Standar Penamaan Putusan dan Klasifikasi Perkara pada Pengadilan Federal Australia
Putusan bukan hanya milik pihak yang berperkara. Putusan adalah dokumen publik yang dapat menjadi rujukan berbagai kalangan seperti: akademisi, peneliti, pengacara, para hakim atau siapapun yang memiliki minat dengan persoalan hukum. Untuk itu diperlukan standar penamaan putusan (identifikasi) yang akan memudahkan pengutipan putusan. Agar putusan yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan, maka identifikasi putusan harus memuat nama pihak yang bersengketa, tahun registrasi, nomor perkara, dan kode pengadilan yang memutus. Struktur identitas putusan tersebut kemudian akan menjadi standar pengutipan dalam berbagai dokumen, seperti: karya tulis, gugatan, pertimbangan hukum, pemberitaan, dan lain-lain.
Australia memiliki standar penulisan putusan yang dimuat dalam dokumen Guide to Uniform Production of Judgments (GUPJ). Dokumen ini diterbitkan oleh Australian Institute of Judicial Administration (AIJA). Pedoman ini mulanya untuk kebutuhan standardisasi publikasi putusan secara elektronik, namun kemudian juga diberlakukan publikasi manual. Semua pengadilan di Australia menjadikan pedoman ini sebagai rujukan dalam penyusunan putusan.
Beberapa hal yang diatur standarisasinya dalam GUPJ ini adalah format putusan, pemberian nomor halaman dan nomor paragraf putusan, penamaan/identitas putusan, dan kata kunci/klasifikasi.
Penamaan Putusan
Terkait dengan penamaan putusan, prinsip yang diusung GUPJ adalah suatu putusan dapat dibedakan dari putusan yang satu dengan putusan yang lainnya. Oleh karena itu penamaan suatu putusan harus memuat unsur: (nama para pihak yang bersengketa) [tahun publikasi putusan] (kode inisial pengadilan) (nomor urut putusan). Contoh penamaan putusan yang mengikuti pola tersebut adalah : Smith v Jones [1998] HCA 99. Smith v Jones adalah pihak yang berperkara, 1998 adalah tahun perkara tersebut diputus, HCA adalah kode inisial pengadilan untuk High Court of Australia dan 99 adalah nomor urut putusan tersebut di tahun 1998. Sistem di Australia nomor putusan berbeda dengan nomor perkara. Nomor putusan diberikan berdasarkan urutan putusan yang diselesaikan di tahun yang bersangkutan.
Struktur penamaan putusan tersebut selanjutnya menjadi standar pengutipan jika putusan tersebut menjadi rujukan. Jika yang dirujuk dalam suatu putusan pengadilan lebih spesifik pada paragraf tertentu, GUPJ telah menyusun standar pengutipan dengan struktur sebagai berikut:
(The parties) [the year of the decision] (the Court abbreviation) (the sequential number of the judgment) [A pinpoint paragraph reference]
Contoh: Smith v Jones [1998] HCA 99 at [17]. Arti dari pengutipan putusan tersebut adalah: Smith v Jones adalah pihak yang berperkara, 1998 adalah tahun perkara tersebut diputus, HCA adalah kode inisial pengadilan untuk High Court of Australia, 99 adalah nomor urut putusan tersebut di tahun 1998 dan 17 adalah nomor paragraf.
GUPJ mengharuskan setiap putusan menggunakan nomor paragraf. Selain untuk memudahkan dalam merujuk putusan, penggunaan nomor paragraf dibutuhkan dalam publikasi putusan secara elektronik di website yang berbasis HTML (Hyper Teks Multi Language). Publikasi berbasis HTML tidak mengenal halaman, sehingga nomor paragraf inilah yang menjadi acuan. Demikian juga ketika putusan akan dipublikasikan di media cetak yang format dan ukurannya berbeda dengan salinan yang diterbitkan pengadilan seperti koran, majalah, buku, dan lain-lain maka nomor paragraf inilah yang menjamin otentikasi dokumen putusan ini. Oleh karena putusan menggunakan nomor paragraf maka di lembaran legalisasi redaksinya berbunyi sebagai berikut:
I certify that the preceding eight (8) numbered paragraphs are a true copy of the Reasons for Judgment herein of the Honourable Justice Perram. |
Associate:
Standar pengutipan putusan yang diatur dalam dokumen yang diterbitkan oleh AIJA tersebut diikuti pula oleh dunia akademis. Hal ini dapat dibaca dalam buku Australian Guide to Legal Citation yang diterbitkan oleh Melbourne University Law Review Association Inc. Dalam dokumen ini selain diatur standar pengutipan putusan pengadilan Australia, diatur juga standar pengutipan putusan pengadilan sejumlah negara, yaitu: Canada, China, Francis, German, Hong Kong, Malaysia, New Zaeland, Singapura, Afrika Selatan, Inggris dan Amerika.
