JAKARTA | (28/05/2021) Mahkamah Agung menyelenggarakan pembinaan teknis yudisial khusus hakim niaga tanggal 27-29 Mei 2021 di Jakarta. Kegiatan yang difokuskan pada upgrading kapasitas dalam menangani perkara kepailitan dan PKPU tersebut diikuti oleh 48 hakim niaga yang terdiri atas 5 (lima) orang Ketua dan 43 hakim anggota yang berasal dari PN Niaga Jakarta Pusat (12 orang), PN Niaga Medan (6 orang), PN Niaga Semarang (12 orang), PN Niaga Surabaya (9 orang) dan PN Niaga Makassar (4 orang). Kegiatan tersebut diikuti pula oleh hakim tinggi pemilah perkara perdata khusus Mahkamah Agung dan beberapa hakim yustisial Mahkamah Agung.
Narasumber pembinaan teknis yudisial khusus hakim niaga ini adalah Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Dr. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H, Ketua Kamar Pembinaan, Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., L.LM, Ketua Kamar Perdata, I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., Ketua Kamar Pengawasan, Dr. Zahrul Rabain, S.H., M.H, Hakim Agung Samsul Ma’arif, S.H., L.LM, PhD, Hakim Agung Dr. Rahmi Mulyati, S.H., M.H dan Hakim Tinggi Dr. Agus Subroto, S.H., M.H.
Respons atas Dinamika Hukum
Panitera Mahkamah Agung, Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H dalam laporannya menyampaikan bahwa penyelenggaraan kegiatan ini merupakan instruksi rapat pimpinan Mahkamah Agung untuk merespons dinamika hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Menurut Panitera MA, sebagai pengadilan negara tertinggi yang membawahi empat lingkungan peradilan memiliki kewenangan melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan.
Implementasi fungsi pengawasan Mahkamah Agung ini, kata Panitera MA, berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Mahkamah Agung dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, yaitu: mengawasi tingkah laku dan perbuatan hakim, meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan, memberikan petunjuk, tegoran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan.
“Tentu saja pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung tersebut tidak mengintervensi kebebasan hakim dalam mengadili perkara”, tegas Ridwan Mansyur
Ridwan Mansur menjelaskan bahwa MA memiliki perhatian yang tinggi terhadap implementasi kewenangan absolut pengadilan niaga dalam mengadili perkara kepailitan dan PPKU. Sebagaimana dijelaskan dalam UU 37/2004, kata Ridwan, instrumen hukum kepailitan merupakan salah satu sarana hukum yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian nasional, serta mengamankan dan mendukung hasil pembangunan nasional.
Dikatakan Ridwan Mansyur, Pengadilan Niaga merupakan simbol bergulirnya restrukturisasi institusi peradilan dalam mengimbangi perkembangan sosial dan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, lanjut Ridwan, hakim niaga menjadi ujung tombak kekuasaan peradilan dalam merespons kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks melalui penegakan hukum yang menjamin terwujudnya asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan dan asas integrasi serta penyelenggaraan peradilan yang cepat, terbuka dan efektif.
“Melalui penyelenggaraan pembinaan teknis, diharapkan dapat me-recharged sekaligus mengupgrade kerangka berfikir dan kemampuan teknis yudisial hakim niaga dalam mengadili perkara yang menjadi kewenangannya”, pungkas Panitera MA. [an]