Selamat Datang di Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

Den Haag (15/6/2023)- Delegasi Mahkamah Agung mengunjungi Raad voor de Rechtspraak (RvDR), Kamis (15/6). Fokus pembelajaran pada agenda kunjungan ke  lembaga ini adalah strategi digital untuk pengadilan yang meliputi publikasi putusan, komunikasi eksternal dan  sistem penganggaran berbasis kinerja. RvDR adalah lembaga yang serupa dengan Komisi Yudisial di Indonesia  dengan salah satu fungsinya  mengkomunikasikan hasil kerja lembaga peradilan untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan memastikan pengadilan memperoleh dukungan anggaran sebesar-besarnya . Mitra diskusi Delegasi MA dari RvDR adalah  Henk Naves (Kepala RvDR),  Barbara den Uijl, Eric Boerma, Joes Smith, dan Jos Puth.

Henk Naves dalam paparannya menjelaskan fungsi lain dari lembaga yang dipimpinnya selain dari yang disebutkan di atas  adalah  menjaga kualitas putusan pengadilan. Menurut Henk, tugas membuat putusan yang berkualitas pada dasarnya adalah tugas individual dari masing-masing hakim. Tugas RvDR adalah menstimulasi para hakim supaya menghasilkan kinerja terbaik, termasuk diantaranya membuat  putusan berkualitas

 

Strategi Digital: Setiap Warga Mengetahui Pengadilan

Untuk mendorong kepercayaan publik harus diawali dengan dikenalnya lembaga peradilan oleh masyarakat. Oleh karena itu, RvDR memiliki  strategi digital  mensosialisasikan lembaga peradilan ke seluruh lapisan masyarakat. Barbara den Uijl mengemukakan bahwa RvDR memiliki target  setiap penduduk di  Belanda  mengetahui apa yang dilakukan oleh  pengadilan dan hakim. Program ambisius ini untuk menjamin aksebilitas pengadilan oleh seluruh lapisan masyarakat (access to justice). Strategi Digital adalah cara kekinian untuk  mendekatkan pengadilan di “hati” masyarakat. Caranya adalah dengan memberdayakan semua kanal media yang dimiliki oleh pengadilan, mulai dari website, youtube, Instagram, serta media sosial lainnya.

“Di setiap rumah tangga ada yang dapat menceritakan peran pengadilan”, ungkap Barbara menjelaskan target dari Strategi Digital pengadilan di Belanda.

Strategi Digital: Digitalisasi Manajemen Perkara

Selain bidang kehumasan, strategi digital juga dilakukan di area manajemen perkara. Saat ini pengadilan di Belanda telah memasuki  gelombang kedua (second wave) digitalisasi bisnis proses peradilan. Pada tahap ini semua administrasi perkara berbentuk elektronik. Tidak ada lagi dokumen yang berbentuk kertas. Pengadilan di Belanda telah sukses melewati gelombang pertama (first wave) digitalisasi yang disebut Digitation. Pada tahap ini pengadilan melakukan alih media dokumen yang semula berbasis kertas menjadi digital. Pihak berperkara masih dapat mengajukan dokumen berbasis kertas,  lalu pengadilan melakukan alih media menjadi dokumen elektronik.

Joes Smith, pejabat RvDR yang membidangi urusan teknologi informasi, mengemukakan bahwa Pengadilan di Belanda sedang bersiap memasuki gelombang ketiga yang disebut dengan transformasi digital. Pada tahap ini, menurut Joes Smith, bisnis proses pengadilan sudah diintervensi dengan kecerdasan buatan.

Dalam paparannya Joes Smith mengingatkan bahwa peralihan layanan pengadilan dari konvensional menjadi layanan berbasis digital harus didasarkan pada kesamaan frekuensi antara pengadilan dan pencari keadilan. Dalam hal pihak berperkara masih memilih layanan manual di saat pengadilan sudah menyediakan layanan digital, pengadilan tetap memberikan akses terhadap layanan digital.

Lebih lanjut Joes Smith menjelaskan bahwa  ada 3 (tiga) tujuan dari digitalisasi layanan pengadilan, yaitu: pertama,  digitally accessible yakni layanan pengadilan bisa diakses secara digital. Kedua, digitally connected, yakni pengadilan terhubung secara digital, baik antara pihak berperkara dengan pengadilan, antar sesama aparatur pengadilan, maupun pengadilan dengan penegak hukum yang terkait. Ketiga, Digital Working, yakni aparatur pengadilan bekerja dan memberikan layanan  secara digital. 

