JAKARTA | (25/02/2022) - Kepaniteraan Mahkamah Agung dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menjalin kerjasama pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Jalinan kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh perwakilan dari kedua lembaga tersebut yang berlangsung secara daring pada Jum’at (25/2/2022). Dalam seremoni tersebut, Kepaniteraan MA diwakili oleh Panitera MA Dr. Ridwan Mansyur, S.H., MH, sedangkan dari STH Indonesia Jentera diwakili oleh Arief T. Surowidjojo, S.H., L.LM.
Ketua STHI Jentera Arief T. Surowidjojo dalam sambutannya menyampaikan bahwa Nota Kesepahaman antara lembaga yang dipimpinnya dengan Kepaniteraan MA bertujuan untuk mendukung pelaksanaan reformasi hukum dan peradilan di Indonesia. Sedangkan ruang lingkupnya mencakup penyediaan data dan informasi, pelaksanaan kajian dan penelitian, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penguatan prosedur dan pertukaran informasi dalam rangka manajemen pengetahuan, dan program lain yang dapat dibahas dan disepakati di antara kedua pihak.
Sementara itu Panitera MA, Ridwan Mansyur, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan nota kesepahaman ini karena sudah semestinya antara dunia pendidikan khususnya yang berkonsentrasi di bidang hukum terjadi link and match dengan lembaga peradilan. Menurut Ridwan Mansyur, Perguruan Tinggi yang memiliki visi Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, dapat bersinergi dengan Mahkamah Agung yang memiliki visi mewujudkan Badan Peradilan Indonesia yang Agung.
Dikatakan Ridwan Mansyur, Kepaniteraan Mahkamah Agung sebagai entitas dari Mahkamah Agung diberikan mandat untuk menjalankan fungsi memberikan dukungan teknis dan administrasi yudisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung.
“Saya optimis sinergitas antara Kepaniteraan MA dan STH Indonesia Jentera dapat mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kepaniteraan Mahkamah Agung tersebut, khususnya melalui ruang lingkup kerjasama dalam nota kesepahaman ini”, ungkap Panitera MA.
Lebih lanjut Ridwan Mansyur menyampaikan bahwa aparatur peradilan dan hakim memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang teknis yudisial maupun administrasi yudisial. Namun demikian, kesemuanya itu masih berupa tacit knowledge, sesuatu yang diketahui dan dialami, namun belum diungkapkan secara jelas dan lengkap. Tacit knowledge, kata Ridwan, sulit ditransfer kepada orang lain, bahkan diantara sesama kolega sekalipun. Hal ini karena pengetahuan dan pengalaman tersebut tersimpan pada pikiran masing-masing individu hakim dan aparatur peradilan.
Menurut Ridwan Mansyur, perlu upaya mentransformasikan tacit knowledge menjadi explicit knowledge, yaitu pengetahuan yang dapat diungkapkan sehingga dapat diakses dengan mudah oleh orang lain.
“Kerjasama ini diharapkan dapat mendukung transformasi tacit knowledge menjadi explicit knowledge, baik itu melalui penulisan artikel, jurnal, buku maupun bentuk lainnya sesuai dengan ruang lingkup nota kesepahaman”, pungkas Ridwan Mansyur. [an]