Fenomena PN Saumlaki : Upload Putusan Dari Rumah Dinas
JAKARTA | (6/1) - Ketika sosialisasi penggunaan direktori putusan di Makassar, 24-26 Juni 2013 silam, PN Saumlaki terpilih sebagai peserta dengan jumlah upload terbanyak. PN Saumlaki berhasil mengupload 170 putusan selama pelatihan. Jumlah ini mengungguli putusan yang terupload dari 39 satker peserta pelatihan lainnya yang terdiri dari seluruh pengadilan negeri di daerah hukum PT Makasar, PT Ambon dan PT Maluku Utara. Atas prestasi ini, AIPJ sebagai pihak yang membiayai penyelenggaraan kegiatan, memberikan “bonus” berupa kesempatan menjadi mentor pelatihan serupa yang diselenggarakan di Medan.
Keberhasilan PN Saumlaki menjadi jawara di pelatihan Makassar ini cukup mengagetkan. Sebab, dalam pelatihan itu ia harus bersaing dengan pengadilan-pengadilan “besar” yang berada di ibu kota provinsi yang secara infrastruktur lebih baik dari Saumlaki yang berada di kepulauan kecil di Laut Banda. Sehebat apakah PN Saumlaki sehingga Tim-nya demikian trampil mengupload putusan dalam waktu singkat dengan jumlah putusan teruplad yang lumayan banyak?. Apakah infrastruktur teknologi informasi di PN Saumlaki tersedia dengan baik sehingga kultur ber teknologi telah mendarah daging di pengadilan negeri Kabupaten Maluku Tenggara Barat ini?.
Frenki adalah sosok penting di balik capaian PN Saumlaki meraih peringkat pertama. Ia yang dipercaya pimpinan PN untuk melakukan publikasi putusan sekaligus menangani Case Tracking System (CTS). Ia pula yang menggawangi website PN Saumlaki. Ketika ditanya mengenai ketersediaan jaringan internet di kantornya, PNS golongan II/b ini memberikan jawaban yang mengagetkan.
“Di kantor kami tidak ada jaringan internet”, jawabnya ketika ditanya pada forum sosialisasi pengiriman e-dokumen untuk kelengkapan kasasi dan peninjauan kembali, di Medan, 15 Juli silam.
Lalu, bagaimana PN Saumlaki bisa secara konsisten mengunggah putusan padahal di kantornya tidak ada jaringan internet.
“Kami kalau akan mengakses internet, termasuk mengupload putusan, harus pergi ke rumah dinas Wakil Ketua PN”, jawab Frenki.
Frengky menambahkan bahwa jarak dari kantor ke rumah dinas kurang lebih 500 meter. Tidak jarang pula, kata Frengky, jika harus mengupload malam hari maka ia melakukannya di warnet.
Meski harus berjuang ekstra demi transparansi peradilan, Ia enjoy melakukan semua itu karena mendapat dukungan penuh dari pimpinan.
“Pimpimpinan kami sangat mendukung, jadi kami semangat”, Frengky menandaskan.
Frengky berkisah bahwa kantornya pernah berlangganan internet berbasis satelit, namun tidak sampai bertahan hingga satu tahun. Sehingga sisanya, kantor PN Saumlaki beroperasi tanpa jaringan internet.
“Sangat mahal langganannya, sehingga DIPA hanya mampu membayar kurang lebih satu semester”, jelasnya enam bulan silam.
Di akhir dialog, Frengky menyadarkan peserta sosialisasi bahwa semangat bisa mengalahkan segalanya, termasuk keterbatasan infrastruktur.
“Sebaliknya jika tidak ada semangat dan dukungan pimpinan, meski bandwidth berlebih, tak ada satupun putusan yang terpublish”, pungkasnya disambut applause meriah dari para peserta.
Semoga semangat publikasi PN Saumlaki menular ke peradilan lainnya.