Semua Unsur Pimpinan MA, Sampaikan Paparan di Rakernas
Balikpapan | kepaniteraan online (12/10)
Rakernas MA sebagai forum tahunan warga peradilan selain untuk memecahkan berbagai masalah yudisial dan non yudisial, juga sebagai forum penyampaian informasi terkini. Oleh karena itu di hari pertama forum Rakernas ini (11/10), semua unsur pimpinan MA tampil memberikan paparan yang diikuti oleh seluruh peserta.
Wakil Ketua MA bidang Yudisial, H. Abdul Kadir Mappong, SH, MH, menyampaikan paparan seputar persoalan yudisial terkini. Perhatian Waka MA Bidang Yudisial ini terfokus pada beberapa hal antara lain: mengenai tugas pengadilan negeri yang berkaitan dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Dalam paparannya tersebut, Waka MA secara gamblang menjelaskan persoalan pemeriksaan terhadap perseroan dan pembubaran perseroan. Di akhir paparannya, Ia meminta kepada Ketua Pengadilan Tinggi yang menjadi peserta Rakernas untuk mensosialisasikan materi ini kepada para ketua Pengadilan Negeri di wilayahnya.
Potret reformasi birokrasi
Sementara itu, paparan Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, DR. H. Ahmad Kamil, SH, MH, berfokus pada kemajuan reformasi birokrasi yang dilaksanakan di lingkungan peradilan. Menurut Waka MA Bidang Yudisial, reformasi di tubuh MA telah dimulai pada tahun 2003, yang ditandai dengan lahirnya Cetak Biru Mahkamah Agung 2004-2009. Cetak biru ini, kata Waka MA Bidang Yudisial, meliputi tujuh area, yakni: manajemen perkara, teknologi informasi, pendidikan dan pelatihan, sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan pengawasan.
Reformasi Birokrasi di MA, lanjut Waka MA, mulai digulirkan pada tahun 2007. Pada tahun ini MA ditunjuk sebagai pilot projek reformasi birokrasi. Program unggulan yang dicanangkan oleh MA dalam program reformasi birokrasi ini meliputi: transparansi putusan, pengembangan teknologi informasi, internalisasi pedoman prilaku hakim, sumberdaya manusia (analisa dan evaluasi pekerjaan), dan penerimaan negara bukan pajak.
Menurut Waka MA bidang Non Yudisial, pada tahun 2010 terjadi reformasi birokrasi gelombang ke-2. Pada fase ini, MA telah menyusun pelaksanaan reformasi birokrasi. Sebelumnya, MA di tahun 2010 ini pun, telah menyusun Cetak Biru Pembaruan Peradilan tahun 2010-2035.
Berbicara tentang kemajuan reformasi birokrasi di lingkungan peradilan, Waka MA menyatakan bahwa lembaga peradilan memiliki skor 67, yang berada pada kondisi secure (skor <60).
“kita aman untuk mendukung proses perubahan”, ungkapnya.
Pengawasan Internal
Dalam sesi berikutnya, Ketua Muda Pengawasan H.M. Hatta Ali, SH, MH, memaparkan materi tentang peranan pengawasan internal dalam mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung.
“Pengawasan merupakan salah satu fungsi MA yang telah mengambil peran dalam mencapai visi mewujudkan peradilan yang agung”, ucapnya mengawali pemaparan.
Menurut Tuada Pengawasan, peran pengawasan kini semakin transparan dan akuntabel dengan diterbitkannya SK KMA Nomor 076/KMA/SK/VI/2009. Ia mengatakan bahwa setelah adanya aturan tersebut bisa menyampaikan pengaduan melalui desk informasi pengaduan, maupun secara elektronik. Tidak hanya itu, lanjut Tuada Pengawasan, publik pun bisa mendapatkan informasi tentang aparat yang melakukan pelanggaran melalui website MA dan website Badan Pengawasan setiap 3 bulan dan setiap akhir tahun.
“saya heran, masih ada pihak yang mengatakan MA belum terbuka, bagian mana lagi yang mau dibuka”, ungkapnya dengan nada canda.
Cetak Biru 2010-2035
Di sesi terakhir, giliran Ketua Muda Pembinaan, H. Widayatno Sastrohardjono, SH, MSc menyampaikan paparan tentang blue print MA 2010-2035. Menurutnya cita-cita Mahkamah Agung yang akan dicapai dalam periode tersebut adalah terwujudnya peradilan yang agung.
Menurut Tuada Pembinaan peradilan yang agung secara maknawi sama dengan konsep court excellence yang digagas oleh International Framework for Court Excellence (IFCE). Terkait dengan hal tersebut Ia menguraikan tujuh area dari court excellence yaitu: kepemimpinan dan manajemen pengadilan, kebijakan pengadilan, proses penanganan perkara, kepercayaan publik, kepuasan pengguna pengadilan, sumber daya pengadilan, pelayanan pengadilan yang terjangkau.
“Dari tujuh area tersebut kepemimpinan dan manajemen pengadilan menjadi driver-nya”, paparnya.
Selanjutnya berbicara mengenai blue print, Tuada Pembinaan mengemukakan bahwa ia merupakan panduan bersama untuk mencapai cita-cita bersama. Sebab proses perumusan dari blue print itu sendiri benar-benar melibatkan semua unsur.
“Dari mulai jurusita pengganti hingga hakim agung dilibatkan dalam perumusan blue print ini”, pungkasnya. (asnoer)