Cover Sheet Putusan
Pedoman Penyeragaman dalam Penerbitan Putusan (Guide to Uniform Production of Judgments [GUPJ]) yang dikeluarkan oleh AIJA mewajibkan setiap putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan, baik yang akan dipublikasikan di berbagai media atau disampaikan kepada para pihak, harus dilampiri dengan cover sheet yang dilekatkan di bagian depan putusan. Cover sheet ini berisi informasi singkat putusan, sehingga dengan membaca bagian ini kita akan mendapat gambaran umum tentang putusan tersebut. Cover sheet ini memuat data-data sebagai berikut: Nama Perkara /Kutipan Perkara, Para Pihak, Nama Pengadilan, Yurisdiksi, Nomor Perkara, Tanggal Putusan, diterbitkannya putusan, tanggal sidang, nama hakim, kata kunci, perkara-perkara yang dirujuk dalam putusan, perundang-undangan yang dirujuk dalam putusan, amar putusan, kategori putusan, kuasa hukum dan jumlah paragraf putusan.
Mahkamah Agung RI telah menerapkan model cover sheet putusan ini, namun terbatas pada publikasi elektronik di Direktori Putusan. Komponen informasi dalam cover sheet putusan ini juga belum selengkap seperti yang diatur dalam dokumen GUPJ.
Kata Kunci
Salah satu komponen penting dalam cover sheet putusan adalah informasi kata kunci putusan. Fungsi dari kata kunci ini adalah untuk memberikan sebuah informasi singkat tentang klasifikasi materi perkara yang ada dalam perkara yang bersangkutan. Selain itu dari sisi teknis, pencantuman kata kunci akan memudahkan dalam proses pencarian putusan yang dipublikasikan secara elektronik. Semakin presisi pencarian dengan kata kunci yang ditulis maka perkara yang dicari akan ditemukan dengan tepat.
Dalam dokumen GUPJ, dijelaskan bagaimana aturan penulisan kata kunci dalam cover sheet putusan. Berikut beberapa prinsip dalam penulisan kata kunci:
a. 1. Kata kunci disusun dari norma hukum ke fakta dan dari umum ke khusus. Kata kunci pertama haruslah merupakan judul dari topik norma hukum umum, seperti CRIMINAL LAW. Kata kunci kedua merupakan bagian dari topik tersebut, seperti : CRIMINAL LAW -- LIABILITY AND CAPACITY , CRIMINAL LAW -- PARTICULAR OFFENCES, CRIMINAL LAW – EVIDENCE
b. 2. Dari dua kata kunci pertama tersebut selanjutnya akan diikuti oleh kata kunci lain yang merupakan bagian lebih khusus dari materi perkara, seperti:
CRIMINAL LAW -- LIABILITY AND CAPACITY -- MENS REA -- STATUTORY OFFENCE -- LIABILITY OF EMPLOYER
CRIMINAL LAW -- PARTICULAR OFFENCES -- SEXUAL OFFENCES -- CORROBORATION OF
CRIMINAL LAW -- EVIDENCE -- CONFESSIONS AND ADMISSIONS -- DISCRETION TO EXCLUDE
c. 3. Kata kunci sedapat mungkin disusun dengan kalimat singkat dan tepat, atau dapat pula kata kunci menggunakan pertanyaan yang terkandung dalam perkara tersebut:
CRIMINAL LAW -- LIABILITY AND CAPACITY -- MENS REA -- STATUTORY OFFENCE -- LIABILITY OF EMPLOYER -- WHERE DELEGATION OF RESPONSIBILITY TO SERVANT -- DUTY TO PROTECT EMPLOYEES OF CONTRACTORS
CRIMINAL LAW -- PARTICULAR OFFENCES -- SEXUAL OFFENCES -- CORROBORATION OF -- DIRECTIONS TO A JURY ON -- JURY NO LONGER TO BE WARNED ON UNCORROBORATED EVIDENCE OF FEMALE COMPLAINANT
(asep nursobah)