Peran Yurisprudensi dalam Perkara
Sengketa Hak Atas Tanah
Oleh: Wigati Pujiningrum, S.H., M.H.
Hakim Yustisial/Asisten Hakim Agung Kamar Perdata MA RI
Masalah pertanahan pada umumnya adalah mengenai sengketa hak atas tanah. Sengketa hak atas tanah sekarang ini semakin berkembang seiring munculnya permasalahan-permasalahan di masyarakat terutama bagi para pencari keadilan terkait putusan tentang pertanahan. Pembuktian sengketa hak atas tanah tersebut tidak semata-mata hanya menyangkut soal alas hak dan status hak, akan tetapi juga terkait dengan pembuktian mengenai tanda bukti hak. Dalam menindaklanjuti putusan terkait pertanahan yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan negeri, para pencari keadilan masih bingung karena mereka kesulitan saat akan melakukan eksekusi, oleh karena bersinggungan dengan kewenangan peradilan TUN terkait tanda bukti hak berupa sertifikat.
Kehadiran PERMA Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheids daad) justru menimbulkan kegalauan bagi sebagian hakim di lingkungan pengadilan negeri, khususnya berkenaan dengan Pasal 11 PERMA Nomor 2 Tahun 2019 tersebut yang menyatakan “Perkara melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheids daad) yang sedang diperiksa oleh pengadilan negeri, pengadilan negeri harus menyatakan tidak berwenang mengadili”.
Sengketa pertanahan menjadi salah satu perkara yang kompleks untuk mencapai titik penyelesaian secara cepat. Penyelesaian perkara pertanahan melalui peradilan bahkan dapat melibatkan lebih dari satu peradilan antara lain Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara serta Peradilan Agama. Hal itu dikarenakan ketiga lembaga peradilan tersebut memiliki kompetensi absolut masing-masing yang berbeda dalam penyelesaian sengketa pertanahan namun dapat menjurus pada satu titik penyelesaian perkara yang bersinggungan.
Pada peradilan umum terdapat kompetensi mengadili sengketa pertanahan terkait sengketa hak kepemilikan dikarenakan alasan-alasan keperdataan. Sedangkan pada Peradilan Tata Usaha Negara terdapat kompetensi mengadili mengenai keabsahan sertifikat tanah sebagai sebuah keputusan yang dilahirkan oleh seorang pejabat tata usaha negara. Di sisi lain, Peradilan Agama juga mempunyai kompetensi mengadili dalam hal sengketa kepemilikan tanah yang dilandaskan pada konflik kewarisan. Meskipun ketiga peradilan mempunyai kompetensi masing-masing yang memiliki ruang lingkup masing-masing namun semua keputusan itu dimaksudkan berujung pada satu titik penyelesaian yang dapat dirasakan nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatannya bagi pencari keadilan.
Artikel Selengkapnya, klik disini