Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Jakarta | (9/4/2020) . Pedoman pemidanaan yang diatur dalam  Perma Nomor 1 Tahun 2020 bukan pembatasan terhadap kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusan. Hakim tetap bebas untuk menentukan apakah suatu perkara termasuk dalam kategori paling berat, berat, sedang, ringan, atau paling ringan. Pedoman pemidanaan merupakan tuntunan bagi para hakim supaya lebih komprehensif dalam mempertimbangkan parameter-parameter sebelum menjatuhkan pemidanaan. Jika terdapat suatu kondisi yang sangat khusus, boleh saja hakim keluar dari kategori pidana yang telah ditentukan, namun harus dengan pertimbangan-pertimbangan yang jelas

Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H dalam pembinaan teknis dan administrasi yudisial yang diikuti secara virtual oleh   seluruh jajaran pengadilan se-Indonesia, Jum’at (9/4/2021). Ketua MA bersama seluruh unsur pimpinan MA lainnya menyampaikan materi pembinaan di Hotel Sheraton, Denpasar, Bali. Hadir di tempat pembinaan  tersebut  beberapa Hakim Agung, Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung, Panitera MA, Sekretaris MA, para pejabat eselon I dan II MA serta  ketua pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama empat  lingkungan peradilan di Provinsi Bali.  Seluruh protokol kesehatan diimplementasikan selama  penyelenggaraan kegiatan luring tersebut.

 

Ketua Mahkamah Agung  mengingatkan ketika hakim telah berketetapan bahwa suatu perkara tersebut termasuk dalam kategori paling berat, berat, sedang, ringan, atau paling ringan maka hakim yang bersangkutan harus konsekuen dengan ukuran pidananya.

Sidang  Online

Ketua MA juga menyinggung penyelenggaraan persidangan elektronik dalam perkara pidana yang belakangan ini mencuri perhatian publik.  Menurut Ketua MA, Perma  4 Tahun 2020  telah mengatur secara fleksibel mengenai penyelenggaraan persidangan secara elektronik. Hakim/Majelis Hakim dapat menetapkan persidangan  diselenggarakan secara elektronik dengan cara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Perma Nomor 4 Tahun 2020. Penetapan tersebut ditentukan  baik karena jabatannya, atau atas permintaan dari Penuntut Umum dan/atau Terdakwa atau Penasihat Hukum, jika penyelenggaraan persidangan perkara yang bersangkutan  berada dalam  keadaan tertentu.

Ketua MA menegaskan keadaan tertentu tersebut tidak hanya terbatas pada situasi pandemi Covid-19.

“Keberlakuan Perma Nomor 4 Tahun 2020 tidak hanya di saat pandemi saja, melainkan dapat diterapkan pada saat pandemi telah berakhir, sepanjang ada keadaan tertentu yang mengakibatkan perlu dilakukan persidangan secara elektronik”, ujar Guru Besar Tidak Tetap  Bidang Ilmu Hukum Pidana Universitas Diponegoro tersebut.

Prinsip Imparsialitas

Imparsialitas menjadi  isu lain yang disorot oleh Ketua MA ke 14 ini.  Ia menegaskan bahwa dalam menjalankan persidangan  baik secara konvensional  maupun elektronik,  Hakim harus tetap memegang prinsip imparsial dan selalu mendengar kedua belah pihak yang berperkara secara berimbang.

Hakim tidak boleh menunjukkan sikap keberpihakan kepada salah satu pihak atau memberikan kesan-kesan yang mengistimewakan salah satu pihak, agar tidak menimbulkan prasangka bahwa hakim telah tidak adil dalam mendudukkan para pihak di persidangan”,  tegas Ketua MA. [an]