JAKARTA | (25/10/2021) - Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H., menjadi pembicara kunci pada webinar internasional yang mengusung tema "Meningkatkan Kesetaraan Gender di Peradilan", Senin (25/10/2021). Kegiatan yang berlangsung secara virtual tersebut merupakan kerjasama antara Mahkamah Agung RI dengan International Commission of Jurists (ICJ). Dalam paparannya, Ketua MA membeberkan “bukti” komitmen lembaga yang dipimpinnya terhadap peningkatan kesetaraan gender di pengadilan.
Webinar Internasional yang diikuti oleh jajaran pengadilan di seluruh Indonesia dan peserta dari luar negeri ini menghadirkan nara sumber Chinara Aidarbekova, Komisioner ICJ (Kyrgyzstan) sekaligus Hakim Agung Kamar Konstitusional MA Kyrgyzstan, Nahla Haidar El Addal, Komisioner ICJ (Lebanon)/Wakil Ketua Komite Cedaw, dan Dame Silvia Cartwright Komisioner ICJ (Selandia Baru). Kegiatan diawali dengan laporan Gustav Dahlin, Wakil Ketua Misi dari Kedutaan Besar Swedia di Jakarta. Sementara itu, Sam Zarifi, Sekretaris Jenderal ICJ memberikan kata penutup.
Pokja dan Regulasi terkait Perempuan dan Anak
Prof. Syarifuddin menegaskan bahwa Mahkamah Agung memiliki komitmen tinggi terhadap peningkatan akses perempuan dan anak di peradilan. Bukti komitmen tersebut adalah dengan terbentuknya Pokja Perempuan dan Anak. Pokja ini telah mendorong terbitnya Perma Nomor3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dan Perma Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Untuk melengkapi kedua Perma tersebut, kata Ketua MA, Mahkamah Agung juga telah menerbitkan Buku Panduan, kurikulum dan modul pelatihan serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
“Hal tersebut sebagai upaya mendiseminasi informasi atas kedua Perma tersebut”, kata Ketua MA.
Lebih lanjut Ketua MA menjelaskan bahwa pada saat ini sedang dibahas Rancangan Perma tentang Tata Cara Pemberian Restitusi dan Kompensasi Bagi Korban Tindak Pidana, sebagai implementasi UndangUndang Perlindungan Saksi dan Korban.
“Perma ini tidak secara khusus melindungi kepentingan hukum kaum perempuan, akan tetapi dalam kenyataan banyak kaum perempuan yang menjadi korban tindak pidana, antara lain tindak pidana perdagangan orang dan tindak pidana kesusilaan, sehingga jika rancangan Perma ini disetujui dan diundangkan, kaum perempuan di Indonesia juga akan memperoleh manfaat terbesar dari keberadaan Perma ini”, jelas Ketua MA.
Pemberdayaan Hakim Perempuan
Bukti lain yang membuktikan komitmen kuat MA terhadap peningkatan kesetaraan gender di peradilan adalah representasi hakim peradilan pada unsur pimpinan pengadilan. Ketua MA mengungkapkan seorang hakim agung perampuan pernah menduduki posisi nomor dua di MA sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, yaitu Ibu Mariana Sutadi dan saat ini MA memiliki 5 hakim agung perempuan.
Terkait dengan peluang hakim perempuan menduduki jabatan pimpinan, Ketua MA menjelaskan bahwa Mahkamah Agung tidak membuat preferensi sebuah jabatan berdasarkan jenis kelamin tertentu melainkan berdasarkan parameter objektif melalui mekanisme fit and proper test.
“Artinya setiap hakim perempuan memiliki peluang yang sama untuk menduduki jabatan pimpinan pengadilan”, tegas Ketua MA.
Selain itu, Mahkamah Agung telah menerapkan kebijakan penempatan hakim perempuan dalam Tim Promosi dan Mutasi. Perannya adalah memberikan pertimbangan dalam promosi atau mutasi hakim perempuan.
“Bukti lainnya adalah pelibatan dua orang hakim agung perempuan dalam Rapat Pimpinan “, pungkas Ketua MA. [an]