Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

MA dan Hoge Raad  Belanda Lakukan Penandatanganan MoU Kerjasama Yudisial

 

Jakarta | Kepaniteraan.mahkamahagung.go.id (19/3)

Mahkamah Agung RI dan Hoge Raad  Belanda melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerjasama yudisial, Senin (18/3), bertempat di ruang Kusumah Atmadja, gedung MA Jakarta. Penandatanganan MoU ini dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung RI, Dr.H.M. Hatta Ali, SH, MH dan  Presiden Hoge Raad Kerajaan Belanda Dr. G.J.M. Corstens . Prosesi penandatanganan MoU ini disaksikan oleh jajaran pimpinan dan pejabat eselon I MA, sedangkan dari pihak Hoge Raad hadir Mr. J.A.C.A. Overgaauw (Vice Presiden Hoge Raad), Mr. M.A. Loth (Hakim Agung, Hoge Raad), Mr J Storm (Panitera, Hoge Raad), Drs. A.R. Rotscheid (Direktur Administrasi Perkara), dan Dr. Sebastian Pompe (Peneliti dari Leiden University).

Dalam sambutan yang  mengawali prosesi penandatanganan MoU, Ketua MA RI,  Dr. H.M. Hatta Ali, SH, MH  mengapresiasi pengukuhan kerjasama yudisial  antara MA RI dengan Hode Raad Kerajaan Belanda.  Menurut Ketua MA, nota kesepahaman ini  setidaknya memiliki dua manfaat. Pertama, menata alur kerjasama antar kedua institusi yang menjadikan kerjasama yang telah terbangun selama ini menjadi lebih terstruktur dan berkelanjutan.  Kedua, membuka peluang untuk bersinergi dengan pihak-pihak yang dapat mendukung kerjasama ini untuk dapat mencapai hasil yang optimal.


Ketua Mahkamah Agung menilai nota kesepahaman kerjasama yudisial  antara MA dan Hoge Raad memiliki nilai kesejarahan yang menarik.

“Sistem hukum pada dua negara ini memiliki akar yang sama”, ungkap Ketua MA.

Selanjutnya Ketua MA mengatakan bahwa meskipun MA dan Hoge Raad memiliki “akar hukum” yang sama, tetapi karena ada perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya masing-masing negara, menimbulkan kebutuhan untuk terus saling berdialog, bertukar informasi terkait dengan perkembangan hukum.  Menurut Ketua MA, dialog ini diharapkan bisa difasilitasi dengan kerjasama yudisial melalui MoU ini.

Seirama dengan Ketua MA, President Hoge Raad, Dr G.J.M. Corstens,   juga sangat menghargai kerjasama yudisial ini. Cortens menyebut penandatanganan ini seolah menjadikan kedua pengadilan benar-benar seperti ‘saudara’.

Diskusi Sistem Kamar

Seusai melakukan penandatanganan MoU, ditempat yang sama  dilakukan diskusi mengenai implementasi sistem kamar di masing-masing pengadilan. Diskusi ini dipimpin langsung oleh Ketua MA, Dr. H.M. Hatta Ali , SH, MH.

Mengawali diskusi, Ketua MA memaparkan gambaran umum implementasi sistem kamar di MA. Kemudian disusul dengan  paparan Dr G.J.M. Corstens yang mempresentasikan  hal yang sama yang berlaku di Hoge Raad.
Paparan yang disampaikan Dr G.J.M. Corstens sangat menarik perhatian pimpinan MA. Pada sesi tanya jawab, Ketua MA, Tuada Pidana, Tuada Pembinaan, dan Tuada Militer mengajukan beberapa pertanyaan.

Salah satu pertanyaan menarik adalah mengenai persepsi Hoge Raad terhadap kompleksitas perkara antara pidana dan perdata. Pertanyaan yang diajukan oleh Tuada Pidana ini terkait dengan paparan Presiden Hoge Raad  yang menyatakan  bahwa di Hoge Raad  50% perkara perdata ditangani oleh majelis yang terdiri dari 5 orang Hakim Agung, sementara dalam perkara pidana, majelis yang terdiri dari 5 orang hakim agung ini  hanya berjumlah  5%. Hal ini berbeda dengan sistem di Indonesia,  majelis yang terdiri dari 5 orang hakim agung atau lebih justru diterapkan dalam perkara pidana (korupsi).

Menjawab pertanyaan tersebut Presiden Hoge Raad mengatakan bahwa    Substansi perkara perdata, sebagian besar memang lebih kompleks dibandingkan dengan perkara pidana. (an)