JAKARTA | (07/03/2017) - Kepaniteraan MA menyelenggarakan kegiatan sosialisasi PERMA Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya bertempat di Hotel Permata Bogor pada tanggal 22 - 24 Februari 2017 yang lalu. Acara sosialisasi dibuka Sekretaris Kepaniteraan MA yang diwakili oleh Kabag Perencanaan dan Kepegawaian,Drs. Parto Hutomo SH., MM, Rabu (22/02/2017). Peserta sosialisasi adalah para PNS dari semua unsur unit kerja di lingkungan Kepaniteraan MA, sedangkan nara sumber yang dihadirkan adalah pejabat dari Badan Kepegawaian Negara, Dwi Wahyudi dan Muhammad Syafiq.
Dalam sambutannya, Parto Hutomo, menjelaskan fokus sosialisasi diarahkan pada sinergitas Perma 8 Tahun 2016 dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Menurutnya lahirnya Perma 8 Tahun 2016 diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengawasan bagi aparatur peradilan. Hal ini karena pengawasan dilakukan secara “melekat” oleh atasan langsungnya secara hirarkis. Ia optimis kualitas disiplin aparatur peradilan dapat meningkat dengan lahirnya Perma 8 Tahun 2016.
Sementara itu, nara sumber dari BKN, Dwi Wahyudi, menjelaskan prinsip pengawasan atasan langsung dari sudut pandang Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010. Diantara prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pembinaan dan Penegakan disiplin PNS, menjadi tugas dan tanggung jawab atasan langsung masing-masing (Pasal 23).
2. Apabila terjadi pelanggaran disiplin, maka yang wajib memanggil dan memeriksa pertama sekali adalah Atasan langsung.
3. Apabila dugaan pelanggaran disiplin benar, maka sepanjang hukuman yang setimpal dengan pelanggaran tersebut masih kewenangan atasan langsung, maka atasan langsung tersebut wajib menghukum.
4. Apabila menurut pertimbangan atasan langsung jenis hukuman yg setimpal untuk PNS tersebut adalah kewenangan atasan yg lebih tinggi, maka atasan langsung tsb wajib melaporkan disertai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yg telah dibuatnya.
5. Atasan langsung yangg tidak memanggil, memeriksa, menghukum atau melaporkan bawahan yang diduga melanggar disiplin, dijatuhi hukuman disiplin yang jenisnya sama dengan jenis hukuman yang seharusnya dia jatuhkan kepada bawahanya tersebut.
6. Pelanggaran disiplin bukan delik aduan, karena itu setiap atasan langsung yang telah mengetahui pelanggaran bawahan, wajib memanggil, memeriksa dan menghukum atau melaporkan.
Nara sumber lainnya, Muhammad Syafiq, menjelaskan mengenai upaya administratif atas tindakan penjatuhan disiplin. Ia menjelaskan apabila seorang PNS yang sudah dijatuhkan hukuman disiplin dan tidak terima dengan hasil keputusan maka yang bersangkutan dapat melakukan keberatan kepada pejabat yang berwenang/ataupun atasan yang menjatuhkan hukuman ataupun banding melalui BAPEK.
Banding administratif tersebut, kata Muhammad Syafiq, dapat diajukan oleh PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa PDHTAPS (Pensiun dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri). Pengajuan banding tersebut diajukan secara tertulis kepada BAPEK dan memuat alasan tidak puas disertai buktinya. Jangka waktu mengajukan banding administratif adalah 14 (empat belas) hari sejak surat keputusan hukuman disiplin diterima PNS yang bersangkutan.
Acara ditutup pada hari Jum’at (24/02/2017) oleh Sekretaris Kepaniteraan MARI, Pujiono Akhmadi, S.H., M.H. Dalam sambutannya, Sekretaris Kepaniteraan mengingatkan kepada para pejabat struktural untuk mempedomani Perma No 8 tahun 2016.
“Atasan langsung wajib menindaklanjuti jika menemukan bawahan yang tidak memenuhi kewajiban dan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan disiplin kerja dan kode etik dan pedoman perilaku yang berlaku”, pungkas Pujiono Akhmadi. [an]