Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Untuk Access to Justice,  Publik Berharap Informasi Perkara Bisa Diakses Tunanetra

 

Jakarta | Kepaniteraan.mahkamahagung.go.id (19/4)

Keterbukaan informasi perkara, khususnya publikasi putusan, yang dinakhodai Kepaniteraan Mahkamah Agung mendapat apresiasi positif dari publik. Jumlah putusan pengadilan yang mencapai jumlah diatas 400.000 merupakan “harta karun” yang sangat bernilai untuk perkembangan pemikiran hukum di Indonesia. Publik  menaruh harapan tinggi kepada Mahkamah Agung, untuk kepentingan access to justice, informasi perkara juga bisa diakses oleh  para penyandang tunanetra.

Hal tersebut mengemuka pada diskusi pembaruan peradilan yang mengusung tema “Mendorong perbaikan layanan publik pengadilan yang berbasis pada putusan yang konsisten serta penyelesaian perkara yang cepat dan transparan”, Kamis (19/4) di Hotel Sari Pan Pasifik Jakarta. Diskusi publik yang dihelat oleh Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ), menghadirkan nara sumber Suparman Marzuki (Komisioner KY), Asep Nursobah (Hakim Yustisial MA), Dian Rositawati (Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan,  LeIP), Eryanto Nugroho (Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, PSHK) dan Warwick Soden (Prinsipal Registrar/CEO Pengadilan Federal Australia).  Hadir sebagai peserta diskusi perwakilan dari, MA, KY, Bapennas, KRHN, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perwakilan dari negara-negara donor. Peserta diskusi dari Mitra Netra, adalah pengusul aksebilitas website informasi perkara oleh penyandang tuna netra.


Menanggapi harapan publik mengenai aksebilitas informasi perkara oleh penyandang tunanetra, Widayatno Sastroharjono menyatakan bahwa MA akan mengakomodir harapan tersebut. “MA akan menyempurnakan sistem informasi sehingga bisa diakses oleh penyandang tunanetra. Saya berterima kasih kepada AIPJ yang menyatakan kesiapannya untuk penyempurnaan sistem ini”, ujar Ketua Kamar Pembinaan yang juga Koordinator Tim Pembaruan Mahkamah Agung ketika menyampaikan Closing Remark, Kamis sore (18/4).

Direktori Putusan: Harta Karun Bernilai Tinggi


Direktur Eksekutif  LeIP, Dian Rosita, mengatakan bahwa jumlah putusan yang terkoleksi di Direktori Putusan saat ini ibarat harta karun ibarat harta karun yang bernilai tinggi. Namun harta karun tersebut, kata Dian Rosita, belum dimanfaatkan dengan baik.  Dian mengkritik dunia akademis yang sangat jarang melakukan studi hukum berbasis putusan pengadilan. Bahkan menurutnya, praktisi dan akademisi banyak  mengomentari sebuah kasus tanpa membaca putusan pengadilan.

Dian menjelaskan LeIP kini tengah memanfaatkan “harta karun” Direktori Putusan dengan menyusun indeks dan anotasi putusan.  “Indeks dan anotasi putusan sebagai alat bantu dasar  bagi upaya mendorong konsistensi putusan”, ujar Dian Rosita. Dalam presentasinya, Ia menunjukkan  alamat website, http://indexhukum.org , yang memuat index dan anotasi putusan yang digali dari Direktori Putusan Mahkamah Agung. Sistem ini menurutnya akan mirip dengan Wikipedia sehingga setiap orang bisa berkontribusi.
Sejalan dengan apa yang dilakukan LeIP, PSHK juga memanfaatkan  Direktori Putusan sebagai sumber data dalam penyusunan Restatement atau penyusunan penjelasan hukum atas topik-topik hukum yang paling diperdebatkan. Restatement, kata Direktur Eksekutif PSH, Eryanto Nugroho, merupakan media pembudayaan diskursus hukum yang argumentatif dan bertanggung jawab yang mengacu pada putusan pengadilan.

Pengakuan manfaat dari Direktori Putusan ini juga disampaikan oleh Komisi Yudisial. Suparman Mazuki yang  juga menjadi nara sumber kegiatan ini, mengapresiasi publikasi putusan yang digawangi oleh Kepaniteraan Mahkamah Agung. Bagi Komisi Yudisial, publikasi putusan, khususnya putusan Mahkamah Agung dan pengadilan tingkat banding, sangat berguna untuk mengetahui hasil dari sebuah proses pemeriksaan perkara. “Publik tidak bisa mengikuti proses pemeriksaan di tingkat banding dan kasasi,  dengan putusan yang dipublikasikan lah bisa mendapat gambaran proses pemeriksaan”, ujar Komisioner Komisi Yudisial ini.

Sementara itu Warwick Sodden, CEO/Panitera Pengadilan Federal Australia, mengatakan Mahkamah Agung RI menjadi pelopor transparansi peradilan di dunia. Proses pembaruan peradilan di Indonesia yang ditandai dengan transparansi peradilan berlangsung sangat cepat.  “Padahal beberapa tahun yang lalu, transparansi peradilan belum seperti sekarang ini”, ungkap Warwick Soden. (an)