Tingkatkan Kualitas Informasi Perkara, MA Lakukan Stock Opname Berkas Perkara
JAKARTA | (7/1) - Dalam setahun tidak kurang dari 20.000-an perkara yang harus ditangani Mahkamah Agung. Jumlah beban yang banyak tersebut bukan saja merupakan tantangan bagi hakim agung yang jumlahnya terbatas (maksimal 60) untuk menyelesaikannya sesuai jangka waktu yang ditetapkan. Akan tetapi merupakan tantangan tersendiri bagi Kepaniteraan untuk melakukan pencatatan setiap proses “perjalanan” berkas. Keteledoran pencatatan dalam sistem mengakibatkan informasi yang tersaji tidak update yang berujung pada “protes” publik. Ada perkara yang sudah dikirim namun dalam sistem informasi disebut “masih dalam pemeriksaan majelis”. Pihak yang menerima pemberitahuan salinan putusan pun menggelar “protes” dengan menuduh putusan yang disampaikan tersebut palsu.
Fenomena di atas menjadi perhatian serius Panitera Mahkamah Agung, Soeroso Ono. Sepanjang tahun 2013, sejumlah kebijakan untuk melakukan perbaikan sistem informasi perkara telah digulirkan. Kebijakan terkini adalah melakukan stock opname berkas perkara Mahkamah Agung.
“Karena berkas beredar diatas 20.000-an per tahun, stock opname berkas wajib dilakukan untuk mengetahui kesesuaian berkas yang beredar dengan catatan dalam sistem informasi perkara”, ujar Panitera MA di akhir tahun 2013.
Stock opname merupakan salah satu fungsi sistem pengendalian intern (SPI) yang dalam pengertian umum berarti proses berkala untuk menghitung fisik barang/ persediaan yang sebenarnya dimiliki oleh sebuah bisnis, hasilnya dibandingkan dengan jumlah menurut catatan persediaan (sistem informasi). Tujuan diadakannya stock opname adalah untuk mengetahui kebenaran catatan dalam pembukuan. Proses stock opname akan mengetahui apakah catatan dalam pembukuan stock persediaan benar atau tidak. Jika ternyata ada selisih antara stock opname dengan catatan pada pembukuan, kemungkinan ada transaksi yang belum tercatat, atau bahkan ada kecurangan yang berkaitan dengan persediaan.
Dalam konteks pengadilan, kata Panitera, yang dimaksud dengan barang atau persediaan adalah berkas perkara. Pengadilan harus mengetahui jumlah riil berkas perkara aktif yang beredar dan yang tercatat di sistem informasi. Selisih data antara catatan dan fakta berkas perkara akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang pada gilirannya mempengaruhi kualitas pelayanan. Apalagi jika sampai terjadi berkas yang hilang atau jejaknya tidak tercatat oleh sistem informasi perkara.
“Oleh karena itu pelaksanaan stock opname berkas menjadi sebuah keharusan bagi pengadilan dan dilakukan secara rutin, minimal satu tahun sekali”, tegas Panitera.
Dalam praktek pengadilan di luar negeri, kata Panitera, stock opname telah menjadi kegiatan rutin yang dilakukan dalam setiap periode tertentu.
Dikatakan Panitera, Mahkamah Agung pernah melakukan kegiatan stock opname ini di tahun 2006. Pada tahun 2013, MA kembali melakukan stock opname dan kegiatan ini akan dijadikan aktivitas rutin setiap akhir tahun. Pelaksanaan stock opname berkas ini dijalankan oleh sebuah Kelompok Kerja yang dibentuk oleh Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Stock opname berkas ini dilakukan beberapa tahap yaitu : audit data perkara, inventarisasi perkara aktif, check berkas perkara di masing-masing hakim agung dan panitera pengganti, menyusun laporan, sinkronisasi data hasil stock opname dengan data base perkara.
Hingga akhir tahun 2013, tahapan yang sudah dilakukan dalam stock opname berkas perkara ini adalah audit data perkara. [an]