Publikasi Putusan

Salah satu tugas dari RvDR adalah mempublikasikan putusan melalui situs https://www.rechtspraak.nl/. Menurut Joes, hanya 4%  putusan yang dipublikasikan di situs web ini.  Ada beberapa kriteria putusan yang dipublikasikan di situs ini. Salah satunya adalah pertimbangan dari hakim yang mengadili perkara tersebut.  Khusus untuk Hoge Raad, mereka memiliki sistem internal bernama Invent@  yang menyediakan seluruh putusan dan dapat diakses terbatas oleh internal pengadilan.

Sebagaimana di Indonesia, pengadilan di Belanda melakukan pengaburan beberapa informasi yang terkait dengan pihak berperkara pada putusan yang dipublikasikannya. Mereka menggunakan teknis pseudonimosasi yakni pemrosesan data pribadi sedemikian rupa sehingga data tidak dapat lagi dikaitkan dengan subjek data tertentu tanpa menggunakan informasi tambahan, selama informasi tambahan tersebut disimpan secara terpisah dan tunduk pada teknis dan langkah-langkah organisasi untuk memastikan non-atribusi kepada individu yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi. Hal ini berbeda dengan anonimisasi yang berarti proses menghilangkan pengidentifikasi pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menyebabkan seseorang teridentifikasi.

Yang menarik dari proses pengaburan informasi ini,  RvDR mengunakan teknologi yang dikenal dengan named entity recognition (NER).  NER merupakan kumpulan pembelajaran mesin dan algoritma AI di cloud untuk mengembangkan aplikasi cerdas yang melibatkan bahasa tulis. Fitur NER dapat mengidentifikasi dan mengkategorikan entitas dalam teks yang tidak terstruktur. Misalnya: orang, tempat, organisasi, dan kuantitas.

Selayang Pandang Raad voor de Rechtspraak

Peran RvdR adalah menjembatani antara parlemen (politik) dan menjamin kemandirian peradilan. RvdR bertanggung jawab pada masalah personil, keuangan dan organisasi pengadilan juga mengawasi kualitas putusan yang sebenarnya tetap di bawah tanggung jawab masing-masing hakim. Dengan demikian Mahkamah Agung (Hoge Raad) di Negara Belanda hanya berwenang melaksanakan fungsi yuridis sedangkan Raad voor de Rechtspraak berfungsi melaksanakan tugas-tugas administrasi dan organisatoris.

RvdR mendukung kegiatan pengadilan yang ditujukan untuk penerapan hukum yang seragam dan peningkatan kualitas hukum. RvdR memiliki peran penting dalam hal mempersiapkan, melaksanakan dan mengelola anggaran pengadilan. RvdR mengelola anggaran dengan berdasarkan pada sistem pengukuran beban kerja. Ruang lingkup tugas RvdR secara khusus meliputi kebijakan personel, fasilitas perumahan, teknologi informasi dan urusan eksternal pengadilan.

Kewenangan RvdR

RdvR memiliki kewenangan menyiapkan anggaran peradilan, mengalokasikan anggaran ke pengadilan dan memantau pelaksanaan anggaran di pengadilan. RvdR mengawasi manajemen operasional di dalam pengadilan seperti efisiensi proses kerja, perawatan fasilitas material dan dukungan personal, pengembangan kebijakan mutu serta pengelolaan situs web Rechtspraak.nl.

Tugas RdvR adalah memastikan bahwa pengadilan dapat memenuhi tugas yudisial mereka dengan baik. RvdR mempromosikan kepentingan bersama pengadilan, menyediakan fasilitas antar pengadilan seperti IT dan perpustakaan, dan mengawasi operasi bisnis dan manajemen keuangan. RvdR adalah titik kontak bagi peradilan dalam debat politik dan sosial. Tugas tersebut terbagi ke dalam tiga bidang: kebijakan keuangan, operasi bisnis, serta kesatuan hukum dan kualitas hukum.                      

Hubungan RvdR dengan lembaga lain

RvdR merupakan lembaga independen yang berfungsi mengelola keuangan dan pembinaan sumber daya manusia untuk pengadilan tingkat pertama dan banding. RvdR menjadi penghubung antara menteri kehakiman dan pengadilan. RvdR dibentuk untuk menyelesaikan ketegangan hubungan antara eksekutif dan yudikatif. [an& aci)