]