Prejudicieel Geschil menurut Kamus Fockema Andrea (1983:410) adalah masalah (biasanya perdata) yang harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum dapat mulai mengadili pokok perkara. Dibedakan antara question pre judicielles a l action (masalah dipecahkan lebih dahulu sebelum bertindak) dan question prejudicielles au judgement (masalah dipecahkan dahulu sebelum mengambil keputusan).
Mahkamah Agung telah mamberikan pengertian Prejudicieel Geschil melalui SEMA Nomor 04 Tahun 1980,sebagai berikut:
1. Prejudiciel geschil ini ada yang merupakan question pre judicielles a l action dan ada yang merupakan question prejudicielles au judgement .
2. question pre judicielles a l action adalah mengenai perbuatan-perbuatan pidana tertentu yang disebut dalam KUHP (antara lain Pasal 284 KUHP). Dalam hal ini diputuskan ketentuan perdata dulu sebelum dipertimbangkan tuntutan pidana;
3. question prejudicielles au judgement menyangkut permasalahan yang diatur dalam Pasal 81 KUHP. Pasal tersebut sekadar memberikan kewenangan, bukan kewajiban, kepada Hakim Pidana untuk menangguhkan pemeriksaan, menunggu putusan hakim perdata mengenai persengketaannya.
5. Diminta perhatian, bahwa andaikan hakim hendak mempergunakan lembaga hukum ini, Hakim Pidana tidak terikat pada Hakim Putusan Perdata yang bersangkutan seperti dinyatakan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956.
Perma Nomor 1 Tahun 1956 merupakan upaya Mahkamah Agung mengisi kekosongan hukum perihal Prejudicieel Geschil yang pada waktu itu belum terakomodir dalam hukum acara pidana. Hal tersebut tercermin dalam konsideran Perma 1 Tahun 1956 sebagai berikut:
Menimbang bahwa oleh karena dalam peraturan Acara Pengadilan yang sekarang berlaku di Indonesia tiada peraturan mengenai hubungan antara pengadilan perdata dan pengadilan pidana dalam hal ini ada nampak keragu-raguan.
Menimbang bahwa untuk menghilangkan keraguan-raguan ini Mahkamah Agung menganggap perlu, dengan mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya pada Pasal 131 Undang-undang Mahkamah Agung Indonesia, mengadakan peraturan sebagai berikut:
Pasal 1
Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.
Pasal 2
Pertangguhan pemeriksaan perkara pidana, ini dapat sewaktu-waktu dihentikan, apabila dianggap tidak perlu lagi. Pasal 3 Pengadilan dalam pemeriksaan perkara pidana tidak terikat oleh suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya suatu hak perdata tadi.
Pasal 4 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 23 Mei 1956